Dina Mawarni: Aku Diraih dan Dipakai-Nya!

Dina Mawarni: Aku Diraih dan Dipakai-Nya!

 

John Stott dalam buknya The Living Church menulis bahwa ciri gereja yang hidup seperti dilukiskan oleh penulis Kisah Para Rasul adalah gereja yang belajar (Kis. 2:42). Kesetiaan kepada firman Allah adalah ciri utama gereja yang hidup dan autentik. Masalahnya menurut John Stott, banyak gereja masa kini lupa untuk membangunkan kecintaan warga gerejanya kepada Alkitab. yang Ini pula yang menjadi keprihatinan Dina Mawarni dan menggerakkannya untuk membangun Gerakan Cinta Alkitab di gerejanya, Gereja Kristen Indonesia (GKI) Layur, Jakarta. 

Dimulai di Gereja Toraja

Namun, permulaan semangat Gerakan Cinta Alkitab tersebut tidak dimulai dari GKI Layur.  Malah Gereja Toraja yang pada November 2011 mengundang Ibu Dina dan timnya (Pokja Bina GKI Layur) untuk memandu Lokakarya Pembacaan Kitab Suci bagi sekitar 100 orang pendeta Gereja Toraja di Makassar. Ibu Dina berpikir, tanpa tuntunan Roh Kudus dirinya tidak akan memiliki semangat dan keberanian berbagi pengalaman. “Bagi saya diundang hadir dalam acara tersebut merupakan sebuah kehormatan yang mengejutkan buat saya, karena saya sendiri bukan seorang teolog,”terangnya. 

Sebelum lokakarya berlangsung, pertanyaan yang muncul di benaknya adalah bagaimana menggerakkan para pendeta, agar memiliki ketekunan membaca Kitab Suci? “Kalau kita katakan  mereka jarang membaca Alkitab pasti mereka tersinggung.”

Yang dilakukan Ibu Dina dan tim dalam lokakarya waktu itu hanya membagikan pengalaman dan memberi sedikit dorongan. “Saya sampaikan kepada para peserta Lokakarya, saya pernah mencoba membaca Perjanjian Baru dari Matius sampai dengan Wahyu. Saya menghabiskan  waktu satu minggu untuk menyelesaikan Perjanjian Baru,”katanya. Setiap harinya ia mesti menyediakan waktu lima jam per hari membaca Alkitab. 

Ketika para pendeta tersebut mendengar waktu yang ia habiskan setiap hari dalam membaca Alkitab, mereka tampak terkejut. Mereka tidak terlihat antusias. Ibu Dina pun memahami kegiatan pelayanan seorang pendeta cukup padat, akan sulit bagi mereka menyisihkan lima jam per hari untuk membaca Alkitab. Kemudian saya coba dorong dengan cara yang tidak membebani,” Bagaimana kalau dalam satu minggu mereka menyisihkan waktu 5 jam untuk membaca Perjanjian Baru?" Sehingga paling tidak dalam 5 minggu Perjanjian Baru akan selesai dibaca. Namun, menyediakan satu jam per hari secara disiplin membaca Kitab Suci pun para peserta merasa keberatan. 

Ibu Dina tidak kehilangan akal. “Saya kembali lagi memberikan masukan. Jangan dibuat sebagai beban. Tapi cobalah Bapak dan Ibu membaca Alkitab 15 menit setelah bangun tidur, nanti agak siang 15 menit, sore hari 15 menit dan malam sediakan waktu 15 menit. Tentu tidak akan terasa berat.”

Ia berharap dalam diri peserta tumbuh kerinduan untuk paling tidak sekali saja tuntas membaca Alkitab dari awal hingga akhir secara menyeluruh. Malam itu Ibu Dina merasa para peserta lokakarya menolak saran dan masukan darinya. 

“Saya baru menyadari, ternyata tidak mudah menggerakkan orang untuk tekun membaca Kitab Suci. Meskipun mereka adalah  para hamba Tuhan,”kenangnya.  Maka malam itu  tim hanya bisa berserah kepada Tuhan, memohon pertolongan Roh Kudus. 

