Loper Koran Menjadi Penulis Selamat

Loper Koran Menjadi Penulis Selamat

 

“Aku ini orang kecil di gereja. Buktinya pendetaku tidak tahu bila aku ikut ibadah, apalagi bila aku absen. Aku diperlakukan seperti anak kecil dengan dicekoki ayat-ayat Alkitab. Tetapi di rumah aku orang besar, sebab setiap hari  kubaca ulang Seri Selamat (aku punya komplit, lho!). Aku tidak dicekoki ayat, melainkan diberi penjelasan latar belakang ayat itu. Aku tidak dijejali nasihat, melainkan diajak berpikir…Khotbah lain sering membuat aku kecil dan minder seperti kutu busuk dan ketakutan di depan Tuhan yang galak. Tetapi Seri Selamat memperlihatkan Tuhan sebagai teman yang mau gaul sehingga aku asyik chatting dengan Tuhan.” Demikian ungkap seorang muda kristiani berinisial N.L di Kupang. 

Seorang dokter di Semarang punya kesaksian lain lagi setelah membaca buku Seri Selamat. “Ayahku pendeta yang sok suci. Sebab itu aku emoh baca buku Kristen. Ketika melihat buku Selamat Pagi Tuhan, aku membolak-balik dan ternyata sekarang aku menjadi penggemar berat Seri Selamat.”

Seorang muslim bernama Subhan Musnawar berkomentar lain,”Saya muslim taat dan teguh, punya ribuan buku Islam, tetapi juga bangga punya koleksi Seri Selamat kristiani.”

Alm. Mula Harahap, editor senior dan pakar perbukuan IKAPI pernah menulis artikel tentang sosok Andar Ismail berjudul “Menjadi Pendeta Karena Takut Eksakta”. Artikel tersebut hasil wawancara langsung Mula dengan Andar. Ia menggambarkan Andar sebagai “lelaki tua berpakaian sederhana, penulis belasan buku popular, pemahaman iman disajikannya dengan ringkas, sederhana, kocak dan sarat ilustrasi.”

Dalam salah satu seri bukunya yang berjudul Selamat Berkerabat, Andar menceritakan bagaimana perjalanan hidupnya hingga akhirnya menjadi seorang pendeta, pengajar dan sekaligus penulis. 

Ketika belum bisa membaca dan menulis, Andar sudah mulai mengarang. Pada usia sekitar tiga tahun ia tidak mempunyai mainan apa pun. Tiap hari berjam-jam ia bermain seorang diri di halaman rumahnya yang sempit di Bandung dengan daun-daun kering dan patahan-patahan ranting yang berserakan Bagi Andar, daun dan ranting itu kemarin merupakan kereta api, hari ini gajah, besok mobil ambulans dan seterusnya. Lalu tiap hari, ia melapor kepada ibunya,”Mama, tadi owe ketemu gajah, main dengan gajah.” Ibunya langsung menanggapi secara positif. “Berapa ekor gajahnya? Belalainya panjang? Siapa namanya?” Lalu Andar mulai bercerita. Dengan tanggapan yang positif itu, ibunya tanpa sengaja sedang melatih Andar untuk mengembangkan ketajaman berkonsentrasi, kemampuan berimajinasi, kebebasan berekspresi, dan fondasi yang paling esensial untuk pengarang, yaitu logika struktur alur. 

Andar memang larut dalam emosi setiap kali mendengar cerita. Tiap malam ayahnya bercerita tentang wayang Gatotkaca dan ibunya bercerita tentang Sie Djin Kui. Di Sekolah Minggu pada suatu hari gurunya mengumumkan,”Anak-anak, hari ini Ibu mau memberi hadiah kepada murid yang paling tekun mendengar cerita tiap minggu. Murid itu adalah Siem Hong An.” Andar yang pemalu dan pendiam malah menjadi takut. Pikirnya,”Aku tidak berbuat apa-apa. Aku cuma menikmati cerita, kok diberi hadiah?”

