Dirgahayu Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia yang ke-73

Dirgahayu Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia yang ke-73

 

Hari ini, 25 Mei 2023, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), wadah oikumene gereja-gereja di Indonesia genap berusia 73 tahun. PGI berdiri pada 25 Mei 1950 dengan anggota awal 29 gereja. Berdasarkan Buku Almanak Kristen Indonesia (BAKI) edisi 2022, PGI kini telah memiliki 91 anggota dan memiliki 28 PGIW (PGI Wilayah). 

Mengutip informasi dari websitenya, PGI memiliki visi: Gereja-Gereja di Indonesia yang Oikoumenis dan Transformatif”. Tujuan PGI adalah mewujudkan Gereja Kristen yang Esa di Indonesia (Tata Dasar PGI Bab II, pasal 4). Sementara misi PGI sebagai berikut: 

  1. Mengembangkan dialog teologis dan formasi oikoumenis berwawasan kebangsaan dalam
    aksi bersama gereja gereja di tingkat lokal. 
  2. Menatakembangkan potensi gereja-gereja dalam menghadapi tantangan
    revolusi teknologi dan media sosial. 
  3. Menatalayani keadilan sosial dan ekologi, kemandirian ekonomi serta kesadaran politik,
    hukum dan Hak Asasi Manusia bagi gereja dan masyarakat, khususnya kepada kelompok rentan. 
  4. Mengembangkan pelayanan kelembagaan dan kinerja struktural PGI.

Berikut sekilas awal mula berdirinya Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI) yang nantinya kemudian berubah nama menjadi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).

Persiapan pembentukan DGI 

Pada tahun 1945 Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya dan memisahkan diri dari Belanda. Semangat dan suasana kemerdekaan itu menjiwai juga gereja-gereja Kristen di Indonesia yang kebanyakan didirikan oleh gereja atau Badan Zending Belanda. Mereka menghadapi suasana baru dan harus mulai membuat sebuah orientasi baru. Pada 10-20 Agustus 1946 berlangsung konferensi misi di Jakarta yang diselenggarakan oleh Zendingsconsulaat, badan misi gereja-gereja Protestan. Konferensi ini membahas dua topik utama. Pertama, tempat dan tugas misi dan para misionaris dalam Negara Indonesia Merdeka. Kedua, rencana untuk membentuk suatu badan oikumene di antara gereja-gereja di Indonesia. 

Awalnya usulannya adalah membentuk Balai Kristen, di mana di dalamnya bergabung Gereja-gereja Indonesia dan Gereja-gereja dari luar negeri yang menjalankan tugas evangelisasi di Indonesia. Balai Kristen ini nantinya akan memiliki sekretariat yang akan mengkoordinasikan kerja sama di antara gereja-gereja tersebut. 

Konferensi yang berlangsung 10 hari tersebut masih berupa saling curah pendapat, dan beberapa usulan proposal tanpa mengambil keputusan konkrit yang mengikat. Kesimpulan dari konferensi di Jakarta tersebut sebagai berikut:

  1. Kerja sama oikumene di antara gereja-gereja di Indonesia yang sudah dilakukan sebelum Perang Dunia II hendaknya dilanjutkan dan diperluas. 
  2. Tujuan dari kerja sama oikumene ini adalah pembentukan suatu Gereja esa di Indonesia.
  3. Dewan Gereja di Indonesia dimaksudkan sebagai suatu badan kerja sama antara Gereja-gereja di Indonesia dan Gereja-gereja pengirim misionaris di Eropa dengan tujuan untuk mengintensifkan komunikasi oikumene dan kerja sama antara gereja-gereja. 
  4. Karena situasi politik yang mempersulit pertemuan gereja-gereja dan Badan Zending nasional, maka agar gereja-gereja dan bakal gereja-gereja di wilayah tertentu sedapat mungkin membentuk dewan gereja regional atau provincial untuk melakukan dan mendukung tugas bersama. 