Anehnya, keesokan paginya, dalam diri para peserta tiba-tiba muncul kerinduan untuk membaca Kitab Suci secara runtut dari awal hingga akhir. “Kita tidak mungkin mengajarkan orang untuk mencintai Kitab Suci, jika kita sendiri tidak lebih dahulu mencintainya,”kata salah seorang dari mereka.

Maka 100 Pendeta dari Sinode Gereja Toraja inilah yang kemudian menggerakkan warga Gereja Toraja belajar mencintai Kitab Suci. Di berbagai jemaat Gereja Toraja tumbuh Gerakan Cinta Alkitab. 

Program GEMASS

Dari situ mulai muncul kerinduan di hati IbuDina. Di gereja orang lain ia membantu tumbuhnya Gerakan Cinta Alkitab. Mengapa program tersebut malah belum diselenggarakan di gerejanya sendiri? Maka ia dan rekan-rekan dari Pokja Bina GKI Layur mulai mendoakan agar di GKI Layur pun bisa muncul Gerakan Mencintai Kitab Suci.

Akhirnya Januari 2013, majelis GKI Layur mengizinkan ujicoba program tersebut. Persiapannya telah dilakukan mulai November 2012. Awalnya ketika ditawarkan kepada warga ajakan membaca Alkitab satu jam per hari, penolakan dari warga jemaat cukup tinggi. Bahkan tim sempat gentar juga menghadapi penolakan warga. “Apakah program ini akan mungkin dilakukan di GKI Layur?”

Akhirnya tim mencoba memulai program dengan Gerakan tuntas membaca Alkitab satu tahun. Dengan jadwal satu tahun tuntas membaca Alkitab ternyata warga GKI Layur setiap harinya hanya memerlukan waktu 15 menit baca Alkitab. Kali ini warga jemaat tampaknya mulai bisa menerima. Bagi mereka waktu 15 menit mungkin tidak terlalu memberatkan. Program tersebut dinamakan: Gerakan Membaca Alkitab Selesai Setahun dan disingkat GEMASS

Sebagai langkah awal, tim tidak hanya melempar jadwal dan membiarkan warga berjalan sendiri membaca Alkitabnya. Tim menyampaikan berbagai promo agar umat tertarik mengikuti gerakan ini. Tim mengunggah video-video promo yang membandingkan berapa waktu yang diperlukan seseorang sehari untuk mandi, makan, nonton TV dan sebagainya. “Lima belas menit membaca Alkitab sesungguhnya waktu yang singkat, bahkan jika dibandingkan dengan waktu mandi kita.” Jadi sebelum melakukan gerakan bersama, warga jemaat dipersiapkan terlebih dahulu hatinya, agar nantinya dapat menjalankan dengan penuh sukacita. 

Banyak warga mulai tertarik untuk mengikuti kegiatan bersama ini. Semakin menarik karena pihak gereja menjanjikan hadiah khusus bagi sepuluh peserta yang paling menyelesaikan pembacaan Alkitabnya. 

Program GEMASS, mulanya ditujukan untuk warga dewasa di jemaat GKJ Layur. Pendukung utama gerakan ini walnya adalah warga dewasa yang sudah tua (usia lanjut). Mereka merasa sangat bersyukur ada yang membuat jadwal, membimbing dan mengingatkan mereka untuk membaca Alkitab. 

Peluncuran program GEMASS ditandai dengan sebuah ibadah khusus. Setiap warga jemaat yang ikut menandatangani stiker komitmen. Stiker tersebut ditempelkan di spanduk yang besar dan akan dipasang di samping gereja selama satu tahun. Stiker tersebut akan mengingatkan komitmen setiap peserta program tiap kali memasuki ruang.

