Pdt. Dr. Ronny Mandang:   ”Percayalah Kepada Allah dengan Segenap Hati”

Pdt. Dr. Ronny Mandang:  ”Percayalah Kepada Allah dengan Segenap Hati”

 

Februari 2016 Pdt. Dr. Ronny Raymond Mandang jatuh sakit. Sebuah pengalaman yang nantinya meneguhkan imannya kepada Tuhan.  Sakit tersebut sesungguhnya sudah ia rasakan saat beberapa pekan sebelumnya ia berada di North Carolina, Amerika Serikat. Selama satu pekan di sana, meski cuaca masih begitu dingin dan bersalju, Rony sudah kehilangan nafsu makannya. Ia hanya ingin minum air dingin dengan es batu. Yang ada hanya  perasaan mual dan tidak nyaman di badan. 

“Berat badan saya turun 30 kg, karena sehari saya berulang kali muntah sampai lebih dari 15 kali,”kenangnya. Vonis dokter menyatakan ia menderita kanker stadium empat dan sekaligus penyakit TBC. Para dokter baik di Indonesia maupun Singapura menyatakan usianya tidak akan mungkin lebih dari  enam bulan. Dokter bahkan melihat kanker sudah menjalar ke seluruh badan. 

“Saya seakan-akan tidak tahu lagi harus berbuat apa,”terangnya.”Namun, saya tidak pernah menyalahkan baik dokter atau paramedis yang merawat saya, mereka sudah berjuang menolong saya ”lanjutnya. Daripada menyalahkan orang lain Ronny lebih memilih untuk melakukan instrospeksi ke dalam dirinya sendiri. “Masalah bukan ada di dokter atau perawat tapi ada pada diri saya sendiri,”terangnya lebih lanjut. 

Ronny mengakui sebagai manusia biasa dirinya sempat mengalami tekanan dan stress. Namun, pada titik ketika ia tidak mungkin bergantung lagi kepada kekuatan sendiri ataupun sesama manusia, ia mulai belajar banyak untuk melakukan perenungan dan kontemplasi diri. Ia mulai mempertanyakan, apakah penyakit itu? Mengapa bisa sampai tubuh bisa rusak karenanya? Pada akhirnya dirinya menyadari, penderitaan, kesulitan, permasalahan hidup tidak pernah lepas dari kehidupan manusia di dunia. Kehidupan tidak selalu berjalan dengan mudah. “Bahkan, sekalipun kita percaya penuh kepada Tuhan, sekalipun kita senantiasa berdoa, sekalipun hidup kita sering menyampaikan firman Tuhan sebagai Pendeta Tuhan, kehidupan tidak selalu berjalan dengan mudah,”tegasnya. 

Meski demikian, dalam keadaan sakit iman Ronny malah semakin kuat. Ia sadar, setiap saat penyakit bisa datang dan menghampiri setiap orang. Ia tidak mungkin mengandalkan kekuatannya sendiri ataupun dokter yang paling hebat. Maka ia pun menyerahkan segenap pergumulan dan sakitnya kepada Tuhan. “Kepada siapa saya harus menyandarkan harapan dan meminta jalan keluar terbaik kalau bukan kepada Tuhan Yesus?”katanya. Ronny bahkan meyakini  kalaupun ia harus mati, semua harus dihadapi dengan penuh keyakinan iman, karena Tuhan Yesuslah Sang Pemilik kehidupan. 

Dalam pergumulan yang seperti antara hidup dan mati, sebuah ayat dari Firman Tuhan memberikan kekuatan dan pengharapan kepada Ronny. Demikian tulis firman Tuhan,” Mereka takjub dan tercengang dan berkata: "Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata." (Markus 7:37). Firman Tuhan tersebut menjadi pegangan dan keyakinan bagi Ronny untuk terus maju. 

