Mengenal Sahabat Sinabung, Pdt. Agustinus Purba

Mengenal Sahabat Sinabung, Pdt. Agustinus Purba

 

Kamis, 19 November 2020 kabar duka datang dari Gereja Batak Karo Protestan (GBKP). Pada Kamis sore pukul 17. 12 WIB, Ketua Moderamen Sinode GBKP, Pdt. Agustinus Pengarepen Purba, S.Th, M.A., dipanggil pulang ke rumah Bapa. Bukan hanya warga GBKP yang berduka, namun juga seluruh masyarakat Karo. Bukan hanya di Tanah Karo, namanya dikenal baik oleh umat Tuhan di Sumatera Utara bahkan hingga Papua. Sebagai pelayan sekaligus pimpinan gereja beliau dikenal sebagai sosok pekerja keras. Tanpa mengenal rasa lelah, beliau menjalankan seluruh tugas pelayanan yang Tuhan percayakan. Dengan keringat dan airmata beliau memerhatikan penuh setiap kebutuhan jemaat, masyarakat, rekan, siapapun yang berhubungan dengannya dalam setiap tugas dan pelayanannya. 

Agustinus Pengarapen Purba, lahir di Medan pada 21 Agustus 1966. Ia  merupakan anak kedua dari enam bersaudara. Ia dibesarkan dalam keluarga yang sederhana dan hidup dalam keterbatasan. Ayahnya meninggal sejak Agustinus masih di bangku kelas 2 SMA. Selanjutnya keenam bersaudara ini dibesarkan oleh seorang ibu yang berdagang di warungnya yang kecil untuk memenuhi kebutuhan hidup seluruh keluarga. 

Sejak kecil Agustinus tekun membantu orang tuanya dalam mencari nafkah. Didikan dari orang tua dan pengajaran firman Tuhan yang sangat kuat membentuknya menjadi seorang yang tangguh dan beriman. Agustinus pada masa remajanya, tinggal bersama saudara yang adalah seorang Hamba Tuhan, alm. Pdt. S. Karosekali. Ia kerap kali mengerjakan tugas untuk membersihkan gereja. Dorongan motivasi dan pembelajaran hidup yang diberikan oleh Pdt S Karosekali kepadanya, akhirnya mendorongnya untuk mengambil sekolah teologia. “Gajiku yang akan membiayai sekolahmu,” tegas Pdt. S. Karosekali. Dukungan penuh Pdt. Karosekali tersebut menjadi inspirasi dan mendorong semangatnya dalam memenuhi tugas panggilan dan dalam setiap aspek kehidupannya.

Pdt Agustinus memulai tugas pelayanan sebagai Ketua Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Klasis Sinabun, yang berkantor di Tiganderket, Tanah Karo. Ia mengemban tugas tersebut selama 6 tahun (1995-2001). Sebagai Ketua Klasis, beliau melayani hingga ke desa-desa terpencil, memerhatikan dan membantu jemaat-jemaat yang mengalami kesulitan. Beliau bahkan  menjalin komunikasi dan kerja sama dengan gereja-gereja di Jerman untuk meningkatkan pelayanan di Klasis Sinabun. Semua pelayanan dijalankan dengan penuh syukur dan berserah penuh kepada penyertaanTuhan. 

Selepas menjadi Ketua Klasis, beliau menjabat sebagai direktur Yayasan Ate Keleng (YAK)/Partisipasi Pembangunan (PARPEM), sebuah yayasan yang berada di bawah naungan GBKP yang berkantor di Sukamakmur, Deli Serdang selama 9 tahun (2001-2010). Di yayasan ini, fokus pelayanan Pdt. Agustinus dan rekan-rekannya para pendeta senior di YAK adalah membangun fasilitas-fasilitas umum. Salah satu bentuk pelayanan yang dilakukan bersama dengan tim adalah membangun sarana dan pra sarana di desa-desa yang belum memiliki listrik dan air. 

Untuk menggalang dana pembangunan sarana dan prasarana tersebut, beliau membentuk komunitas-komunitas yang mendukung berbagai program pembangunan yang dilakukan di desa-desa. Dalam setiap program yang dijalankan beliau senantiasa membangun kerja sama dengan pemerintahan desa dan seluruh masyarakat desa. Maka, segala pelayanan yang dilakukan selalu berujung pada tumbuhnya rasa solidaritas dan kekeluargaan yang tinggi. 

Selain pembangunan prasarana, beliau juga memerhatikan korban bencana alam. Kerap kali, beliau berpartisipasi dalam membantu korban-korban bencana alam yang pernah terjadi di beberapa tempat. Tanpa berpikir panjang, ia terjun langsung ke lapangan. Bukan sehari dua hari. Tak jarang beliau berminggu-minggu meninggalkan keluarga demi membantu saudara-saudari yang terkena dampak bencana alam, seperti ketika bencana tsunami di Aceh yang terjadi tahun 2004, dan tsunami di Mentawai pada tahun 2010 yang merupakan bencana nasional. 