Pada tahun 1946, Andar masuk SD Negeri Balong Gede dan kemudian SD Kristen Kebon Jati. Kedua sekolah itu berbahasa Belanda. Di SD Andar langsung menyadari bahwa ia tidak terlalu mahir dalam pelajaran rekenen (kini: matematika). Menambah, mengurangi, mengali dan membagi baginya terasa sangat pelik. NIlai matematikanya paling banter enam, bahkan tak jarang cuma lima. “Untung mata pelajaran eksakta itu hanya ada satu. Sebab itu, tiap tahun saya naik kelas,”katanya. Di tingkat SD tersebut mata pelajaran yang paling disukainya adalah Opstel Schrijven, yakni menulis karangan. Ia sering dipuji gurunya dan disuruh membacakan karangan di depan kelas. 

Tiap sore Andar mengantar koran. Sering koran itu terlambat sehingga pelanggan sudah menunggu di depan rumah. Lama-lama Andar mulai berpikir,” Wah, aku ini orang penting. Sudah ditunggu. Kalau pengantar koran saja adalah orang penting, apalagi penulis koran.” Sejak itu ia bercita-cita untuk menjadi seorang penulis di koran. 

Di SLTP keadaan jauh berbeda. Tiap hari ada tiga mata pelajaran eksakta, yaitu aljabar, ilmu ukur dan ilmu alam. Meskipun sudah berjuang keras, bahkan dibantu oleh teman-temannya ia tetap tidak mampu memahami ketiga pelajaran tersebut. Nilai aljabar, ilmu ukur dan ilmu alam di rapor adalah: empat, lima dan empat. Akibatnya, Andar tidak naik kelas. Untuk satu tahun ia mengulang. Setelahnya? Ternyata setahun mengulang tidak memperbaiki hasil. Untuk kedua kalinya ia tidak naik kelas, sehingga dikeluarkan. Maka dirinya pindah ke SMPK lain yang mutunya lebih rendah dan kurikulumnya berbeda. 

Ia malu dan merasa kasihan kepada ibnya yang mencarai nafkah dan membiayai uang sekolah dengan membuat kue. “Saya bingung dan cemas memikirkan akan jadi apa saya di hari depan kalau begini bodoh. Sampai-sampai saya berpikir apa gunanya hidup terus kalau masa depan begini suram,”kenangnya. 

Untunglah di sekolah yang baru ada beberapa gurunya yang suportif. Lalu yang menarik, baik dalam pelajaran Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris ada latihan mengarang. Andar sering dipuji oleh gurunya dan disuruh membacakan karangannya di depan kelas. Dalam karangan parodi Andar sering memakai teman-teman sekelas sebagai tokoh-tokoh imajiner. Langsung seluruh kelas tertawa terpingkal-pingkal.  Hal itu membuat dia menyukai menulis.

Sikap gila baca sudah tampak ketika Andar di SD. Ia menjadi anggota Volks Bibliotheek, yaitu perpustakaan milik Kotapraja Bandung yang dibuka gratis untuk umum dengan puluhan ribu buku berbahasa Belanda. Di situ Andar mulai mengenal sastra Eropa untuk anak maupun dewasa, seperti Hans Christian Andersen dari Denmark, Karl May dari Jerman, Leo Tolstoy dan Anton Chekov dari Rusia, Guy de Maupassant dari Prancis, Charles Dickens dari Inggris, dan lainnya. Kemudian di SMP ia juga menjadi anggota The British Council Library

Andar menjadi satu-satunya remaja yang tiap Sabtu duduk di antara Bapak-bapak di Kantor Dinas Penerangan. Di situ tersedia semua koran yang terbit di Indonesia. Kemudian hari Andar mengikuti kursus jurnalistik dan menjadi anggotan IPWI (Ikatan Pelajar Wartawan Indonesia) cabang Bandung. 