Firman Tuhan ini bagi Ronny merupakan jawaban iman dari banyak orang yang mengalami berbagai pergumulan dan masalah hidup. Yang seakan tidak memiliki lagi masa depan. Bahkan yang hidupnya seakan hanya tinggal hitungan hari. “Ketika mereka melihat Yesus dan mempercayakan hidupnya kepada Yesus, mereka akan memperoleh jawaban pasti: Ia menjadikan segala-galanya baik!”tegasnya dengan penuh keyakinan. “Apapun pergumulan yang saya hadapi pada waktu itu, saya ayat  firman Tuhan tersebut telah mengubah hidup saya dan meneguhkan keyakinan saya!” katanya

Sampai kemudian pada akhir bulan Mei, Ronny kembali diminta untuk pemeriksaan ulang. Ia kembali melakukan CT scan dan biopsy. Dengan keyakinan akan ayat firman Tuhan tersebut, pertolongan Tuhan nyata hadir dalam kehidupan Ronny. “Seluruh dokter, saya sendiri, maupun keluarga semua tercengang. Baik kanker maupun penyakit TBC semua tiba-tiba menghilang begitu saja dari hidup saya,”katanya. “Demikianlah, satu ayat firman Tuhan begitu berharga dalam hidup saya, mampu mengubah hidup yang tinggal dalam hitungan bulan!” Ronny menegaskan lebih lanjut bahwa peristiwa kesembuhan yang ia alami tersebut adalah realita, sebuah kenyataan hidup. 

Melalui Jalan Berliku

Melihat iman Ronny yang begitu teguh mungkin orang melihat  kedudukannya saat ini sebagai  pimpinan Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injili Indonesia (PGLII), salah satu aras gereja nasional terbesar di tanah air. Namun, menjadi seorang hamba Tuhan bukanlah suatu hal yang ia cita-citakan sedari kecil. Ia malah menyadarinya sebagai sebuah panggilan atau ketetapan Tuhan. 

Dalam sebuah kesaksian kepada Majalah Gaharu (dikutip dari warningtime.com), Ronny yang adalah Gembala Jemaat GKRI Karmel ini menyebut, banyak orang yang dipakai Tuhan awalnya melalui jalan yang berliku dan terjal. Ia mengambil contoh Rasul Paulus, yang awalnya justru sangat membenci Tuhan bahkan membunuhi murid-muridnya. Ia juga menyebut, Bapa gereja Agustinus, yang kala mudanya penuh dengan gelimang dosa namun akhirnya Tuhan panggil menjadi pelayannya. Ronny menyebut ia termasuk dalam barisan yang menempuh jalan berliku sebelum menjadi hamba Tuhan.

“Saya ini anak tentara”, biarpun saya seorang Kristen tetapi hidup saya jauh dari Tuhan. Memang ibadah tetap jalan tetapi ibadah tujuannya hanya sekedar pamer baju, malah tak jarang mengutil uang persembahan,” terang suami dari Deetje Caroline tersebut. 

Dibesarkan sebagai anak tentara membuatnya mendapatkan berbagai kemudahan, apalagi sebagai anak Menteng kala itu sangat mudah baginya mau mengkomsumsi baik rokok, minuman keras sekaligus obat-obatan terlarang. Kalau orang lain kesulitan dia begitu mudah mendapatkannya, karena teman-temanya banyak yang memiliki apotik. Tak heran di lemarinya kala itu tersimpan berbagai jenis obat-obatan terlarang.

Kehidupan pada masa Ronny muda memang masih dipenuhi persaingan kelompok anak muda yang disebut geng. Anak muda akan dianggap kurang keren kalau tidak  bergabung dengan geng. Sesuai tempat tinggalnya dia bergabung dengan Geng Anak Menteng. Pada masa itu ada banyak geng anak muda seperti Geng Sarinah, Tanah Abang, Geng Menteng, Geng Halim, Geng Matraman. Yang paling ditakuti menuruti Ronny adalah Geng Tanjung Priok, kalau sudah muncul tidak ada yang berani mendekati. 

Kehidupan di lingkup geng makin menjadi ketika rumahnya di jalan Jawa Menteng dijual lalu pindah ke Matraman Dalam. Ia tidak kesulitan beradaptasi di lingkungan barunya, karena di depan rumahnya merupakan tempat anak-anak nongkrong. Maka, bergabunglah Ronnya dengan anak-anak Matraman Dalam. Kebiasaannya begadang, rokok, minum keras dan juga ngobat pun berlanjut.