Bersama tim dari YAK/PARPEM dan orang-orang yang berpartisipasi untuk turut membantu korban bencana alam, beliau mengumpulkan berbagai bantuan logistik maupun bentuk-bentuk bantuan lainnya, dan menyerahkan langsung bantuan tersebut ke lapangan. Tentu saja dengan kerja sama dengan banyak pihak, termasuk tim dari beberapa gereja, dan lembaga di Indonesia. 

Tak kenal lelah, tak kenal waktu, Pdt Agustinus melayani setulus hati, mengerahkan segala tenaga dan kemampuannya. Menjadi berkat untuk sesama adalah fokus pelayanan yang selalu terlihat dalam diri beliau. 

Setelah menyelesaikan tugas sebagai direktur YAK/PARPEM, pada tahun 2010 beliau terpilih menjadi Kepala Bidang Diakonia Sinode GBKP yang berkantor di Kabanjahe, Tanah Karo. Jabatan baru ini disambut dengan letusan Gunung Sinabung, gunung berapi yang terletak di Tanah Karo. Pelayanan beliau mendampingi korban Sinabung menjadikan beliau dikenal sebagai Sahabat Sinabung sampai akhir hayat beliau. 

Bersama dengan tim relawan dan ASIGANA (Anak Singuda Tanggap Bencana) di bawah naungan Moderamen GBKP, beliau mendirikan posko-posko di setiap gereja GBKP yang berada di zona aman, di sekitar Kota Kabanjahe dan Berastagi. Ketulusan dalam melayani pengungsi Sinabung, tampak dalam hari-hari ketika Pdt Agustinus menghabiskan banyak waktu berkeliling ke posko-posko, bermalam bersama para pengungsi dan relawan di posko pengungsian. 

Bukan diam meratapi bencana, beliau aktif mencari bantuan logistik, berkoordinasi dengan Moderamen GBKP, pemerintah kabupaten, majelis jemaat gereja-gereja yang berpartisipasi, dan masih banyak pihak lainnya termasuk tim dari gereja-gereja di luar GBKP serta bekerja sama dengan United Evangelical Mission (UEM). Bersama-sama memerhatikan kebutuhan para pengungsi sinabung, melihat lokasi-lokasi yang terkena dampak, membagi-bagikan masker dan logistik ke daerah-daerah yang berdampak namun tidak mengungsi keluar daerahnya. 

Segalanya dilakukannya tanpa pamrih. Yang ada dalam pikirannya hanyalah keselamatan para pengungsi. Bahkan ia tak hirau kesehatan pribadinya.  Tiap hari ia terjun ke lapangan memberi semangat dan selalu berusaha memberikan yang terbaik. Pernah ada masa ketika posko pengungsian mengalami kesulitan. Masuknya bantuan logistik untuk pengungsi Sinabung tersendat. Persediaan pangan sempat mengalami kekurangan. Posko utama yang menyuplai bantuan ke posko-posko lain tidak mampu lagi menyuplai kebutuhan secara cukup. Dalam situasi seperti ini, Pdt. Agustinus tidak berhenti berpengharapan. 

Ia menghubungi siapa saja yang bisa dimintai bantuan. Dengan dukungan tim yang selalu berperan aktif, tagline TUHAN ITU BAIK tercetus dari beliau saat menyadari Tuhan menyediakan bantuan melalui banyak pihak yang seringkali tidak terduga. Pelayanan dijalaninya secara tuntas, hingga masa akhir ketika letusan gunung sudah mereda. Para pengungsi sebagian sudah pulang ke daerah tempat relokasi. emuanya berjalan dengan baik adanya, tidak kekurangan, penuh sukacita walau derita mendera. 

Ketika para pengungsi pulang ke tempat tinggalnya muncul keharuan. Hubungan kebersamaan tim penolong dan para pengungsi Sinabung membuat perpisahan dari posko pengungsian terasa berat.  Bencana yang awalnya membuat semua orang berputus asa, berakhir dengan suasana tangis haru karena mengingat kebersamaan yang terjalin indah selama ini. 

Sebagai sahabat para pengungsi, Pdt Agustinus merasakan betapa besar kasih Tuhan memelihara kehidupannya, juga kehidupan seluruh pengungsi Sinabung. Kepada seluruh anggota timnya ia selalu mengajarkan untuk terus berusaha memberikan yang terbaik. Ia memotivasi anggota tim untuk bertindak kreatif, berpola pikir dan berperilaku tidak normal di saat situasi berjalan tidak normal. Tidak perlu terlalu banyak berpikir, beliau selalu sigap bertindak melakukan hal yang tepat untuk menolong orang banyak. Semangatnya yang tak pernah padam untuk terus mendampingi pengungsi Sinabung membuat Pdt Agustinus mendapatkan penghargaan dalam acara Tangguh Award yang diselenggarakan oleh BNPB tahun 2014. 

