Kesaksian Sularso Sopater: Nabi Bisu yang Tenggelam dalam Terjemahan Jawa

Kesaksian Sularso Sopater: Nabi Bisu yang Tenggelam dalam Terjemahan Jawa

 

Umat kristiani Indonesia kembali ditinggalkan salah satu putera terbaiknya. Jumat petang, 26 Juni 2020,  Pdt. Em. Prof. Sularso Sopater, DTh, meninggal dunia dalam usia 86 tahun setelah beberapa waktu lamanya menderita sakit. 

Pak Larso lahir di Yogyakarta pada 9 Mei 1934. Pendidikan dasar dan menengah dijalani di Yogyakarta. Selepas menamatkan pendidikan teologi di STT Jakarta, beliau kembali ke gerejanya, Gereja Kristen Jawa Gondokusuman, Yogyakarta. Sularso ditahbiskan sebagai pendeta pada 24 pada Maret 1960. Menjadi pendeta sesungguhnya bukan cita-cita Sularso. Awalnya ia bermimpi menjadi ahli pertanian. Namun, ibunya mengarahkan jalan hidup Sularso agar melanjutkan panggilan hidup sang ayah menjadi pendeta. Ayahnya, Ponidi Sopater, merupakan pendeta pribumi pertama yang ditahbiskan sebagai pendeta oleh Sinode GKJ. Sebagai anak yang demikian menghormati ibunya, Sularso mengesampingkan cita-citanya semula untuk menjadi insinyur pertanian.

Pada 1975, Sularso meraih gelar Master Teologi di Grand Rapids Michigan USA. Gelar doktor teologi diperoleh dari Sekolah Tinggi Teologi Jakarta. Pak Larso mengajar dogmatika di STT Jakarta sedari 1978. Pernah juga menjabat sebagai Ketua STT Jakarta (1988-1989) dan juga STT Cipanas (2008-2013). Sebagai Ketua Umum PGI, Sularso menjabat selama 3 periode (1987-1989, 1989-1994, dan 1994-1999).

Pelayanannya di luar lingkungan gereja, adalah sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (1993-2003), dan anggota MPR RI (1978-1992). Pak Larso juga pernah aktif sebagai anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (1989-1998) , Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional (1989-1993). Pada tahun 1994 beliau menerima Tanda Kehormatan Satyalancana Pembangunan, dan pada 3 Agustus 1999 menerima Bintang Mahaputera Utama dari Presiden BJ Habibie.

Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) ikut merasakan kehilangan yang besar oleh kepergian Pak Larso. Sampai akhir hayatnya, beliau masih terlibat sebagai anggota Tim Revisi Penerjemahan Alkitab dalam bahasa Jawa. Keterlibatan beliau dalam tim bukan baru kemarin sore. Dalam Alkitab Bahasa Jawa Formal sebelumnya Pak Larso duduk sebagai Koordinator Tim (1970-1974). Pak Larso juga ikut memeriksa terjemahan Kabar Baik Bergambar dalam Bahasa Jawa (Alkitab Anak Bergambar). Selanjutnya dalam Tim Revisi Perjanjian Baru Bahasa Jawa (2001-2007) dan Perjanjian Lama (2008-sekarang) Pak Larso sebagai Penasihat dan Peneliti Khusus. 

Penerjemahan Alkitab Bahasa Jawa

Pekerjaan menerjemahkan Alkitab, baik sebuah penerjemahan yang baru maupun revisi atas terjemahan sebelumnya bukanlah sebuah tugas yang mudah. Tugas penerjemahan seringkali harus menghadapi berbagai tantangan dan kendala. Ini juga yang mesti dihadapi tim revisi Alkitab Bahasa Jawa. 