Agar program dapat berjalan dengan baik, Pokja Bina setiap hari mengingatkan umat melalui pesan Whatsapp. Bahkan ketika dimulai di 2013, pesan masih dikirimkan lewat SMS. Setiap hari Ibu Dina dan tim mengingatkan lebih dari 300 warga lewat pesan SMS agar tidak lupa membaca Kitab Suci. Selain mengirimkan daftar bacaan, tim juga menyampaikan kesimpulan renungan dan ayat pegangan hari ini berdasarkan perikop-perikop yang telah kita baca. Pesan diakhiri dengan doa. “Kami berusaha mengirim pesan sepadat dan sesingkat mungkin karena di zaman SMS (sebelum Android), karakter maksimal yang bisa terkirim terbatas, maksimal 160 karakter,”jelasnya. 

Dalam kesibukan pelayanan, Ibu Dina merasa bersyukur ketika saya menjalani pelayanan ini, suami dan anak-anaknya terus memberikan dukungan. Anak-anak merasa bangga ibunya belajar mencintai firman Tuhan bukan hanya untuk dirinya sendiri melainkan berbagi dan mengajak orang-orang lain memiliki kerinduan yang sama. “Keluarga adalah pendorong utama pelayanan saya,”katanya. 

Setiap hari Ibu Dina menghabiskan waktu lebih dari satu jam hanya untuk mengirimkan SMS kepada warga peserta GEMASS. Makin lama ia menyadari. Sungguh penting ada orang yang dapat dijadikan teladan dalam semangat membaca Alkitab. “Banyak warga tergerak dan merasa terpacu ketika melihat komitmen kita untuk terus mengingatkan mereka,”terangnya.

Setiap hari sekitar pukul 12 malam Ibu Dina mengirim pesan kepada semua anggota grup. Ia tidak pernah merasa jenuh, karena ia memandang membaca Kitab Suci merupakan kunci utama pertumbuhan iman. Menurut Ibu Dina melalui pembacaan Kitab Suci kita diajak mengetahui hati dan kehendak Tuhan. 

“Kalau kita tidak menyediakan waktu khusus untuk membaca Kitab Suci sesungguhnya kita berbohong mengatakan diri kita mengenal Tuhan dan mencintai Tuhan,”terangnya.  Bagi Ibu Dina Alkitab adalah dasar utama gereja, karena melalui Alkitab umat percaya mengenal Yesus Kristus Juruselamat kita. “Kalau warga jemaat tidak mencintai firman Tuhan mau dibawa ke manakah gereja kita?”

Pada akhir 2013, dari 300 warga yang mendaftar ada 100 warga yang selesai membaca Kitab Suci. Meskipun masih ada sekitar 200 orang yang tidak tuntas membaca Alkitab, prestasi ini tetap disyukuri. “Yang tidak tamat pun kita hargai. Karena paling tidak mereka sudah memulai berusaha,”kata Ibu Dina.  Pada tahun berikutnya ketika program tersebut diulang kembali, mereka yang belum selesai bisa menuntaskan hutang komitmennya. Menurut Ibu Dina, tidak menjadi menjadi masalah jika warga menyelesaikan pembacaan Alkitab dalam dua atau tiga tahun. Yang utama menurutnya, adanya hati yang tergerak untuk membaca Kitab Suci. Tim Pokja Bina GKI Layur berusaha memahami kesibukan sehari-hari tiap peserta program GEMASS, namun para peserta tetap didorong untuk belajar berkomitmen. 

Setelah Tujuh Tahun

Setelah program GEMASS berjalan lebih dari tujuh tahun, mungkin di GKI Layur sendiri ada warga yang telah selesai tuntas membaca Alkitab 5-6 kali. Bahkan ada beberapa oma (kaum lansia) yang dalam setahun bisa menuntaskan pembacaan Alkitab hingga dua kali. Akhirnya, bukan hanya warga dewasa dan para lansia, pemuda dan remaja pun tertarik untuk mendaftar program GEMASS. Sekarang ini membaca Alkitab sudah mulai menjadi bagian keseharian yang tidak terpisahkan dari kehidupan warga jemaat GKI Layur. 