Minatnya pada buku kemudian menjurus ke buku-buku Teologi. Hampir setiap sore ia duduk di lantai toko buku BPK (ketika itu belum bernama Gunung Mulia) di Pasir Kaliki. Kepala toko itu yang bernama Hendra Gunawan dari GKI Perniagaan, sudah tahu bahwa pemuda itu kurus kering dan bercelana pendek ini tidak pernah membeli apa-apa, tetapi hanya numpang baca beberapa bab untuk dilanjutkan lagi keesokan harinya. 

Pada tahun 1957, Andar mengikuti ujian masuk Sekolah Teologi Balewijoto di Malang. Ia ditanya,”Apa minat saudara?”Andar segera menyebut semua buku BPK karangan Verkuyl, Leimena dan Notohamidjojo, berikut garis besar isi setiap buku itu. Ia juga menyebut garis besar isi buku Hendrik Kraemer berjudul Agama Islam. Para dosen yang menguji terdiam heran. Seorang dosen Belanda goyang-goyang kepala dan berkata,”Saudara Siem membuat saya bingung.”

Selama enam tahun di sekolah teologi, Andar memanfaatkan berbagai kesempatan. Tiap minggu ia meminjamkan diktat teman di Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Malang jurusan Pedadogi, jurusan Bahasa Indonesia dan Jurusan Bahasa Inggris. Ia mengikuti kelas Bahasa Inggris di Seminari Alkitab Asia Tenggara di mana ia menjadi teman sekelas Stephen Tong dan Caleb Tong. 

Di masa kuliah di Malang tersebut,  Andar bekerja sampai larut malam sebagai penerjemah buku untuk BPK Gunung Mulia di Jakarta dan Christian Literature Center di Surabaya. Buku terjemahannya anta lain adalah karya Ernest Wright, The Old Testament Against its Environment. Andar mengaku, bahwa pengalamannya sebagai penerjemah membentuk kegesitannya sebagai pengarang. Direktur BPK Gunung Mulia, Alfred Simanjuntak, memuji Andar sebagai “Pengarang yang berpena tajam”.

Pada tahun 1963 GKI Samanhudi Jakarta menerima Andar sebagai calon pendeta. Dua program yang langsung ditanganinya adalah Pembinaan Eklesiologi bagi Warga Jemaat biasa selama 24x4 jam efektif dan Penataran Calon Penulis selama 40x2 jam efektif. Kemudian ia mendapat tugas dari Sinode untuk belajar Pendidikan Agama Kristen (PAK) Dewasa di Agogigisch Instituut Utrech di Belanda, selama tiga tahun. 

Sekembalinya di Jakarta tiap Senin pagi Andar berkumpul dengan Eka Darmaputera. Mereka berdua selama tiga tahun melatih diri membaca buku-buku teologi yang susah lalu melatih diri menuliskannya secara mudah untuk warga jemaat biasa. Tiap Minggu Andar menulis artikel kristiani berbentuk editorial untuk Warta Samanhudi tentang peristiwa yang terjadi pecan itu di dalam dan di luar negeri. Koleksi Warta Samanhudi ini pernah dibawa oleh seorang sendeling ke Belanda dan dinilai oleh Sinode Gereja Hervormd sebagai warga gereja lokal, namun berwawasan global dan ekumenikal. Tiap bulan Andar juga menulis di majalah PGI Berita Oikumene. 

Pada tahun 1969, Andar mulai menulis di Suara Pembaruan (ketika itu: Sinar Harapan). Meskipun Dewan Redaksi meminta dia menulis terus, tetapi Andar tahu diri untuk tidak tampil di antara penulis-penulis senior seperti Fridolin Ukur dan Daud Palilu. Baru kemudian hari setelah Eka mulai mengurangi tulisannya demi kesehatannya, Andar menerima baik penugasan Suara Pembaruan untuk menulis di situ. 

