ALKITAB

Lembaga Alkitab Indonesia selalu mendukung kebutuhan rohani anda, termasuk di dalam pembacaan Alkitab digital maupun harian. Mari bersama menumbuhkan iman kita kepada Tuhan.

Pemulihan dalam Pergumulan

Pemulihan dalam Pergumulan

Ayub 42:1-17,TB

Pengalaman iman seroang Ayub memang menjadi kisah yang dramatis sekaligus realistis bagi banyak umat percaya. Adakalanya kita beranggapan bahwa, “hidup saya sangat malang. Kenapa semua ini harus terjadi pada saya?” Sejak Allah untuk pertama kalinya memberikan respons kepada Ayub, kita telah belajar betapa pentingnya kerendahan hati dan kesadaran diri di hadapan Allah. Pada pasal 42:1-6 kita melihat sosok Ayub yang sudah mengalami transformasi iman dan mental. Ayub telah 

menyadari keterlibatan Allah dalam hidupnya, bahkan di tengah pergumulan sekalipun, “Aku tahu bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal.” dan kesadaran diri di hadapan-Nya, “… itulah sebabnya, tanpa pengertian aku telah bercerita tentang hal-hal yang sangat Ajaib bagiku dan yang tidak kuketahui.”

Kondisi Ayub tersebut merupakan bentuk kondisi manusia yang mengalami 
pemulihan dalam pergumulan. Kita perlu mengingat bahwa semua itu Ayub dapatkan bukan setelah pergumulannya berakhir, melainkan pada saat ia berada di dalamnya. Memang, pada ayat 7-17 kita melihat tindakan Allah yang memberikan berkat berkali lipat kepada Ayub. Persoalannya, banyak pembaca kitab Ayub yang terlalu memusatkan perhatian kepada ‘pemulihan’ berkat pada diri Ayub pasca pergumulan. Alhasil, muncul banyak anggapan seolah-olah kondisi yang ditampilkan pada ayat 7-17 sebagai hasil dari pergumulan atau konsep reward and punishment. Agaknya kita perlu mengkritisi hal ini.

Apakah hidup bersama Allah merupakan persoalan mendapat reward and punishment? Bukankah iman yang sejati muncul dalam sebuah ketulusan kepada Allah? Itulah sebabnya, pada refleksi terhadap Ayub 42:1-17, kita perlu menyadari adanya pemulihan spiritual dan mental pada diri Ayub yang justru terjadi pada saat ia sedang berada di dalam pergumulan. Ayub tidak lagi memedulikan, apakah ia akan 
mengalami ‘pemulihan’ berkat atau tidak, namun ia lebih mementingkan kesadaran 
spiritual dan relasinya yang intim dengan Allah. Inilah wujud pemulihan spiritual dan mental dalam diri seorang manusia yang bergumul. Melalui pertanyaan, “apakah saya mengalami pemulihan spiritual dan mental selama berada di dalam pergumulan?”

kita diajak untuk mengevaluasi dan merefleksikan diri di tengah pergumulan. Mengalami pemulihan spiritual dan mental dalam pergumulan memang bukanlah perkara yang mudah, kisah hidup Ayub pun telah menjadi contoh proses beriman dengan segala dinamika yang terjadi di dalamnya. Namun, itu justru menunjukkan sebuah proses beriman yang hidup dan sehat bersama Allah.

Salam Alkitab Untuk Semua