Maka, pada bulan Maret 1947, di bagian timur Indonesia, 54 utusan dari 16 gereja dan beberapa badan zending bertemu di Malino, dekat Makassar dan membentuk Madjelis Oesaha Bersama Geredja-geredja Keristen, jang berpoesat di Makassar, yang biasa disingkat Madjelis Keristen. Visi utama mereka adalah merintis jalan, agar bisa terbentuk satu Geredja Kristen Esa di Indonesia. Satu keputusan penting lainnya dari pertemuan di Malino tersebut adalah terbentuknya Sekolah Tinggi Theologia Indonesia Timoer di Makassar. Terpilih sebagai ketua Madjelis Keristen Indonesia Timoer adalah Ds. S. Marantika dan sebagai Sekretaris dijabat oleh Ds. W.J. Rumambi. Marantika dan Rumambi adalah teman satu angkatan di HTS Bogor/Jakarta (nantinya menjadi STT Jakarta). Mereka berdua nantinya juga akan berperan penting dalam pembentukan DGI. 

Juga di Yogyakarta dan pelbagai tempat lain di Indonesia dibuat pertemuan dan konferensi untuk mempromosikan kerja sama antara Gereja-gereja di Indonesia dan merintis jalan bagi terbentuknya satu Dewan Gereja-gereja di Indonesia. 

Pada November 1949, diadakan sebuah konferensi lanjutan bagi pembentukan Dewan Gereja-gereja di Indonesia. Dalam konferensi itu hadir juga beberapa utusan yang turut serta dalam Konferensi di Amsterdam, saat Dewan Gereja Sedunia didirikan, dan mereka membawa sejumlah ide dan anjuran dari sana yang bisa membantu proses pembentukan suatu dewan sejenis pada level nasional di Indonesia. 

Konferensi persiapan itu menegaskan bahwa gerakan oikumene di Indonesia tidak terutama dimotivasi oleh nasionalisme-meskipun nasionalisme dan semangat kemerdekaan juga memainkan peran- sebaliknya gerakan oikumene itu hidup dari kesadaran akan kesatuan kristiani sebagai Tubuh Kristus. Konferensi persiapan juga menyepakati bahwa tujuan utama dari pembentukan Dewan Gereja adalah satu Gereja Kristen yang Esa di Indonesia. Tetapi semua peserta konferensi juga menyadari bahwa kesatuan antara gereja tidak bisa dicapai dengan suatu atau sejumlah konferensi, tetapi mesti diusahakan oleh orang-orang Kristen yang bergabung dalam jemaat-jemaat, oleh seluruh umat Allah. 

Berdirinya DGI

Konferensi yang mendirikan Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI) diadakan di Kampus Sekolah Tinggi Teologia antara 23-28 Mei 1950. Satu topik yang hangat didiskusikan adalah keanggotaan Dewan Gereja,  apakah hanya Gereja atau juga termasuk Badan Zending. Akhirnya disepakati bahwa anggota Dewan Gereja nantinya hanyalah gereja-gereja Indonesia. Zendingsconsulaat akan dibubarkan dan tugasnya dalam hubungan dengan pemerintah akan diambil alih oleh DGI. Juga ditegaskan bahwa tugas evangelisasi  yang selama ini ditangani oleh sejumlah Badan Zending pada dasarnya adalah tugas gereja. 

Para utusan dari 27 gereja menyatakan pembentukan DGI melalui pengumuman atau pernyataan bersama pembentukan DGI sebagai berikut:

Kami anggota-anggota Konferensi Pembentoekan Dewan Geredja-geredja di Indonesia, mengomoemkan dengan ini, bahwa sekarang Dewan Geredja-geredja di Indonesia telah diperdirikan, sebagai tempat permoesjawaratan dan oesaha bersama dari Geredja-geredja di Indonesia, seperti termaktoeb dalam Anggaran Dasar Dewan Geredja-geredja di Indonesia, jang soedah ditetapkan oleh Sidang pada 25 Mei 1950. 

Kami pertjaja, bahwa Dewan Geredja-geredja di Indonesia adalah karoenia Allah bagi kami di Indonesia sebagai soeatoe tanda keesaan Kristen jang benar menoedjoe pada pembentoekan satoe Geredja di Indonesia menoeroet amanat Jesoes Kristoes, Toehan dan Kepala Geredja, kepada oematNja, oentoek kemoeliaan nama Toehan dalam doenia ini. 

