Arahkanlah Hatimu Kepada Dunia

Arahkanlah Hatimu Kepada Dunia

Sapaan LAI

Tahun 2013 saya mendapat kesempatan melayani di Republik Namibia, sebuah negara di Afrika bagian barat daya tepatnya di pesisir Atlantik. Negeri ini berbatasan dengan Angola dan Zambia di sebelah utara, Botswana di timur dan Afrika Selatan di selatan. 

Sesudah bertugas selama sepekan di Windhoek (Ibukota Namibia), saya diajak Pendeta Wilfried (Wakil Sekretaris Sinode "Evangelical Lutheran Church In The Republic of Namibia") untuk menghadiri peresmian satu Gereja di Walvis Bay, yang jaraknya sekitar 400 km.

Kami berangkat Sabtu sekira pukul 11.00 pagi dan mampir makan siang di pinggir kota Windhoek. Sambil makan siang dan menatap permukiman desa, saya mendapatkan penjelasan tentang Suku San atau Bushmen seperti yang ditampilkan dalam film The God Must Be Cracy (1980).

Bushmen (artinya "orang semak") atau Basarwa, adalah penduduk asli Namibia. Mereka terkenal lugu, tulus dan masih mempertahankan adat istiadatnya di tengah kehidupan modern, termasuk masih suka hidup berpindah-pindah.

Perjalanan berikutnya serasa sangat lancar. Karena jalanan begitu mulus, serba lurus, dan lengang. Pak Pendeta Wilfried bisa memacu mobilnya hingga 150 km/jam, apalagi saat melewati padang gurun sepanjang lebih dari 100 km. 

Sepanjang perjalanan di tengah padang gurun Namibia tak henti-hentinya saya mengarahkan pandangan ke segala arah. Indahnya padang pasir berwarna abu-abu dan coklat tua serta di kejauhan nampak gundukan batu besar menyerupai bukit berwarna merah diterpa terik matahari.

Sesudah padang gurun, kami melewati perkebunan yang sangat subur dan di tengah perkebunan ada museum Kereta api. Kami mampir sejenak di sana sambil menikmati nuansa "sejuk" sesudah teriknya gurun pasir.

Sesampainya di Walvis Bay, sebuah kota pinggir pantai, saya disuguhi pemandangan pantai yang begitu indah. Esoknya, di Gereja yang tak jauh dari pantai, suasananya sangat meriah dengan hadirnya ratusan jemaat yang mayoritas berseragam merah-hitam dan putih-putih. Barisan pemain terompet menambah kemeriahan acara.

Begitu menakjubkan keindahan satu negeri di benua Afrika yang berjarak 10 ribuan kilometer dari Jakarta. Di balik itu semua ternyata masih ada banyak persoalan kehidupan yang membutuhkan jalan keluar terbaik. Sebagai negeri yang baru merdeka tahun 1990, kesenjangan ekonomi begitu lebar. Pendidikan belum merata. Alkoholisme marak di masyarakat. Singkatnya pekerjaan rumah penguasa negeri Namibia masih sangat banyak.

Program dan produk LAI mengajak umat bukan hanya mengarahkan hati kepada Tuhan, tetapi juga kepada dunia di mana umat diutus. "Langit baru dan bumi baru" di mana ada syalom-damai sejahtera, menjadi visi bersama umat percaya untuk diwujudkan di bumi ini.

Untuk itu maka "mengarahkan hati kita kepada dunia" adalah suatu keniscayaan. Dengan demikian seluruh umat percaya akan bersama-sama bersinergi dalam karya menjadi berkat bagi semesta.

Salam Alkitab untuk Semua.

 

Dr. Sigit Triyono