Pak Lambe dan Aku

Pak Lambe dan Aku

 

Pada Sidang Raya PGI di Palangka Raya tahun 2000, Lambe terpilih Sekretaris Umum, dan saya menjadi Wakil Sekretaris Umum. Di PGI-lah kami berkenalan dan menjadi  sahabat, yang juga diperkuat oleh “persaudaraan” Toraja dan Batak (TOBA). Selama satu periode (2000-2005) kami bekerja bahu membahu. Saya all-out mendukung beliau. Dalam menjalankan tugas sebagai wakil, saya menganut prinsip: never outshine the master (Jangan lebih bersinar dari atasanmu). Saya memosisikan diri sebagai “ban serep”, walau dalam Tata Dasar PGI secara teknis ada jobdes antara Sekum dan Wasekum.  

Kalau ada wartawan media cetak atau elektronik yang mau wawancara tentang PGI, saya pasti minta agar pak Lambe yang terima. Baru kalau beliau berhalangan, saya maju. Bahkan, ketika beliau mencalonkan diri sebagai anggota DPD tahun 2004, dan MPH tidak memberikan izin cuti untuk kampanye, sayalah yang mengambil alih tugas-tugas Sekum agar beliau bisa berkampanye. Beliau terpilih menjadi anggota DPD periode 2004-2009. 

Pak Lambe juga sangat percaya kepada saya. Beliau mengizinkan saya mengikuti Kursus Reguler Angkatan XXXIV di Lemhannas (2001) selama 9 bulan, yang sangat besar manfaatnya dalam menjalankan tugas di PGI, baik sebagai Wasekum, dan kemudian menjadi Sekum (2005-2010). Pak Lambe juga sering menugaskan saya mewakili PGI untuk berbagai tugas luar negeri, bahkan merekomendasikan saya (yang biasanya diwakili Sekum) mewakili PGI menjadi anggota Executive Committee Christian Conference of Asia (2001-2006), yang juga sangat membekali saya dalam memikul tugas-tugas ekumenis. Bahkan, kami berdua beberapa kali mewakili PGI mengahdiri berbagai pertemuan ekumenis internasional: di Jerman, Swiss, Amerika dll. Pada Sidang Raya PGI (2004) di Kinasih, Bogor, saya terpilih menjadi Sekum, itu juga adalah berkat dukungan pak Lambe. 

Selama 20 tahun kami berteman dan melayani baik di PGI, maupun di Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), kami berdua tetap akrab SEBAGAI SAHABAT SEJATI. Lima tahun kami bertetangga di rumah dinas PGI di Jalan Anggur, dan 10 tahun terakhir rumah kami berdekatan di Cibubur, yang memudahkan kami untuk saling berkunjung. Setiap bulan kami pasti bebicara melalui telepon yang bisa memakan waktu lebih satu jam, bicara macam-macam sambil tertawa gembira. Terakhir kami bertelepon adalah tanggal 20 Desember 2020, sekitar satu jam, ketika beliau masih di kampung di Rantepao. Tidak ada sedikitpun kesan bahwa beliau sakit. 

Ternyata taggal 31 Desemebr 2020, beliau dipanggil Tuhan. Saya sedih, saya tidak bisa menghadiri upacara pemberangkatannya. Krans bunga juga tidak sempat saya pesan. Saya hanya mengungkapkan kesedihan saya melalui medsos, dengan kata-kata: “Saya kehilangan seorang sobat, mentor, teman seperjuangan Dr. Lambe.” Beliau Sekum PGI dan saya wakilnya 2000-2005. Beliau dukung saya untuk bisa terpilih Sekum 2005-2010. 

Begitu banyak kenangan manis. Namun, hidup dan mati adalah kedaulatan Tuhan. Selamat jalan abang anda”.

Pdt. Dr. Richard Daulay