Biarpun kehidupannya boleh dikatakan gak beraturan Ronny tidak pernah absen dari gereja. Malah dirinya sering mengajak teman-temannya yang bukan Kristen ikut hadir dalam ibadah. Sekalipun memang ke gereja tujuannya mendapatkan uang yang diambil dari uang kolekte. Banyak teman-temannya yang selalu bertanya kapan ke gereja lagi? Bukan karena tertarik kepada Kristus atau firman Tuhan, melainkan  karena bisa mengambil uang persembahan. Ada juga teman-temannya yang tertarik datang ke gereja karena suka lagu-lagu gereja. “Kata teman saya, lagunya enak-anak,” saksinya.

Namun, seperti kesaksiannya bahwa firman Tuhan begitu berharga dan bisa setiap manusia, hidup Ronny pada akhirnya berubah. Tuhan agaknya telah mempersiapkan jalan hidup Ronny untuk menjadi alat Tuhan menyebarkan Kabar Baik. Dimulai pada suatu hari di tahun 1978, ia bersama kawan-kawannya dari Jakarta bepergian ke Bandung. Di dalam kamar hotel, ia menemukan Alkitab kemudian membacanya. Tiba-tiba dirinya merasa memiliki kerinduan untuk belajar firman Tuhan. “Tentu saja sebagai seorang anak yang lahir dari keluarga Kristen, yang dari kecil mengikuti Sekolah Minggu, Alkitab selalu tersedia di rumah. Namun, saya tidak pernah serius membaca,”kenangnya. 

Hingga pada 25 Maret 1979, dalam sebuah kebaktian yang diadakan di lingkungannya, di daerah Matraman, Tuhan menjamahnya. Maka pria keturunan Kawanua kelahiran Makassar ini pun bertobat dan menyerahkan seluruh hidupnya kepada Kristus. “Saya hanya meminta Tuhan mengampuni semua dosa saya,”katanya. Sejak hari itu hidupnya berubah. Ia mulai setia ke gereja. Kerinduan hatinya adalah melayani Tuhan dan membaca Alkitab. 

Pengalaman hidupnya menjadikan ia percaya bahwa Tuhan sanggup mengubah dan menyelamatkan hidup setiap manusia. Seperti motto hidupnya: “Percayalah kepada Tuhan Allahmu dengan segenap hati”. Sekarang, bapak empat anak yang memiliki hobi membaca buku ini menyatakan, seluruh hidup dan waktunya adalah untuk Tuhan. “Totalitas waktu saya adalah bagi Kristus. Bahkan di rumah pun bukan berarti tidak melayani,”katanya. Namun, di tengah beragam kesibukan pelayanan ia senantiasa memprioritaskan perhatiannya untuk keluarganya. 

Bagi Ronny, sekiranya Tuhan masih memberikan usia panjang ia akan terus mempergunakannya untuk memuliakan Tuhan dan melayani-Nya dengan apa yang ia miliki. Maka hari ini kita tetap melihat, Pdt. Dr Ronny Raymond Mandang, tetap menjalani panggilannya secara penuh sebagai seorang gembala jemaat, sebagai pemimpin PGLII, sebagai wakil umat kristiani dalam komunikasi dengan Pemerintah, sebagai seorang Injili yang senantiasa tidak pernah kehilangan semangat memberitakan Kabar Baik. Semua dijalani dengan penuh semangat dan ketulusan. 

Belajar dari perjalan hidup seorang Ronny Mandang, seperti ikut menyetujui apa yang menjadi keyakinannya, bahwa Tuhan menjadikan segala sesuatunya baik. Ada yang diberikan jalan yang bebas hambatan, namun lebih banyak lagi yang harus melalui jalan yang memutar dan berliku. 

Maka Ronny berulang kali menegaskan, setiap orang memiliki beragam pergumulan dan permasalahan hidup. Ia senantiasa berdoa bagi setiap orang yang mengalami pergumulan dan persoalan yang berat, Tuhan Yesus pasti menolong dan menjadikan segala sesuatunya baik buat hidup kita semua.  

 

Sumber tulisan:  Wawancara tertulis dengan Pdt. Ronny Mandang; artikel dalam artikel dalam warningtime.com (3 Agustus 2015); artikel dari majalahgaharu.com (1 April 2017), kesaksian dalam Youtube.com.