Doa: Relasi kepada Allah

Doa: Relasi kepada Allah

 

Doa adalah sebuah komunikasi yang terjalin karena relasi dengan Allah. Di dalam Alkitab terdapat rujukan tentang orang-orang yang berdoa dan doa-doa yang dicatat; beberapa diantaranya ada yang pendek, tetapi ada juga yang panjang. Ada hal mendasar yang menjadi keyakinan bagi orang-orang yang berdoa, yaitu keyakinan bahwa Allah mendengar dan menjawab ketika berdoa kepada-Nya.

Pada zaman Perjanjian Lama doa adalah menyerukan nama Tuhan (Kej. 4:26; 12:8; 21:33), yakni Nama yang Mahakudus itu disebut dalam doa atau permohonan. Doa juga dihubungkan erat dengan persembahan kurban (Kej. 13:4; 26:25; 28:20-22). Persembahan doa dalam hubungan kurban ini memberi kesan adanya kesatuan antara kehendak manusia dan kehendak Allah, suatu penyerahan dan penaklukan diri manusia kepada Allah. Hal ini terjadi pada doa Yakub yang dikaitkan dengan janjinya kepada Allah. Janji itu yang pada dirinya adalah suatu doa, menjanjikan pelayanan dan kesetiaan jika berkat yang dicari itu diberikan (Kej. 28:20).

Terdapat beberapa ragam doa di Perjanjian Lama, mulai dari doa-doa individual untuk kebutuhan pribadi, hingga doa-doa para nabi dan raja untuk kebutuhan bangsa. Selain itu terdapat juga doa-doa sebagai wujud ucapan syukur, penyembahan, atau mengingat campur tangan Allah di masa lalu. Doa-doa yang spontan dan juga doa-doa formal untuk peristiwa-peristiwa tertentu dicatat di dalam Alkitab, dan doa-doa seperti ini banyak ditemukan di kitab Mazmur.

Di dalam Perjanjian Baru mencatat ajaran Yesus tentang doa, secara asasi diuraikan dalam perumpamaan-perumpamaan-Nya yang tertentu. Dalam perumpamaan mengenai teman meminjam tiga potong roti tengah malam (Luk. 11:5-8), Yesus menekankan keadaan keterdesakkan dan kesungguhan dalam doa. Dan dasar yang diatasnya hal ini dibangun adalah kebaikan Allah (Mat. 7:7-11). Doa memiliki tempat yang khusus dalam kehidupan Yesus. Ia melakukan hal-hal yang diperlukan agar Ia dapat menyediakan  waktu berkomunikasi  dengan Bapa-Nya, baik dengan cara bangun sangat pagi (Mrk. 1:35), berjaga hingga larut malam (Mrk. 14:32-42), maupun memisahkan diri dari kerumunan orang banyak (Mrk. 6:45-46). Bagi Yesus, doa adalah sesederhana ia berbicara kepada Bapa-Nya. Ia mendorong setiap orang untuk berdoa secara sederhana (Mat. 6:5-8), dengan iman (Mat. 7:7-11), dan dengan gigih (Luk. 18:1-8).

Doa bersifat hakiki bagi orang Kristen (Rom. 12:12). Senjata rohani orang Kristen (Ef. 6:13-17) mencakup doa yang diuraikan Paulus sebagai “segala doa dan permohonan” yang harus dinaikan setiap waktu dengan tiada putusnya untuk segala orang kudus (Ef. 6:18). Paulus dikenal sebagai orang yang senang berdoa, dan latar belakangnya sebagai orang Farisi mempengaruhi kebiasaan dia berdoa. Namun, relasi dengan Yesus membawa babak baru dalam kehidupan doanya, dan beberapa suratnya mengandung doa-doa yang indah (Ef. 1:15-23, 3:14-21; Flp. 1:3-10; Kol. 1:9-14).

Begitu pentingnya kehidupan doa bagi orang Kristen, maka dari itu berdoalah sekalipun tidak terjadi sesuatu, berdoalah agar terjadi sesuatu, dan berdoalah sampai sesuatu terjadi.


Albert Tambuna, dari berbagai sumber