Berbeda dengan Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa memiliki tiga tingkatan bahasa: ngoko, krama madya dan krama inggil. Bahasa ngoko dipakai untuk berbicara dengan orang yang dianggap sama derajatnya atau lebih rendah. Krama madya dipakai kalau lawan bicara adalah masyarakat biasa, sederajat dan lebih tua dari kita, misal: kepada tukang bakso, tukang kayu, pedagang di pasar, tetangga dekat. Krama inggil digunakan jika lawan berbicara kita berkedudukan yang lebih tinggi secara sosial budaya. Misal, anak berbicara kepada orang tuanya. Rakyat kepada pejabat atau pembesar di kotanya. Termasuk berdoa kepada Tuhan. 

Revisi Alkitab bahasa Jawa seperti diterangkan Pdt. Anwar Tjen, Kepala Departemen Penerjemahan LAI, bertujuan selain memperbarui terjemahan, juga agar isi Alkitab Bahasa Jawa lebih mudah dimengerti dan dipahami umat Tuhan pengguna bahasa Jawa. Nantinya, diharapkan penghayatan umat akan isi Kitab Suci akan semakin baik. Saat ini disadari banyak istilah-istilah dalam bahasa Jawa yang tidak dipahami generasi muda masa kini. “Jadi revisi terjemahan ini bukan sekadar koreksi kecil, melainkan menyisir ulang baris demi baris demi memperoleh pengertian yang paling tepat dan pas, dan dalam mewariskan pesan Kitab Suci kepada generasi selanjutnya,”jelasnya. 

Pak Larso dalam Tim Revisi Alkitab Jawa Formal pernah menjadi Koordinator Tim dan kemudian juga peneliti. Sebagai peneliti, menurut Pdt. Anwar, Pak Larso sering memberikan masukan berharga, yang merupakan hasil pertimbangannya yang tenang dan matang dilihat dari berbagai sudut. Beliau g dikenal pendiam dan hanya berbicara pada hal-hal yang dirasa amat penting dan prinsipil. Terutama jika berkaitan dengan bahasa asli Alkitab, dalam hubungannya dengan kontekstualisasi, baik dari sisi budaya, bahasa, maupun pesan teks yang ingin disampaikan.

“Dalam tim revisi Pak Larso mewakili kalangan sepuh. Beliau berasal dari keluarga pendeta, lahir dan besar di Yogyakarta, yang merupakan pusat budaya Jawa. Cara beliau berbicara dan melihat dunia kental dengan nilai-nilai budaya Jawa. Sering beliau memberikan masukan yang mengajak tim berpikir ulang apakah sebuah kata atau istilah terjemahan benar-benar sudah tepat diletakkan dalam konteks budayanya, karena disadari bahasa Jawa memiliki aturan yang cukup rumit,”terang Pdt. Anwar. 

“Dalam memberikan usulan Pak Larso senantiasa berlaku sopan dan tidak bernada komparatif. Lebih sering beliau mengungkapkannya dalam tanya,”terangnya. “Masukan dari Pak Larso bukan hanya dari sudut pandang budaya Jawa, sebagai teolog yang mumpuni beliau juga memberikan banyak masukan terkait ilmu biblika,”lanjutnya. 

Pernah Pak Larso mengungkapkan keprihatinannya melihat lulusan-lulusan teologi era sekarang lemah dalam penguasaan bahasa-bahasa asli Kitab Suci. Jauh berbeda dibandingkan mahasiswa teologi di zamannya dahulu. Pada masa Sularso berkuliah sebagian besar dosennya adalah para misionaris asing. Mereka menekankan agar para mahasiswa betul-betul menguasai bahasa Ibrani dan Yunani dengan cukup baik. 

Pdt. Daniel Herry Iswanto rekan setim Pak Larso yang sekaligus Koordinator Tim Revisi Alkitab Bahasa Jawa Formal (BJF) merasa bersyukur dapat belajar banyak dari pengalaman Pak Larso. Menurutnya, meskipun Pak Larso sosok yang sangat senior dan terkenal beliau sangat rendah hati. Dalam tim revisi Alkitab Bahasa Jawa tidak ada gap antara para senior dengan generasi yang lebih muda, semua saling menghargai. Hal ini disimpulkan oleh Pdt. Daniel karena keteladanan rekan-rekan senior, seperti Pdt. Sularo, Pdt. Sutarno, Pdt. Siman yang memberi contoh dalam menghormati pemikiran dan pendapat rekan-rekan yang relatif masih muda.

