Oportunis Natal di Tengah Pandemi?

Oportunis Natal di Tengah Pandemi?

Sapaan LAI

Sebagai aktivis mahasiswa di tahun 80-an, kesibukan saya cukup tinggi karena menjadi pengurus di setidaknya tujuh organisasi kemahasiswaan Kristen. Saat itu, saya memiliki kesempatan merayakan Natal lebih dari tujuh kali setahun.

Bukan hanya karena hampir semua organisasi di mana saya aktif di dalamnya mengadakan perayaan Natal, namun juga karena beberapa undangan Natal yang berasal dari komunitas lain.

Sempat pada satu titik saya merasa Natalan hanya seperti acara seremonial dan sekadar kumpul rame-rame lalu selesai tanpa kesan.

Seolah saya tidak mampu menghentikan segala riuh rendah perayaan Natal sebelum, pada saat, dan setelah tanggal 25 Desember. Bahkan pernah saya masih menghadiri perayaan Natalan di bulan Februari.

Ada eforia perayaan Natal dari banyak pihak dengan berbagai macam alasan. Natalan bukan lagi sebagai bagian dari agenda kegiatan Gerejawi, tapi seringkali menjadi bagian dari agenda sosial kemasyarakatan, bahkan sosial politik juga.

Sekarang kita menghadapi realitas Natal di tengah pandemi Covid-19. Dengan segala keterbatasan yang ada, kita ditantang untuk merayakan Natal dengan penuh hikmat dan sukacita.

Natal sebagai bagian dari perayaan Gerejawi selalu didahului dengan masa Minggu Adven pertama, kedua, ketiga dan keempat. Penghayatan masa Adven, masa penantian, sungguh sangat relevan di tengah Pandemi Covid-19 yang belum kunjung selesai.

Bukankah kita sungguh menantikan datangnya pembebasan dari segala batasan akibat pandemi? Bukankah Sang Juruselamat sungguh kita nantikan di tengah hidup yang terasa di bawah bayang-bayang maut? Masa penantian yang sungguh nyata.

Perayaan Natal di tengah Pandemi Covid-19 membawa kita kepada penghayatan yang lebih berbobot spiritual ketimbang bobot yang lain. Eforia Natal sebagai pesta berlebihan dan melahirkan oportunis yang hanya berorientasi pada diri sendiri, kiranya menjauhlah dari diri kita.

Lembaga Alkitab Indonesia melalui program-program dan produk Natal selalu berupaya mengkampanyekan perlunya disiplin menjalankan agenda perayaan Gerejawi. Tentu juga tetap berkampanye disiplin protokol kesehatan.

Empat Minggu masa Adven kita jalani bersama sebagai masa penantian yang kita hayati dengan penuh hikmat. Malam Natal kita hayati sebagai berita gembira dari para Majus dan gembala domba. Tanggal 25 Desember kita rayakan sebagai sukacita hadirnya Sang Juruselamat kehidupan yang sungguh kita nantikan.

Dengan kedisiplinan menjalankan agenda perayaan Gerejawi, kita juga membuka diri dalam semangat ekumenikal bersama seluruh Gereja interdenominasi dan interkonfesi.

 

Salam Alkitab untuk Semua.

Dr. Sigit Triyono