Ir. Tigor Mangapul Tanjung, M.M.:  Lakukanlah dengan Segenap Hati untuk Tuhan

Ir. Tigor Mangapul Tanjung, M.M.: Lakukanlah dengan Segenap Hati untuk Tuhan

 

Ir. Tigor Mangapul Tanjung, M.M., tidak pernah menyangka akan terjun ke dalam pelayanan musik gerejawi bersama dengan Yayasan Musik Gereja Indonesia (Yamuger). Dunia pelayanan gerejawi memang sudah tidak asing lagi baginya, mulai dari menjadi Sintua (Penatua) di Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Menteng, menjadi ketua majelis pada gereja yang sama, hingga terjun dalam persekutuan oikumene di kediamannya saat ini. Ia menjalankan semua pelayanan tersebut di tengah kesibukan utamanya seorang ahli dalam bidang enginering dan konstruksi serta kedudukannya sebagai Sekretaris Jenderal Persatuan Atletik Seluruh Indonesia(PASI). 

Meskipun aktivitas pelayanan dan sosialnya demikian banyak, tetap saja dunia musik gerejawi apalagi melayani bersama Yamuger sangatlah baru baginya. Setidaknya itulah respon yang terlintas saat pertama kali diminta kesediaannya menjadi ketua oleh dewan pembina Yamuger di tahun 2016. Saat bertemu secara langsung dengan dewan Pembina, Pak Tigor masih menjawab 'pinangan' dewan pembina tersebut dengan berkelakar apakah dia akan diminta melayani di bagian keamanan. Pada akhirnya pinangan tersebut tetap diterima dengan kesadaran penuh bahwa ini adalah panggilan yang dinyatakan Tuhan sendiri kepadanya. Ia tidak ingin seperti Yunus yang lari dari panggilan Allah. 

Maka mulailah karya pelayanan Ir. Tigor Mangapul Tanjung bersama dengan Yamuger. Salah satu hal yang dicermatinya ketika mulai terjun ke Yamuger ialah betapa pelayanan yang dilakukan oleh Yamuger sejatinya merupakan langkah signifikan untuk mewujudkan keesaan gereja.

Begitu banyak tantangan untuk mewujudkan gereja di Indonesia yang esa. Dari beragam upaya yang telah dilakukan, kehadiran Yamuger (Yayasan Musik Gereja Indonesia) menjadi salah satu upaya dan tanda dalam meretas jalan menuju keesaan gereja. Kehadiran Yamuger berawal dari keresahan beberapa orang mengamati perkembangan musik gerejawi. Di satu sisi, gereja-gereja begitu tinggi minatnya dalam musik gerejawi. Hal itu terlihat lewat eksistensi paduan suara yang dimiliki oleh hampir semua gereja. Di sisi lain, beragam paduan suara tersebut mengambil lagu-lagu himne dari Belanda, Jerman, dan Inggris kemudian berinisiatif untuk menerjemahkannya sendiri. Alangkah baiknya bila langkah-langkah mandiri tersebut disatukan dan gereja=gereja bersama-sama mencurahkan kerinduan dalam satu karya untuk memajukan musik gerejawi di Indonesia. Demikianlah dari awal Yamuger berperan untuk menerjemahkan serta menampung aransemen komposer-komposer Indonesia yang menciptakan lagu gereja kemudian mengkompilasikannya menjadi sebuah buku nyanyian yang dapat dimanfaatkan seluruh gereja apapun latar belakang denominasinya.

Sekilas menilik kepada sejarah Yamuger, tanggal 11 Februari 1967 menjadi sebuah momentum bersejarah bagi Yamuger sekaligus bagi gerakan keesaan gereja. Tercatat ada tujuh orang yang tercatat sebagai pendiri Yamuger, yakni: Prof. Dr. Johannes Ludwig John Chrysostomus Abineno, Epaphroditus Laurentius Pohan-Siahaan, Dr. Alfred Simanjuntak, Lauw Kian Joe (J. L. Aulia), Kiem Tan Swan (Tanutama), Pieter Domingus Soplanit, dan Yap Heng Ghie (Ruben Budhisetiawan). Demikian tujuh orang sahabat, para teolog, yang sama-sama memiliki kecintaan terhadap nyanyian gerejawi, sepakat untuk berjalan bersama tanpa membawa bendera denominasi gereja serta memutuskan untuk melayani Tuhan lewat Yamuger. Tahun demi tahun berlalu dan nama Yamuger semakin dikenal oleh gereja-gereja di Indonesia. Produk-produk Yamuger seperti Kidung Jemaat (KJ) dan Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ) mewarnai peribadahan banyak gereja di Indonesia hingga kini. Festival paduan suara gerejawi diselenggarakan demi menggemakan kabar sukacita Allah lewat lagu yang dinyanyikan dengan merdunya. Cerita indah masa lalu dan keberhasilan yang mengiringi segala sesuatu senantiasa disertai dengan tantangan yang hadir menyapa pada setiap kesempatan. Tantangan inilah yang juga kemudian terucap saat wawancara.