Tim revisi yang terdiri dari berbagai latar belakang usia, keilmuan, denominasi gereja setiap berkumpul bekerja secara serius. Sering ruang pertemuan dalam waktu yang lama terasa sangat sunyi ketika setiap anggota tim berpikir untuk mempertimbangkan istilah atau kalimat yang hendak dipakai. Tapi tak jarang gelak tawa membahana juga terdengar ketika ada humor-humor segar yang muncul. 

Tim revisi dari awal menyadari sekarang ini ada banyak istilah dalam bahasa Jawa yang sudah tidak lagi dikenal oleh generasi muda. Namun jika istilah-istilah yang mulai tidak dikenal tersebut dihilangkan dari Alkitab Jawa edisi revisi, istilah tersebut nantinya akan hilang dari perbendaharaan kosakata bahasa Jawa. Hilangnya sebuah istilah atau kata inilah yang sering disebut Pak Larso sebagai pemiskinan bahasa. Kalau hal ini dilakukan secara besar-besaran, maka Alkitab Bahasa Jawa Formal hasil revisi nantinya dikhawatirkan kehilangan roh, kewibawaan dan kehormatannya sebagai Alkitab di mata penggunanya. 

Oleh karena itu para senior, termasuk Pak Larso mengusulkan agar dicari cara, dengan mempertahankan dan membuat Kamus Alkitab untuk istilah-istilah yang masih hidup dalam masyarakat, sehingga meskipun di beberapa wilayah atau kalangan sebuah istilah mulai asing terdengar, tetapi umat dapat memahaminya dengan membandingkan antara hasil penerjemahan dan kamus Alkitab. Inilah yang dimaksud dengan pengayaan bahasa. 

Tim revisi memandang Alkitab dalam bahasa daerah, selain berisi firman Tuhan, juga berfungsi untuk melestarikan nilai-nilai bahasa dan budaya daerah setempat, termasuk dalam hal ini Alkitab Bahasa Jawa. Maka tim revisi bekerja keras dan kompak ingin memberikan hasil yang paling baik dan maksimal bagi Tuhan dan umat kristiani pengguna bahasa Jawa. 

Sebagai seorang yang begitu mencintai budaya dan bahasa Jawa, Pak Larso prihatin melihat generasi muda yang mulai luntur kecintaannya terhadap budaya dan bahasa Jawa. Generasi muda Jawa dipandangnya lebih menikmati menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa lain yang lebih sederhana dan tidak serumit bahasa Jawa. Namun, di sisi lain keprihatinan tersebut malah membuat Pak Larso semakin bersemangat untuk menyelesaikan revisi Alkitab Bahasa Jawa. Tujuannya agar generasi muda Jawa nantinya tetap dapat sungguh-sungguh menghargai apa yang merupakan bagian identitasnya. 

Pak Larso bukan hanya sosok yang mahir berteori namun beliau juga tampil di depan dengan teladan. “Saat ini sudah semakin jarang pendeta yang dapat berkhotbah dengan tepat dan benar di atas mimbar menggunakan bahasa Jawa halus (karma inggil). Dan Pak Larso adalah salah satu contoh sosok yang langka tersebut,”terang Pdt. Anwar. 

Meskipun pekerjaan tim revisi merupakan pekerjaan yang dijalani dengan serius, anggota tim senantiasa merasakan suasana kekeluargaan dan persaudaraan. Hubungan di antara angota tim juga sangat cair. Para senior, seperti: Pdt. Sularso, Pdt. Siman, maupun Pdt. Sutarno sering berbagi cerita dan pengalaman pelayanan yang mencerahkan anggota tim yang lain. 

