Injil Datang, Air Mataku Hilang

Injil Datang, Air Mataku Hilang

Menghadirkan firman Allah bagi semua orang dalam bahasa yang mudah di mengerti dan dipahami agar mereka mengalami hidup baru di dalam Kristus merupakan visi LAI yang menggerakkan LAI dan para mitra hadir di Boven Digoel, Papua. 
 
Jumlah umat Tuhan yang tidak bisa memiliki Alkitab di pedalaman Merauke ternyata sangat banyak, karena kondisi di sana tidak ada toko buku dan akses jalan sangat buruk. Banyak wilayah yang tidak bisa dilalui dengan mobil sehingga kami berjalan kaki atau menggunakan “katinting” (perahu motor kecil). Kendala sinyal juga menjadi masalah tersendiri bagi kami, sehingga sangat sulit  bagi kami untuk berkoordinasi dengan Hamba Tuhan yang akan mendampingi pelayanan kami di sana. Belum lagi kami harus berjalan kaki sekitar 2-3 km hingga sampai ke tempat pembagian Alkitab. 

Ada sebuah momen yang paling tak terlupakan ketika saya bersama tim terjebak selama tujuh jam, mulai dari jam 1 siang hingga jam 8 malam tanpa makan dan minum di Sungai Boven Digoel. Hujan turun dengan deras dan datang badai yang membuat arus air mengalir sangat deras . Perjalanan menjadi lebih lama karena  beban muatan 1000 Alkitab yang kami bawa jauh melebihi kapasitas katinting. Akibatnya,  katinting kami terombang ambing dan hampir terbalik karena menabrak batang pohon besar yang hanyut ke sungai. Suasana bertambah mencekam ketika beberapa teman melihat ada buaya yang datang menghampiri kami. Pada saat itu, yang bisa kami lakukan adalah berserah kepada Tuhan dan percaya bahwa Tuhan mampu untuk menolong kami keluar dari kondisi itu. Di saat itu, air mata saya jatuh dan di tengah rasa khawatir saya mengucapkan doa untuk kedua orang tua saya.  Entah mengapa hanya itu yang bisa saya lakukan. 

Beberapa kali katinting kami hampir kandas di tengah amukan Sungai Boven Digoel. Derasnya hujan dan arus sungai membuat tepian sungai tidak terlihat. Namun, kami terus melanjutkan perjalanan mengingat ada umat yang sudah nunggu kedatangan kami dan Alkitab. Setelah perjalanan panjang yang kami lalui, kami tiba di lokasi dan umat  menyambut kami dengan penuh suka cita dan rasa syukur dengan menyanyikan “Injil Datang, Air Mataku Hilang”. 

Mungkin, inilah yang dikatakan cinta kuat seperti maut, karena rasa belas kasih yang begitu kuat sehingga Lembaga Alkitab Indonesia tetap berjuang untuk membawa kabar baik bagi umat Tuhan, meski tak jarang nyawa taruhannya.

Sebuah kesaksian dari Caroline Marlissa