“MARI, PANJAT PINANG BERSAMA TUHAN”

“MARI, PANJAT PINANG BERSAMA TUHAN”

 

“Tujuh belas Agustus tahun empat lima, itulah hari kemerdekaan kita. Hari merdeka nusa dan bangsa. Hari lahirnya Bangsa Indonesia. Merdeka”, itulah bait pembuka lagu Hari Merdeka (H. Mutahar). Hari Selasa mendatang kita akan memperingati 76 tahun kita merdeka. Kita merdeka sebagai sebuah bangsa yang berdaulat dan mandiri. Ada keharuan tersendiri ketika kita memasuki pekan kemerdekaan. Ada sesuatu yang kita tunggu. Pidato kenegaraan presiden, upacara “Detik-Detik Proklamasi”, dan pesta rakyat. Pesta rakyat, baik itu berupa refleksi, syukuran, maupun kegembiraan seluruh warga negara dari seluruh komponen masyarakat, lapisan usia dan jender.

Ada keunikan tersendiri dalam pesta rakyat di negara tercinta dalam memperingati Hari Kemerdekaan ini. Jika di negara lain peringatan hari kemerdekaan biasanya ditandai dengan parade militer, karnaval, pesta kembang api, dll, maka pesta rakyat di negara kita diwarnai dengan sesuatu yang khas Indonesia: Lomba Makan Kerupuk, Lomba Balap Karung dan Panjat Pinang. Dalam berbagai variasinya, lomba-lomba semacam itu ada juga di negara lain, namun di Indonesia, lomba-lomba tersebut identik dengan “Pesta 17 Agustusan”. 

Ada yang menarik dari Lomba Panjat Pinang. Lomba ini mensyaratkan adanya sebuah kerja sama tim, strategi, perjuangan dan berani bergumul dengan oli bekas, lumpur, dll. Ketika saya merenungkannya, saya menemukan sebuah filosofi yang sangat cocok dengan tema peringatan “76 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia” yakni, “Indonesia Tangguh, Indonesia Maju”. Olah raga Panjat Pinang mencerminkan sebuah ketangguhan. Bayangkan sekelompok orang bersama-sama berupaya meraih hadiah yang ada di puncak tiang yang licin yang harus dipanjat. Untuk itu perlu ada sekelompok orang kuat yang menjadi landasan bagi orang lain untuk memanjat. Orang-orang yang rela menahan berat badan orang lain, diinjak-injak, bahkan tidak jarang kepala juga ikut diinjak, demi keberhasilan bersama. Keberhasilan sebuah tim, bukan keberhasilan individu. Ada orang-orang yang rela berkotor-kotor, melumuri diri dengan lumpur untuk menetralisir oli bekas yang dilumurkan pada batang pinang agar menjadi licin sebagai rintangan mempersulit tim meraih hadiah kemenangan. Lalu ada pula anak/remaja dengan bobot yang lebih ringan dipilih sebagai anggota tim dan dipersiapkan untuk bisa memanjat hingga puncak tiang dan meraih hadiah. 

Sangat seru menyaksikan lomba ini. Ketika tim yang berlaga sudah mencapai pertengahan, tiba-tiba bisa saja terjadi orang-orang yang di bawah mengalami kelelahan, tidak mampu bertahan, dan bangunan menara orang yang sudah dibangun roboh dan harus diulangi dari awal. Tidak jarang terjadi kesalahan teknis, seorang pemanjat terpaksa memanjat celana seorang rekan dan menyebabkan adegan yang tidak dapat diceritakan di sini. Namun akhirnya semua orang, tim maupun penonton, puas ketika ada tim yang berhasil mencapai puncak dan meraih semua hadiah. The winner takes it all.

Hingga kini, untuk sampai pada usianya yang ke-76 yang tangguh dan maju, bangsa Indonesia sudah jatuh bangun, berkeringat serta berkotor-kotor. Bukankah untuk menjadi bangsa yang maju seperti sekarang ini diperlukan kerja sama dari seluruh komponen bangsa? Setiap kelompok usia, jender, profesi, aparat pemerintah, sipil dan militer, serta berbagai eselon dalam pemerintahan harus bekerjasama, bergulat, bergumul, mencurahkan tenaga dan pikiran, jatuh bangun, menyusun strategi dan taktik untuk meraih keberhasilan?

Sudah satu setengah tahun seluruh komponen bangsa diuji melalui Pandemi COVID-19. Ada yang patuh mengikuti anjuran pemerintah, ada yang melawan atau anti, ada pula yang kritis dengan memberikan kritik yang membangun. Eforia keseruan perayaan hari Kemerdekaan tak lagi semarak dengan lomba-lomba di lapangan. Semua itu adalah dinamika yang terjadi dalam sebuah negara, masyarakat, maupun dalam keluarga sebagai elemen masyarakat yang terkecil. Untuk maju memasuki masa depan kita harus mempersiapkan diri. Kita boleh berefleksi terhadap kegagalan di masa lalu, namun tidak boleh meratapinya. Seperti pada panjat pinang, kita harus fokus pada tujuan yang hendak kita raih di ujung tiang, pada upaya kerja sama tim, strategi, taktik,  sedia bergumul, berjuang, bertahan serta berkotor-kotor ria.

Alkitab memberikan refleksi kepada kita, seperti tertulis pada 1 Timotius 4:10, “Itulah sebabnya kita berjerih payah dan berjuang, karena kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup, Juruselamat semua manusia, terutama mereka yang percaya.” Jadi, dalam upaya meraih cita-cita bersama sesuai tema perayaan 76 tahun kemerdekaan, kita perlu berjerih payah dan berjuang dalam pengharapan bersama Allah kita yang hidup dan Juruselamat kita Yesus Kristus yang bersama-sama dengan kita ikut berjuang, bergumul, berlumpur dalam perjalanan bangsa kita untuk semakin tangguh dan maju. Laksana memanjat pinang bersama Tuhan, kita berjuang bersama mencapai titik puncak dan meraih keberhasilan, yaitu keluar dari segala kesulitan yang kita hadapi.

“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya bekehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya” Inilah kalimat deklarasi kemerdekaan bangsa. Bukan sekedar proklamasi yang bermakna pemberitahuan kepada diri sendiri dan seluruh dunia bahwa suatu bangsa sudah menjadi bangsa yang merdeka, melainkan sebuah deklarasi kemerdekaan sebuah bangsa, sebuah pernyataan kemerdekaan  yang lengkap yang meliputi landasan, falsafah, tujuan serta dasar-dasarnya” (Sukarno,17 Agustus 1961). Kita menyatakan kemerdekaan kita dalam rahmat Allah Yang Maha Kuasa, maka bersama Allah pula kita mencapai visi dan misi kemerdekaan itu. Seperti kita memanjat pinang bersama-Nya. Merdeka!


Pdt. Sri Yuliana