An Officer and A Gentlemen

An Officer and A Gentlemen

 

Hari Jumat tanggal 14 Agustus kemarin kita memperingati Hari Pramuka. Sekalipun banyak kalangan masyarakat kurang memperhatikan bahkan agaknya sudah lupa keberadaan Pramuka (kecuali anak-anak sekolah), namun baik juga kita mengenang lagi gerakan Pramuka sekaligus menjadikannya dasar refleksi iman kita dalam menjalani kehidupan kita di masa kini. 14 Agustus 1961 ditetapkan sebagai Hari Pramuka pertama sebagai penanda penyatuan berbagai organisasi kepanduan (kepramukaan) pada waktu itu. Saat itu, dalam sebuah Apel Besar Pramuka, Presiden Sukarno meresmikan Gerakan Kepramukaan yang berwawasan dan beridentitas Indonesia tanpa melepaskan ikatan dengan Gerakan Kepanduan Dunia (World Scout Movement). 

Wawasan dan identitas Indonesia itu nampak dalam warna setangan leher yang berwarna merah putih, warna bendera kita. Lambang kepanduan “Fleur de Lis” yang sangat Eropa diganti menjadi Tunas Kelapa sebagai lambang tunas muda atau kader yang bersifat serba guna; seperti pohon kelapa yang semua bagiannya (mulai dari akar, batang, daun, hingga buahnya) bermanfaat dan berguna. Juga penting untuk diingat adalah  perubahan nama Pandu (Bld: Patvinders) menjadi Pramuka. Nama Pramuka diusulkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwana IX (yang kelak disebut sebagai Bapak Pramuka) dari Bahasa Jawa “Paramuka” (dibaca poromuko) yang merupakan nama pasukan perintis di Keraton Yogyakarta. Gagasan ini disambut Bung Karno selaku Presiden RI yang teringat kata Sankskerta “Pramukha” yang artinya yang terdepan/terkemuka, yang oleh Bung Karno dimaknai sebagai pelopor, perintis, pionir. Maka jadilah Gerakan Pramuka sebagai Gerakan Praja Muda Karana atau warga negara muda (kader) yang berkarya sebagai pelopor terjadinya perubahan. Jadi kepramukaan adalah sebuah pembinaan sikap mental bukan sekedar pelajaran ketrampilan seperti tali-temali, persandian, menggunakan kompas membaca peta, dll. yang merupakan sarana pendukung.

Gerakan Kepanduan Sedunia adalah buah pikir seorang Letjen Baden Powell (BP) dari ketentaraan Inggris. Seorang pahlawan perang yang berhasil mempertahankan kota Mafeking di Afrika Selatan dari pengepungan selama Perang Boer II dengan fasilitas minimum hingga perang berakhir. Kunci kemenangan BP adalah keberhasilan beliau mendidik dan melatih anak-anak remaja menjadi anak-anak yang sehat, dengan ketrampilan menulis dan membaca sandi, menggambar panorama dan peta, menggunakan kompas, serta ketrampilan menggunakan tongkat dan tali sebagai pendukung. Mereka digunakan BP sebagai penyelidik, kurir serta tenaga bantuan kesehatan. 

Sepulang dari Afrika, BP merasa prihatin dg kondisi anak-anak muda Inggris, putra-putra sahabatnya yg kurang bersemangat, letih dan lesu. Oleh karena itu BP mengajak anak-anak muda itu berkemah di Brownsea Island. Siang hari BP mengajak anak-anak bermain seperti mencari jejak, permainan khas Pramuka yang tetap digemari hingga kini, dll. Di malam hari mereka duduk di sekeliling api unggun mendengarkan BP bercerita yang kemudian dikenal sebagai “Kisah-Kisah di Sekeliling Api Unggun”. Perubahan pun terjadi. Sepulang dari perkemahan, anak-anak yang tadinya selalu nampak lemah, letih, lesu telah berubah menjadi “young officers and gentlemen” – anak-anak muda yang perwira sekaligus sopan dan santun.

Atas dorongan para sahabatnya, BP kemudian membukukan pengalaman berkemah di Brownsea Island dalam sebuah buku yang terbit pada tahun 1908 berjudul “Scouting for Boys” (versi Bahasa Indonesia, “Memandu untuk Pramuka”). Buku tersebut menjadi best seller dan membuat BP menjadi sibuk memenuhi permintaan untuk memimpin perkemahan. Pada tahun 1910 BP meminta pensiun dari kemiliteran dan berfokus pada pembinaan remaja serta membentuk “Boy Scout Movement”. Dalam waktu cepat gerakan ini mendunia dan sampai di India Belanda pada tahun 1912. 

Belajar dari sejarah gerakan Pramuka yang dimulai dari permainan-permaian edukatif-kreatif pada akhirnya berhasil membentuk seikap mental seorang “Pandu” yang berguna bagi diri sendiri, masyarakat, dan bagi negara. Jika kita perhatikan banyak dari para pemimpin dan pelopor perubahan di negeri ini adalah para Pramuka saat mereka muda. Mereka tumbuh menjadi pribadi yang rendah hati, cerdas, memiliki kepekaan, sigap (prepared for unprepared), dan ugahari. Mereka mampu menjadi pemimpin bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat sekitar. Artinya, Pramuka mampu mengubah, menginspirasi, dan menjadi teladan dan panutan bagi orang lain.

Sikap mental dan nilai-nilai Pramuka yang diinspirasi dari sebuah buku buah pikir BP mampu mengubah dan menginspirasi jutaan orang, apalagi Alkitab.  Alkitab sebagai Firman Tuhan yang ditulis dalam rentang waktu berabad-abad terbukti hingga kini  mampu mengubah dan menginspirasi kurang lebih 2,3 milyar orang pada masa kini atau kurang lebih 31% penduduk dunia serta 24 juta warga negara Indonesia. Tentu saja ada banyak buku lain yang juga mampu mengubah karakter dan menginspirasi banyak orang juga. Namun Alkitab berbeda! Alkitab adalah Firman Tuhan! Panduan hidup orang percaya. Mari kita simak pidato perpisahan Yosua di penghujung hidupnya dalam Yosua 24:14-15, “Oleh sebab itu takutlah akan TUHAN dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia. Jauhkanlah allah yang kepadanya nenek moyangmu telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah kepada TUHAN. Tetapi jika kamu pikir tidak baik beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!” – Aku dan seisi rumahku akan selalu takut akan Tuhan dan menjadikan Alkitab sebagai panduan hidupku. Alkitab adalah panduku.

Pdt. Sri. Yuliana. M. Th