Kemudian hari Andar mengikuti Pelatihan Menulis yang diselanggarakan oleh BPK Gunung Mulia di bawah pimpinan Dr. Marion van Horne dari Amerika. Sebagai tindak lanjut, Andar diundang oleh Dewan Gereja-gereja di Amerika mengikuti Latihan Pelatih Pengarang selama satu bulan penuh di Stony Point, New York. 

BPK Gunung Mulia kemudian menugaskan Andar menulis dua buku cerita anak, yaitu Tuhan Ampunilah Kecerobohanku dan Tuhan Damaikanlah Orangtuaku. Buku yang pertama itu terpilih oleh Depdikbud sebagai buku yang dikirim ke tiap SD Negeri di seluruh Indonesia dan terpilih sebagai cerita edukatif dalam konsultasi sedunia tentang cerita anak di New York. Buku kedua terpilih sebagai buku teladan dalam lokakarya cerita edukatif di Tokyo. BPK Gunung Mulia juga menugaskan Andar menulis Selamat Natal dan Selamat Paskah. 

Kemudian Dewan Gereja Asia menugaskan Andar belajar PAK Dewasa di School of Theology and Sociology Doshisha University di Kyoto selama satu semester. Sebagai tindak lanjutnya tiap bulan Oktober ia diminta oleh Doshisha University mengajar Didaktik PAK Dewasa selama tiga tahun berturut-turut. Ia meramu Didaktik PAK Dewasa dari tiga ilmu yaitu Teologi, Pedagogi Dewasa, dan Jurnalistik. Dalam bidang yang sama ia ditugaskan oleh Dewan Gereja Asia belajar di Presbytarian Seminary di Seoul selama satu tahun. Masih di bidang PAK Dewasa, Persetia (Perhimpunan Sekolah-sekolah Teologi di Indonesia) mengutus Andar masuk program doctor di Presbyterian School of Christian Education Union Theological Seminary di Virginia. Selama limat tahun di Virginia itu, ia dimanfaatkan oleh kantor pusat Presbitarian Church USA di Atlanta, Georgia, menjadi anggota tim yang bertugas merumuskan ulang tulisan yang berat dari tingkat dewan gereja menjadi tulisan ringan di tingkat gereja setempat. Selama di Amerika Andar juga sering menulis untuk berbagai penerbitan gereja-gereja di sana, termasuk untuk Keuskupan New York. Ia dianugerahi Literature Award oleh Dewan Gereja-gereja di Amerika. 

Sekembalinya di Jakarta, BPK Gunung Mulia meminta Andar meneruskan Seri Selamat, namun ia meminta waktu beberapa tahun lagi untuk mematangkan diri dan mengembangkan tugas mengajar di STT Jakarta. Setelah tertunda sembilan tahun, Seri Selamat mulai diteruskan lagi. 

Ternyata Seri Selamat diterima dengan baik oleh masyarakat luas. Tiap buku rata-rata bertiras 10.000 eksemplar dan cepat habis terjual. Dewan Gereja Asia pernah berkomentar,”both Eka and Andar are undoubtedly the most prolific Christian authors in this archipelago. The stand consistently in the mainstream of Protestantism and their books are grounded in the Reformed tradition, yet are heartily read by Roman Catholics as well as by Pentacostals. Their writings are based on thoughtful theological scholarship, yet easily consumed by the average parishioner…” Seorang cendikiawan Muslim menulis,”Meskipun Seri Selamat jelas-jelas buku Kristen, namun ia menyapa iman yang universal.”

Penyusun kamus dan pakar Bahasa Indonesia terkemuka, J.S Badudu, berkata dalam suatu penataran,”Seri Selamat ini merupakan contoh penggunaan Bahasa yang lincah, mudah, namun tetap berkaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar.”

BPK Gunung Mulia juga menerbitkan buku PAK Dewasa berjudul Awam dan Pendeta – Mitra Membina Gereja yang merupakan penyederhanaan dari disertasi berjudul The Tension Between the Doctrine of the Laity and The Doctrine of The Ordained Ministry in the Documents of The World Council of Churches and its implications for Lay Education. Disertai Andar ini dinilai oleh Dewan Gereja se-Dunia sebagai “…an intriguing contribution to the churches and ecumenical movement…demands considerable reflection…original…written succinctly…Excellent treatment of our documents allowing the variying angles to speak for themselves…Reveals sensitivity to the connections between ecclesiology and pedagogy.”