Pada kesempatan itu dibentuk juga “Majelis Pekerja Harian” dan Todung Sutan Gunung Mulia diangkat sebagai Ketua Umum DGI yang pertama dan Pdt. W.J. Rumambi sebagai Sekretaris Umum DGI yang pertama. 

Dalam Sidang Raya X DGI di Ambon pada 1984 diputuskan perubahan nama dari Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI) menjadi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). Pergantian itu mengandung perubahan makna. Persekutuan adalah bahasa/istilah Alkitab, yang menyentuh segi eksistensial, internal dan spiritual dari kebersamaan umat kristiani. Dengan menggunakan kata “persekutuan” gereja-gereja Indonesia mengedepankan keterikatan secara batin antar Gereja-gereja anggotanya. Pada Sidang Raya di Ambon selain perubahan nama juga diterima Lima Dokumen Keesaan Gereja, yang terdiri dari:

  1. Pokok-pokok tugas panggilan bersama
  2. Pemahaman bersama iman Kristen
  3. Piagam saling mengakui dan saling menerima
  4. Tata Dasar Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia
  5. Menuju Kemandirian Teologi, Daya dan Dana. 

 

PGI 73 Tahun

 

Tahun 2023 ini PGI memasuki usia 73 tahun. Beriringan dengan hari ulang tahun PGI, gereja-gereja di Indonesia merayakan Bulan Oikumene, bulan ketika gereja-gereja di Indonesia, khususnya gereja-gereja anggota PGI merayakan kebersamaan, kesehatian dan mengingat doa Tuhan Yesus: Ut Omnes Unum Sint,  supaya mereka semua menjadi satu (Yoh. 17:21). 

Dalam Bulan Oikoumene (Mei) ini, PGI kembali mengeluarkan Pesan Bulan Oikoumene kepada Gereja-gereja di seluruh Indonesia. Pesan Bulan Oikoumene 2023 mengusung tema “Kasih Kristus Menggerakkan Dunia Menuju Rekonsiliasi dan Persatuan (Bdk. 2 Korintus 5:14-21), mengikuti tema Sidang Raya Dewan Gereja Dunia 2022 di Karlsruhe.

Tema tersebut dilandaskan kepada teks 2 Korintus 5:14 yang bicara mengenai kasih Allah dalam Trinitas yang menguasai orang percaya untuk bergerak ke luar dan menawarkan kasih kepada yang lain. Kasih Kristus, yaitu Allah yang berinkarnasi menjadi manusia, diberikan tidak hanya untuk golongan tertentu, melainkan untuk semua ciptaan (bdk. Kol. 2:9).

Melalui kasih dan pengorbanan Kristus, Allah mendamaikan diri-Nya dengan dunia (2 Kor. 5:19). Kristus tergerak oleh belas kasih dalam karya-Nya di berbagai kota dan sinagoge yang dikunjunginya (bdk. Mat. 9:35-36). Sebagai tubuh Kristus, Gereja diutus untuk menyatakan Misi Allah melalui karya kesaksian, karya persekutuan yang penuh kasih, serta karya pelayanan kepada yang membutuhkan, dalam doa bagi semua makhluk.

Dalam pesan tersebut disampaikan bahwa pada tahun 2023 ini, kita masih menghadapi berbagai tantangan yang meminta Gereja untuk bergerak dalam belas kasih seperti Kristus untuk melayani seluruh makhluk, sambil terus menguatkan pesan persatuan di antara tubuh Kristus. Kasih Kristus yang menguasai umat menggerakkan kita untuk membawa harapan bagi mereka yang mencari keadilan, yang terpinggirkan, ciptaan yang tidak bisa membela dirinya dari aksi serakah manusia yang merusak habitat alaminya. Kasih yang awalnya memampukan dan menopang, kemudian menuntut respons dan pengorbanan.

 

Sumber pustaka

Gerakan Ekumene, Suatu Panduan. Georg Kirchberger. Penerbit Ledalero. 2010.

Ds. W.J. Rumambi, Setelah Fajar Merekah. Tim Editor. Pustaka Sinar Harapan. 1994. 

Website PGI: pgi.or.id