Bagi gereja, kebiasaan umat untuk tekun belajar dan membaca Alkitab memberi manfaat tersendiri. Kini GKI Layur boleh disebut tidak kesulitan mencari kader pelayanan yang siap memberikan pikiran, hati dan tenaga mereka untuk Tuhan. Ibu Dina sendiri melihat para anggota majelis gereja dari generasi sekarang rata-rata memiliki kerohanian yang lebih dewasa. Keputusan-keputusan yang diambil terlihat senantiasa mengutamakan kehendak Tuhan. 

Program GEMASS Anak

Pada 2016 Program GEMASS yang tadiya hanya ditujukan kepada warga jemaat dewasa, dicoba untuk diterapkan kepada anak-anak Sekolah Minggu. Dasar pemikirannya adalah, melayani warga dewasa yang sebelumnya tidak terbiasa membaca Alkitab cukup menyita energi. Akan lebih baik, jika budaya mencintai Alkitab ditanamkan sejak dini. Dari mulai usia anak-anak. Sehingga ketika mereka dewasa sudah memiliki kecintaan membaca Kitab Suci. Maka Tim Pokja Bina GKI Layur mulai menjalin kerja sama dengan Komisi Sekolah Minggu untuk mempersiapkan Program  GEMASS Anak. 

“Sebagai sebuah program ujicoba kami belum tahu nantinya bagaimana reaksi orang tua,”terang Ibu Dina. “Sebagai langkah awal kami mengajak anak-anak Sekolah Minggu untuk membaca Perjanjian Baru dari Alkitab versi standar,”lanjutnya. Untuk menanggapi pertanyaan-pertanyaan anak yang sulit dan kadang tidak terduga, orang tua bisa menyampaikannya di WA grup kepada para pendeta, guru-guru Sekolah Minggu ataupun anggota Pokja Bina yang ada di WA Grup tersebut. Dalam pelaksanaannya tim menyadari bahwa ternyata orang tua seringkali tidak siap menjawab pertanyaan anak-anak yang sering tidak terduga dan muncul dari pikiran mereka yang polos. Anak-anak sendiri ternyata tidak kesulitan dalam membangun komitmen membaca Alkitab. Mereka malah merasa senang. 

Setelah Perjanjian Baru selesai dibaca, anak-anak Sekolah Minggu meminta untuk lanjut membaca Perjanjian Lama. Banyak orang tua menolak, karena isi Perjanjian Lama tidak selalu mudah dipahami, seperti ada kisah-kisah tentang kekerasan, perzinahan, perbudakan dan lain sebagainya. 

Bersyukur ada seorang Guru Sekolah Minggu GKI Layur yang memiliki pengalaman luas dan suka membaca. Beliau menemukan Kabar Baik untuk Anak (KBUA) terbitan LAI yang agaknya cocok untuk menjadi bacaan anak-anak Sekolah Minggu. 

Tidak serta merta bahan tersebut langsung dipergunakan, namun tim melihat dan mempelajarinya terlebih dahulu. Bahkan tim meminta masukan dari berbagai pihak seperti: majelis, pendeta hingga ahli teologi terkait KBUA tersebut. Akhirnya program GEMASS anak dengan menggunakan materi KBUA resmi dimulai awal 2017. Peserta awalnya sekitar 50-an anak. 

Seperti halnya untuk warga dewasa, tiap hari Tim Pokja Bina mengirimkan daftar bacaan, renungan anak dan ditutup dengan doa. Bahkan tidak jarang, tim mengirimkan berbagai video-video pendukung agar anak lebih mudah memahami bacaannya. 

Bermula dari GKI Layur, program GEMASS ini kemudian menular ke berbagai jemaat lainnya, baik GKI, GKY bahkan GSJA. Mereka ikut memakai panduan dan bahan-bahan bacaan yang kita kirimkan. Sebagai catatan, GKI Layur untuk saat ini sudah mencantumkan daftar bacaan Program GEMASS dalam aplikasi SABDA. Sehingga siapa pun bisa memanfaatkannya. Pelayanan yang dijalani dengan penuh kesabaran tersebut kini telah banyak menghasilkan buah yang manfaatnya dirasa meluas melintasi tembok-tembok gereja. 

