BUKITPUN BERPINDAH KARENA DOA

BUKITPUN BERPINDAH KARENA DOA

 

Dalam perjalanan ziarah ke Tanah Terjanji, saat menelusuri situs-situs yang tercatat dalam Alkitab di Israel, Palestina, Mesir, serta Yunani hingga Turki, para peziarah akan menemukan satu situs di Mesir yang seringkali dikunjungi walaupun bukan situs yang tercatat di Alkitab. Situs ini adalah “Simon the Tanner Church” atau Gereja Simon si Penyamak Kulit. Nama Simon si Penyamak Kulit muncul beberapa kali di Alkitab, antara lain dalam Kisah Para Rasul pasal 9 dan 10. Namun Simon yang diabadikan sebagai nama gereja tersebut adalah Simon si Penyamak Kulit yang lain, yang hidup di abad X di Mesir.

 

Tercatat dalam catatan-catatan Gereja Koptik di Mesir maupun dalam catatan-catatan sejarah Islam di Timur Tengah bahwa pada masa itu, abad ke X, sering terjadi dialog antar agama-agama yang difasilitasi oleh pemerintah setempat. Nah! Ada dialog yang positif-kondusif saat itu berkembang menjadi suatu persoalan yang serius, yaitu menyangkut ayat Alkitab yang tertulis pada Injil Matius 17:20, “Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada gunung ini, ‘Pindah dari tempat ini ke sana’, maka gunung itu akan pindah dan takkan ada yang mustahil bagimu.” Dari diskusi ini, isu berkembang menjadi sebuah tuntutan pembuktian. Hal ini tentu menyusahkan hati Patriakh Abraam, pemimpin umat Kristen yang membawahi wilayah itu. Patriakh pun berdoa memohon petunjuk Tuhan atas persoalan pelik ini. Disepakati bahwa pembuktian iman yang mampu memindahkan gunung akan dilakukan di bukit Mokatam yang terletak di sebelah tenggara Cairo. 

 

Patriakh mengumpulkan para Uskup dan pemimpin umat lain di Gereja Gantung yang dipercaya sebagai situs tempat tinggal Keluarga Kudus selama mengungsi di Mesir dan menyerukan doa serta puasa kepada seluruh umat mengenai persoalan yang dihadapi. Sebagai jawaban atas doa dan puasa, Patriakh bermimpi bertemu Bunda Maria yang menyarankan untuk menemui seseorang di dekat jembatan besi. Patriakh bergegas menjumpai orang tersebut yang ternyata adalah seorang disabilitas netra (cacat mata) bernama Simon, seorang penyamak kulit yang sekaligus membuat dan menjual sepatu. Simon lalu menyampaikan petunjuk Tuhan apa yang harus dilakukan oleh Patriakh.

 

Pada hari pembuktian, saat fajar menyingsing, umat beserta para pimpinan umat, uskup, Patriakh, beserta Simon serta mereka yang menuntut pembuktian berkumpul. Patriakh melayankan misa, mengajak umat berdoa serta mengajak mereka bersama-sama menyerukan, “Kyrie eleison” (Tuhan Kasihanilah kami). Suasana begitu menggetarkan. Setelah umat menyerukan 400 kali “Kyrie Eleison”, 100 kali ke arah timur, 100 kali ke arah barat, 100 kali ke arah utara dan 100 ke arah selatan, terjadilah gempa bumi. Barangkali seperti gempa di Poso 2 tahun yang lalu. Terjadi “liquefaction” yang menurut terminologi geologi merupakan peristiwa melemahnya ikatan tanah akibat gempa bumi sehingga tanah bergerak seperti aliran air. Dapat kita saksikan di berbagai media, ada bangunan yang bergerak ratusan meter akibat fenomena ‘liquefaction’ tersebut. Dalam skala yang berbeda, pada abad X tersebut, orang menyaksikan Bukit Mokatam bergerak sejauh 3 mil (4.8 km) berpindah dari tempat semula mengikuti pergerakan tanah akibat ‘liquefaction’ tersebut. Mujizat terjadi! Bukit berpindah. Tempat dimana umat berkumpul, berdoa serta berseru, “Kyrie eleison” lalu diabadikan sebagai gereja. Terletak di sebuah ceruk gua dan nama Simon si Penyamak Kulit diabadikan sebagai nama gereja itu sekaligus sebagai penghormatan atas iman sebesar biji sesawi yang mampu meyakinkan Patriakh serta umat untuk berdoa bersama dan meyakini adanya pertolongan dan kuasa Tuhan.

 

Doa adalah bukti iman. Doa yang keluar dari iman yang kuat menjadikan segala sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Bahkan iman dari seorang yang memiliki keterbatasan fisik sekalipun mampu memindahkan gunung melalui kekuatan doanya. Hal kekuatan doa tercatat dalam berbagai narasi Alkitab seperti diceritakan dalam Kitab Ester, Hakim-Hakim, Raja-Raja, maupun kitab Nabi-Nabi. Sejarah Abad X mencatat peristiwa Bukit Mokatam, demikian juga sejarah abad XX mencatat berbagai pertolongan Tuhan terhadap umat yang berdoa. Anne Frank, Corrie Ten Boom, dan berbagai kisah mujizat lainnya.

 

Lembaga Alkitab Indonesia bersama umat selama setahun terakhir telah berdoa bagi bangsa ini melalui program Doa Bagi Bangsa, menyapa umat melalui Warta Sumber Hidup edisi Digital serta berbagai layanan digital/video interaktif dan bersama seluruh umat melalui masa-masa sulit Pandemi COVID-19. Bak Patriakh Abraam yang terus menyerukan doa dan puasa kepada umat untuk mendapatkan mujizat Allah atau Simon, seorang disabilitas netra, yang dipakai Tuhan sebagai jawaban atas persoalan yang dihadapi umat Kristen saat itu, demikian pula LAI terus menerus menyerukan supaya umat tidak kehilangan iman dan pengharapannya. Sebab tidak ada yang mustahil di tengah pergulatan hidup. Bukit seperti Mokatam pun dapat berpindah karena doa.

 

Tetaplah berdoa. Pertolongan dan pimpinan Tuhan masih terjadi hingga kini. Mujizat tidak hanya terjadi dalam peristiwa besar seperti berpindahnya Bukit Mokatam, namun terjadi pula dalam keseharian kita. Jika kita peka maka akan mengetahui mujizat-mujizat kecil dalam keseharian kita sebagai bukti pemeliharaan Tuhan atas hidup kita dan Tuhan yang menolong, Tuhan yang mengasihi kita.

 

Not by might, nor by power, 

but by my Spirit said the Lord

This mountain shall be removed

 

Sayup-sayup terdengar saat penulis menyelesaikan renungan ini. Terberkatilah mereka yang setia dan selalu berkomunikasi dengan-Nya melalui doa. 

 

Pdt. Sri Yuliana, M.Th.