“Karena rasa kekeluargaan tersebut, kalau lama tidak bertemu, kami sungguh merasakan kerinduan dan perasaan kangen,”ungkap Pdt. Anwar Tjen. Ini juga yang dirasakan anggota tim revisi ketika mulai 2013 kondisi kesehatan Pak Larso mulai menurun. Beliau jatuh sakit dan dirawat selama 12 hari di RS PGI Cikini. Setelah itu beliau tidak bisa hadir dalam pertemuan tim karena dalam masa pemulihan. “Rapat terasa kurang lengkap. Melalui telepon dan SMS, kami merasa sedih dan sangat prihatin,”ungkap Pdt. Daniel. 

Meskipun sakit, Pak Larso adalah seorang yang sangat gigih. Pdt. Anwar mengenang, meskipun beliau dalam keadaan sakit, beliau masih bersedia membaca draf revisi Alkitab dan memberikan masukan-masukan. Pak Larso termasuk yang paling gigih berjuang agar hasil revisi segera tuntas. Pak Larso berharap tim menyelesaikan revisi Alkitab Bahasa Jawa secepat mungkin dan segera menerbitkannya. Pdt. Anwar menyebut, selambat-lambatnya dalam tiga tahun ini Alkitab Bahasa Jawa hasil revisi harus sudah terbit dan hadir di tengah-tengah Gereja-gereja dan umat kristiani pengguna bahasa Jawa. Meskipun era pandemi menjadi tantangan tersendiri dalam mempercepat pekerjaan. 

Pdt. Anwar bersyukur, pernah beriringan jalan, melakukan pelayanan bersama seorang Sularso Sopater. Menurutnya, sebagai seorang mantan pemimpin PGI, Pak Larso tetap membumi. Sebagai seorang teladan, Pak Larso tidak pernah lepas dari dua nilai yang benar-benar dihayatinya, yaitu sebagai seorang Jawa tulen dan seorang Kristen sejati. Hidupnya selalu selaras dengan nilai-nilai yang diyakini tersebut. Seperti disertasi yang ditulisnya mengenai pandangan Gnostik Valentinian dan Kejawen (aliran Pangestu), beliau terasa sebagai seorang pemikir dan seorang yang menjalani hidup dengan visi keluhuran. Pandangannya senantiasa jernih. 

Pdt, Dr, Sutarno, sobat karibnya sedari remaja yang juga anggota Tim Revisi Alkitab Jawa, menambahkan, dalam diri Sularso ada sifat perfectionist. Tenang, mencari kepastian, tidak pernah grusa-grusu dan mempertimbangkan berbagai sisi. Semua dipikirkan dengan matang. Sifat ini pula yang mengakibatkan sebagian orang menilai gaya kepemimpinannya, terutama saat menjadi Ketua Umum PGI, sering dianggap lambat dan tidak tegas. Tetapi demikianlah pembawaan Pak Larso. Selalu tenang, tidak mudah tergelincir untuk menyelesaikan setiap persoalan dengan emosional. Tidak mudah terpancing dan selalu rasional. Langkah yang diambil selalu hati-hati. 

“Sosok pemimpin seperti Pak Larso sangat kita butuhkan di tengah dunia yang semakin kompleks seperti sekarang ini. Pemimpin seharusnya bukan hanya mahir berorasi dan berelasi, melainkan juga harus memahami panggilannya sebagai gembala yang mengarahkan umat. Pak Larso jauh dari gaya pemimpin kebanyakan yang suka meledak-ledak atau mahir berpolitik,” pungkas Pdt. Anwar Tjen. 

 

Sumber tulisan:

Wawancara dengan Pdt. Anwar Tjen, Ph.D. pada 3 Juli 2020.

Andreas Hauw. Catatan Perjalanan Pemeriksaan Teks Kitab Suci Jawa, dalam: Warta Sumber Hidup LAI Vol.5, No. 3,

Panitia Buku Kenangan Sularso Sopater. Setia di Jalan Ketulusan, Buku Kenangan 80 Tahun Pdt. Em. Prof. Dr. Sularso Sopater.

Agoes Widhartono. Memoar Sularso Sopater, Kukuh Menempuh Jalan Ibu