Sang Penggerak

Sang penggerak, Ibu Dina Mawarni sebenarnya bukan asli orang Jakarta. Dirinya mengaku sebagai seorang Melayu kelahiran Medan, Sumatera Utara. Ibu Dina mengaku mulai tertarik membaca Alkitab ketika dirinya menginjak usia 23 tahun, ketika duduk di bangku kuliah di sebuah perguruan tinggi negeri di Medan. Itulah tahun-tahun awal ia mengenal Yesus Kristus yang nantinya menjadi Tuhan dan Juruselamatnya. 

Awalnya adalah pertemuan saya dengan kekasih hati yang kini menjadi suaminya (Pak Damanik). Dalam sebuah diskusi sang kekasih hati memberikan petikan ayat Yohanes 14:6: Akulah Jalan dan Kebenaran dan Hidup…. Petikan itu membuat hatinya marah. Menurutnya, siapakah Yesus itu sehingga berani sekali berkata bahwa Ia adalah satu-satunya jalan keselamatan. Dalam pemahaman Dina, Yesus hanyalah seorang nabi. 

Karena rasa penasaran, Dina memutuskan membaca dan mencari tahu siapa Yesus Kristus sesungguhnya. Ia pun mencari dari berbagai sumber bacaan. Diam-diam ia berusaha menemukan jawabannya sendiri. Bahkan tanpa bimbingan dan sepengetahuan kekasih hatinya. Dari kecil Dina memang sudah memiliki hobi membaca. 

Meskipun dengan berbagai keterbatasan, agaknya Tuhan memberikan berbagai petunjuk bagi Dina. Masa-masa itu merupakan pengalaman yang tidak mudah baginya. Tidak mudah pula untuk di ceritakan karena akan menyinggung banyak orang. Tapi intinya Dina semakin hari semakin meyakini bahwa Tuhan Yesus adalah jawaban yang telah lama ia cari. 

Setelah merasa cukup mantab untuk memutuskan pilihan imannya, Dina menuju Kota Pematang Siantar. Di sana ia menerima katekisasi singkat dari pendeta GPIB Pematang Siantar. Setelahnya ia memberi diri dibaptis. Tidak menunggu lama dirinya memutuskan untuk menikah dengan kekasih hatinya. Dan kemudian kembali ke Medan untuk menyelesaikan bangku kuliah. 

Selesai menuntaskan kuliah, Ibu Dina dan suami memutuskan untuk merantau ke Jakarta. Dari awal tinggal di Jakarta beliau langsung berjemaat di GKI Layur. Sebagai orang yang lahir dan besar di kalangan muslim, sedari kecil Ibu Dina dididik untuk tekun membaca Kitab Suci. Baginya, Kitab Suci adalah buku yang layak mendapatkan penghormatan yang tinggi, karena dari sanalah sumber pengajaran Tuhan berasal. 

Maka dirinya sempat heran. Selepas ia menerima baptisan pada 1988, ia sering bertanya di dalam hatinya. Mengapa banyak orang Kristen yang tidak menghormati dan menghargai Alkitabnya? Mereka memiliki Kitab Suci yang benar, namun mengapa Kitab Sucinya ini tidak ditanggapi dan dihormati dengan benar? Bagi Ibu Dina, seorang yang mengikut dan mencintai Tuhan pasti akan mencintai Kitab Suci-Nya. 

Kehidupan di Jakarta

Di Jakarta, sebagai orang Kristen baru Ibu Dina sering merasa aneh. “Dahulu saya begitu mencintai Kitab Suci agama saya dahulu. Saya sangat menghormatinya. Namun, saya menemukan banyak orang Kristen yang kurang menghargai Kitab Sucinya,”terangnya. 

“Jika ditanyakan kebiasaannya membaca Alkitab, banyak orang Kristen berkata:Itu urusan saya pribadi dengan Tuhan. Sementara yang lainnya mengatakan: Saya membaca Alkitab tidak harus semuanya. Saya baca hanya yang perlu.” 

