Hidup Adalah Belajar

Hidup Adalah Belajar

 

Periode 1982-1989, kala saya menjalani kuliah S-1 di Yogyakarta, merupakan periode belajar paling komprehensif dalam hidup saya. "Git, ijasah yang kamu peroleh memang cuma satu, tapi kamu sudah mendapatkan banyak ilmu lain yang melebihi nilai dari satu ijasah itu," terang Pendeta Mahasiswa saat menyambut kelulusan saya. Beliau merupakan salah satu sosok yang banyak membimbing saya selama menjalani kuliah S-1.

Betapa tidak, karena di samping menjalani kuliah formal di sebuah perguruan tinggi negeri, saya aktif dalam berbagai kegiatan, di antaranya: (1) menjadi pengurus Persekutuan Mahasiswa Kristen di kampus saya, (2) menjadi pengurus Komisi Pemuda Gereja, (3) menjadi pengurus kelompok Pemahaman Alkitab di wilayah seputar kampus, (4) aktif terlibat dalam kepengurusan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia cabang Yogyakarta, (5) menjadi redaktur majalah mahasiswa Kristen, dan (6) menjadi konvokator Kelompok Diskusi lintas kampus.

Begitu banyak nilai plus yang saya peroleh selama menjalani kuliah S-1 dan mengikuti berbagai aktivitas lain. Dalam perjalanan karier dan pelayanan saya, bekal dari kampus terasa hanya 10 persen kontribusinya. Selebihnya  saya memanfaatkan bekal dan pengalaman saya selama "menjadi aktivis" di berbagai kegiatan organisasi dan gereja.

Proses belajar sesungguhnya saya jalani di berbagai tempat, dengan berbagai orang, lewat berbagai aktivitas,  yang tak terbatas oleh waktu. Bahkan setelah lulus S1 dan bekerja di Jakarta, saya melanjutkan kuliah ke tahap S-2. Bekerja sambil menjalani kuliah masih ditambah berbagai aktivitas lain sebagai anggota Majelis Jemaat Gereja, mengurus komunitas profesi, serta menjadi pengurus Yayasan Sosial.

Tidak berhenti sampai di situ. Dalam segala keterbatasan dan perjuangan yang berdarah-darah, akhirnya saya dimampukan olehNya untuk menyelesaikan Studi S-3 dalam usia 57 tahun. Ujian yang harus saya hadapi untuk menyelesaikan studi doktoral sungguh banyak. Setidaknya ada 23 jenis ujian yang harus dijalani. Tak terasa, saya sudah menerapkan idiom "hidup adalah belajar." Sesudah lulus dari satu tahapan belajar, saya tidak berhenti, namun senantiasa bersemangat mempelajari banyak hal lain. Begitu seterusnya.

Belajar dari mana saja, kapan saja dan belajar apa saja selalu membutuhkan ketekunan, kegigihan, tahan menderita, kesabaran, pantang menyerah, dan tentu ada juga faktor nekatnya. Tanpa itu semua pastilah tidak terlalu banyak dapat diperoleh dari  sebuah proses belajar.

Hidup adalah belajar. Baik dengan sukacita maupun terpaksa. Semua pada akhirnya demi kualitas hidup yang lebih baik. Sampai sekarang pun saya masih terus belajar: melakukan rekaman video mandiri di rumah selama WFH, melakukan banyak adaptasi di tengah pandemi Covid-19, menemukan terobosan-terobosan untuk kelangsungan hidup lembaga, dan menghayati serta mengimplementasikan Firman Tuhan dalam setiap tarikan nafas.

Salah satu mandat LAI adalah mendampingi proses belajar setiap orang, dalam menghayati Alkitab dan menerapkannya sebagai inspirasi dan penuntun kehidupan. Mari berarak-arakan bersama LAI dalam menjalani proses belajar dan melayani sesama di sepanjang hayat. Agar hidup kita lebih bermakna dan berbahagia.

Oleh : Dr. Sigit Triyono (Sekum LAI)