Sebagai hamba Tuhan, Pdt. Agustinus dikenal karena kepribadiannya yang selalu bersyukur, rendah hati, tulus, gigih, dan berserah penuh pada Sang Mahakuasa. Keramahan serta rasa solidaritasnya yang tinggi membuat banyak orang mengasihi beliau. Pesan yang sering beliau sampaikan, lakukan segala sesuatu dengan segala kemampuan yang dimiliki, Tuhan akan menolong dan menyempurnakan, sebab Tuhan itu baik. 

Pada tahun 2015, dalam  Sidang Raya Sinode GBKP, Pdt. Agustinus terpilih sebagai Ketua Moderamen (Sinode) GBKP. Terpilihnya beliau menjadikan seluruh keluarga dan beliau sendiri merasa bangga. Pdt. Agustinus percaya Tuhan ingin berkarya melalui dirinya bagi seluruh jemaat GBKP yang ada di semua tempat. Di mata penulis, beliau berhasil melakukan segala tugas pelayanannya lewat ketulusan dan kegigihan yang tidak pernah berubah. 

Hatinya yang lembut, membuatnya kerap mengeluarkan air mata ketika muncul persoalan-persoalan yang kurang baik menimpa gereja. Berbagai cara beliau pikirkan secara matang dan lakukan semaksimal mungkin untuk membawa GBKP terus bangkit. Iman percaya beliau yang kuat, menjadi motivasi juga bagi rekan-rekan sekerja beliau. 

Di mata keluarga, beliau ada seorang ayah yang sempurna. Beliau sosok yang sangat dekat dengan keluarga, walaupun beliau kerap kali meninggalkan keluarganya untuk mengemban tugas pelayanan.  Dalam kepadatan tugas pelayanan, beliau tetap bisa menyisihkan waktu yang berkualitas untuk keluarga. Pdt. Agustinus tidak pernah mencampurkan urusan pekerjaan dengan keluarga. Ia tidak pernah berkeluh kesah di depan keluarga, seberat apapun tugas yang ia emban, sebesar apapun permasalahan yang sedang ia alami, ia tidak pernah menunjukkan hal itu di depan keluarga. Bersyukur, bersyukur, dan bersyukur hanya itu saja yang selalu beliau tekankan kepada istri dan anak-anaknya. Beliau adalah sosok yang romantis terhadap isterinya, dan pendukung terdepan bagi anak-anaknya. 

Ia selalu mendukung penuh segala keputusan yang dibuat anak-anaknya. Beliau senantiasa mendukung penuh pilihan hidup anak-anaknya. Ia selalu siap menjadi pendengar yanga baik, pemberi solusi yang baik, tidak pernah menuntut apapun dari anak-anaknya. Ia selalu terlihat kuat, bahkan di situasi yang mungkin sedang sulit sekali pun ia berusaha agar isteri dan anak-anak tetap merasa bahagia. 

Nilai kehidupan yang senantiasa beliau tanamkan berulang-ulang kepada anak-anaknya dan orang lain tidak jauh dari bersyukur dalam setiap keadaan, berbagi kepada yang membutuhkan, dan melakukan semua tugas dengan sepenuh hati. Beliau mengajarkan semua hal tersebut tidak hanya lewat perkataan namun juga melalui sikap dan perbuatan beliau yang bisa diteladani. 

Anak-anak diajarkan untuk menjadi orang yang kuat dan tangguh agar bisa maju untuk melayani Tuhan. “Segala pekerjaan yang kita jalankan biarlah semuanya itu untuk kemuliaan nama Tuhan, biarlah segala pekerjaan yang kita lakukan hanya untuk Tuhan,” tuturnya kepada anak-anak. 

Bagi anak dan istrinya, beliau merupakan pendukung terdepan. Setiap perbuatan kecil apapun yang dilakukan isteri dan anak-anaknya selalu diberi apresiasi yang tinggi. Sungguh ayah yang luar biasa! Rasa bangga dan hormat kepada beliau dari seluruh keluarga, rekan sepelayanan, dan jemaat begitu besar. Bahkan hingga tiba di tempat peristirahatan terakhir namanya terus bersinar. 

Karakter beliau menjadi teladan bagi banyak orang, kepergiannya meninggalkan banyak duka, namun sekaligus memberi penguatan serta penghiburan karena pelayanannya yang tidak pernah setengah-setengah menjadikannya dikagumi  dan dinantikan di sepanjang perjalanan menuju tempat peristirahatannya. Sungguh benar, Tuhan itu baik!



Dalam kenangan: Agatya Dorothea Purba