Lebih parah lagi menurut Ibu Dina, banyak orang Kristen yang sudah puas dengan menyadari bahwa sedari lahir mereka sudah menjadi seorang Kristen. Situasi ini sering membuatnya sedih. “Saya memiliki anak-anak yang perlu ditolong agar terbiasa membaca dan mencintai  Kitab Sucinya. Namun teladan di sekitar mereka ternyata tidak banyak. Saya sendiri merasa tidak punya dasar kekristenan yang kuat,”kenangnya mengingat masa-masa awal menjadi seorang Kristen. 

“Berbeda sekali dengan pengalaman saya sebelum mengikut Kristus yang ditekankan untuk rajin dan tekun membaca Kitab Suci sampai usia tertentu. Setiap hari kami dibimbing sekian jam dalam pengajaran Kitab Suci,”lanjutnya. 

Anak-anak keluarga Kristen biasanya hanya membaca Kitab Suci pada saat Sekolah Minggu (seminggu sekali). Akhirnya Ibu Dina menyimpulkan, bagi banyak keluarga Kristen Firman Tuhan bukan menjadi hal yang utama.

“Jangankan di keluarga yang jauh. Pada masa-masa awal pernikahan, ketika saya mengingatkan suami atau keluarga besar suami saya agar rajin membaca Alkitab mereka seperti merasa tidak nyaman,”ujarnya sambil tertawa. Akhirnya Ibu Dina menyadari bahwa untuk menanamkan kecintaan firman Tuhan di tengah keluarga, terutama di mata anak-anak ia harus menjadi teladan buat mereka. 

“Pelan-pelan melihat keteladanan kami, keluarga besar pun mulai menyadari bahwa mengikut Kristus tidak bisa setengah-setengah. Mereka perlu mengubah kehidupan mereka yang lama menjadi baru. Diawali dengan mencintai Kitab Suci,”terangnya. 

Hingga hari ini Ibu Dina selalu ingat petikan ayat Alkitab yang ia terima ketika dibaptis, “Bukan kamu yang memilih Aku, melainkan Aku yang telah memilih kamu (Yoh. 15:16) .” Ia merasa dirinya adalah sampah yang tidak berharga namun telah Tuhan pilih menjadi anak-Nya dan bahkan alat yang berguna di tangan Tuhan.  

Itulah jawaban Tuhan atas  pergumulan dan pencariannya yang tekun akan sosok Allah yang sejati. Bu Dina menyadari dalam keterbatasan kemanusiaannya ia bisa saja salah memilih. Namun, ia yakin Allah yang Mahasempurna tidak pernah salah pilih.  

“Ketika memutuskan mengikut Kristus, saya seperti ditantang untuk meninggalkan segala yang saya miliki sebelumnya. Saya harus berani menyandarkan diri hanya kepada-Nya,”tegasnya. Dari awal mengikut Tuhan ia senantiasa mengingat bahwa hidup seorang Kristen haruslah memberi buah. 

“Ketika saya menerima Kristus pertama kali, saya terus bertanya di dalam hati apa yang dimaksud dengan berbuah tersebut. Akhirnya saya menyadari, bahwa sebagai murid Kristus apa pun posisinya, kita diajak untuk berbagi Kabar Baik dan memuridkan seluruh bangsa (Matius 28).”

Sekiranya diberi usia yang panjang, Ibu Dina akan terus melakukan pelayanan yang hingga saat ini jalani. Ia rindu membagikan semangat mencintai Kitab Suci ini kepada setiap orang, agar mereka juga bisa meneruskannya kepada suami, istri, anak-anaknya dan orang-orang sekitar mereka tentang kebenaran Firman Tuhan yang memberi hidup. 

“Kita mesti bersyukur di masa pandemi  ada lebih banyak waktu bersama keluarga. Inilah saatnya kita menanamkan kebenaran dan kecintaan pada Firman Tuhan. Tidak harus jauh-jauh mulailah dari keluarga kita. Ini yang terus menerus menjadi doa saya, yaitu orang-orang yang berani bayar harga, yang di masa pandemi ini memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya untuk berbagi dan mengajarkan Kitab Suci. Ini adalah hal terbaik yang dapat kita wariskan kepada generasi mendatang,”pungkasnya.