Sebagai Ketua Dewan Pengurus Yamuger Pak Tigor menyebut ada beragam tantangan yang dihadapi Yamuger dalam mempertahankan eksistensi pelayanannya. Tantangan pertama datang seturut dengan perkembangan kemajuan teknologi serta dunia digital dewasa ini. Kebergantungan orang pada media digital serta mulai ditinggalkannya media cetak menjadi situasi yang harus ditanggapi secara cepat oleh Yamuger. Yamuger telah memulai untuk menyiapkan KJ digital, meskipun upaya ini harus agak terhambat karena persoalan sumber daya manusia. Namun Yamuger tidak tinggal diam dan mencari cara untuk tetap eksis dalam dunia digital melalui layanan streaming musik seperti langit musik dan Spotify. Sayangnya kesadaran masyarakat Indonesia untuk mengakses layanan streaming secara legal masih sangat rendah, orang-orang lebih senang untuk mencari sumber tidak berbayar meskipun itu artinya tidak ada dukungan terhadap Yamuger terkhusus para pencipta lagu melalui mekanisme copyright (hak cipta). Ir. Tigor menegaskan bahwa himbauan sudah diberikan agar selalu mendengarkan atau mengunduh melalui kanal digital resmi, namun tetap saja sulit untuk memberikan sosialisasi. 

Tantangan berikutnya ialah untuk memberdayakan komposer-komposer lokal dalam penyusunan buku-buku lagu terbitan Yamuger. Setiap lagu pujian jemaat dimungkinkan sekali untuk masuk ke dalam buku-buku tersebut, hanya saja setiap lagu memang harus melalui seleksi oleh Tim Inti Nyanyian Gereja (TING). Aspek-aspek yang dipertimbangkan ialah melodi agar sesuai dengan yang diekspresikan oleh lirik lagu, bahasa lirik sedapat-dapatnya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, serta yang terpenting ialah lirik yang tercantum harus memiliki teoologi yang benar (Alkitabiah dan tak bertentangan dengan pesan dalam Firman Tuhan). 

Aspek kekinian dari sebuah lagu pujian juga menjadi tantangan yang telah diperhatikan oleh Yamuger. Bahasa yang digunakan dalam lirik berupaya untuk diaktualkan oleh sebab itu Yamuger baru saja menerbitkan Kidung Keesaan yang dijiwai oleh semangat tersebut. Menurut Pak Tigor, musik gereja memang perlu pembaharuan senantiasa, jadi kalau lagu itu sudah 30 tahun apalagi lebih, maka idealnya perlu ada pembaharuan bahasa dan bisa juga digantikan dengan lagu-lagu baru. Selain itu ia juga mengungkapkan bahwa Yamuger mengakomodasi dan menggaungkan beragam nuansa etnis Nusantara dalam lagu-lagu pujian masa kini. Harapannya, semakin banyak orang Kristen dari berbagai latar belakang budaya merasa familiar dengan lagu-lagu dalam buku pujian yang diterbitkan Yamuger. 

Tantangan-tantangan ini justru semakin memacu Yamuger untuk terus bergerak dan berinovasi. Terutama pada masa pandemi seperti sekarang ini. Yamuger berupaya hadir lewat kanal-kanal media sosial seperti website ataupun Youtube. Inilah tahap transisi yang tengah dihadapi oleh semua pihak termasuk lembaga-lembaga Kristen seperti Yamuger dan juga LAI. Semangat untuk membawa Yamuger terus berkarya amat nampak dari raut wajah Ir. Tigor saat wawancara berlangsung. Berkali-kali Ia menegaskan dan mengajak LAI untuk turut bekerja sama dalam menerbitkan Alkitab sekaligus Kidung Keesaan, juga kemungkinan program bersama melakukan karya pelayanan ke seluruh pelosok Indonesia. Kedua lembaga ini memang punya sejarah kedekatan yang panjang, bahkan sama-sama perwujudan nyata keesaan gereja di Indonesia. Imajinasi seketika melambung membayangkan karya pelayanan bersama yang bisa dilakukan kedua lembaga ini, dan pada akhirnya kabar baik itu dapat semakin bergema di bumi Nusantara. 

Sebuah catatan sederhana dan mendalam disampaikan Ir. Tigor bahwa tantangan pelayanan memang begitu beragam namun marilah berpegang pada Firman Tuhan dalam Kolose 3:23 “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Bukankah itu yang dapat kita lakukan? Berbuat sebaik mungkin serta melakukannya sebagai persembahan terbaik untuk Tuhan yang sungguh mengasihi manusia. 

 

Pdt. Vince Elizabeth Nandra, S.Si(Theol)