Presbyterian Church USA pun pernah mendatangkan Andar dari Indonesia untuk menjadi pembicara utama pada Global Mission Conference di Montreat, Nort Carolina, sebuah konferensi tingkat internasional yang dihadiri seribu peserta dari seluruh Amerika Serikat dan juga Amerika Latin dan Eropa. Presentasi Andar itu telah diterbitkan oleh BPK Gunung Mulia dengan judul Wittnessing for Jesus, Reflections by an Indonesian Pastor. 

Di STT Jakarta Andar mewariskan ilmunya melalui kelas Didaktik PAK yan tiap tahun berganti penekanan, misalnya didaktik teologi naratif, didaktif literature, dan didaktik kecerdasan emosional. 

Andar mengaku bahwa bahan untuk Seri Selamat semakin bertambah, namun tenaga fisik semakin berkurang. Tiap hari ia membaca, mengarang, dan menulis kadang-kadang mulai pukul 4 pagi. Bahkan pernah dengan tangan diinfus  ia malah lebih leluasa menulis sepenuh waktu sebab tidak ada seorang pun yang diberitahu jika ia masuk rumah sakit. 

Sebagai penulis buku, Andar merasa gembira jika ada pembaca bersaksi bahwa mereka memperoleh manfaat dari buku yang dikarangnya. Kedua, jika ia mendengar bahwa ada orang menghadiahkan Seri Selamat kepada kawan atau kerabatnya. 

Sebaliknya, Andar merasa sedih kalau ada warga yang sebetulnya mampu membeli dan mampu membaca Seri Selamat namun tidak membeli dan tidak membaca. 

Demikianlah kisah hidup Andar Ismail. Seandainya dulu ia pandai eksakta, mungkin arah hidupnya akan berbeda. Bisa jadi ia masuk ITB dan jadi insinyur. Kalau itu terjadi, Seri Selamat tidak eksis. Renungan buah pena Andar yang kini sudah menginjak seri ke-31 tersebut (terakhir Selamat Memanusia), telah menjadi berkat dan menyentuh hati banyak orang. 

Kata Andar,”Dulu saya terpuruk dan merasa sedih, malu dan bingung saya bodoh dalam ilmu eksakta. Tetapi sekarang ia merasa keterpurukan itu ada faedahnya. Keterpurukan di bidang eksakta, mendorongnya berkembang di bidang non-eksakta. Ia menyadari semua itu merupakan penyelenggaraan Tuhan. Sama seperti kesaksian Rasul Paulus,” Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah” (Rm. 8:28). Andar menyadari baik keberhasilan maupun keterpurukan dipakai untuk mendatangkan kebaikan. 

Andar tidak pernah kekurangan bahan penulisan. Karena menurutnya, Alkitab terdiri dari ribuan perikop dan hidup kita sehari-hari terdiri dari ribuan persoalan. Ketika persoalan hidup digumuli dalam terang Firman Tuhan, bukankah akan menjadi sebuah tulisan? 

Di atas meja tulis Andar tergantung salib Taize dengan wajah Kristus yang menunduk menatap ke meja tulis. Di kaki salib itu terpampang tulisan tangan:

Karunia yang Kuberikan kepadamu adalah menulis Seri Selamat

Untuk menjelaskan yang sudah menjadi mudah

Teruslah menulis, jangan kecewa dan putus asa.

Teruslah menulis sampai nanti.

Aku menepuk pundakmu, mengangguk tersenyum padamu dan menjemput kamu. 

 

Sumber Kepustakaan:

Selamat Berkembang, Selamat Berkerabat, Selamat Berkarunia, Selamat Membarui