Pdt. O.E.Ch. Wuwungan: Belasan Tahun Menunda Studi Lanjut Demi Penerjemahan Alkitab

Pdt. O.E.Ch. Wuwungan: Belasan Tahun Menunda Studi Lanjut Demi Penerjemahan Alkitab

 

Jika ada orang yang bersedia menunda studi lanjut ke luar negeri belasan tahun demi pekerjaan penerjemahan Alkitab, orang itu adalah Pendeta O.E.Ch. Wuwungan. Yang lebih luar biasa, beliau adalah satu-satunya anggota Tim Terjemahan (TB 1974) yang hingga kini masih turut berkarya merevisi Terjemahan Baru.

Lahir pada tahun 1934, sejak kecil ia sudah diharapkan neneknya untuk menjadi pendeta. Apalagi kakek buyutnya atau ayah neneknya juga seorang pendeta yang mendampingi Pdt. Graafland, misionaris yang bertugas di Maliku, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara. Kebetulan, dua sosok pendeta yang dihormati di Minahasa, Pdt. W.J.Rumambi (mantan Sekum DGI pertama dan perintis LAI) dan Pdt. R.Luntungan (mantan Ketua Majelis Jemaat GPIB ‘Paulus’, Jakarta) saat studi di Jakarta pernah ‘indekos’ di rumah neneknya.

“Ayah saya seorang pengusaha swasta, yang kemudian bekerja di bidang asuransi. Beliau ingin saya menggantikannya. Saya menolak keinginan itu. Dambaan dan doa nenek mulai mewujud nyata”, katanya. “Saya memang dekat sekali dengan nenek,”demikian diakuinya.
Ia mendengar cerita-cerita Alkitab selama berada di rumah nenek dan kakek. Kakeknya adalah Penatua di jemaat GPIB Imanuel, Jakarta. Alkitab memiliki arti penting bagi Wuwungan karena mengajarkan nilai-nilai yang mendasar dalam hubungan manusia dengan Tuhan.
Selepas Sekolah Lanjutan Atas, ia masuk Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta. Setelah lulus STT pada tahun 1961, Dr. Christoph Barth, dosen Perjanjian Lama asal Swis, memintanya untuk ikut terlibat dalam Proyek Penerjemahan Alkitab, yang diprakarsai oleh Lembaga Alkitab Belanda dan kemudian diambil alih oleh LAI. “Tidak semua orang asing yang terlibat dalam tim penerjemahan Alkitab adalah orang Belanda,”terangnya.

Ia menerima saran Barth untuk bergabung dengan LAI. Padahal Ia juga ditawarkan melanjutkan pendidikan di luar negeri. Ia sudah mendapat tawaran beasiswa. Seorang mahaguru STT, Dr. Müller Krüger menganjurkan Wuwungan melanjutkan studi di Jerman. Namun, Barth mengatakan supaya lebih dulu bergabung selama tiga tahun. Ternyata bukan tiga, namun tiga belas tahun lamanya ia terlibat dalam proyek penerjemahan Alkitab Terjemahan Baru (TB). Setelah Alkitab TB terbit pada 1974, barulah ia memperoleh kesempatan meneruskan studi atas tawaran Lembaga Alkitab Belanda. Pada bulan Februari 1975 ia bertolak ke Belanda untuk studi Perjanjian Lama di Rijskuniversiteit Utrecht.

Kerja tim yang teliti dan mementingkan segi rinci menjadi salah satu sebab proyek TB ini berlangsung begitu lama. Bahkan pakar penerjemahan Alkitab dari Persekutuan Lembaga Alkitab Sedunia (UBS), Dr. Eugene Nida menyatakan tim TB bekerja terlalu lambat. Ia meminta tim bekerja lebih cepat.

Badan Pengurus LAI kemudian menetapkan Drs. C.D. Grijns, Sekretaris Departemen Penerjemahan diganti oleh Wuwungan. Ketika mengemban jabatan itu, ia harus menghadapi dua orang mahagurunya sendiri, Prof.Dr. J.L.Ch. Abineno (Ketua Tim Penjanjian Baru) dan Prof.Dr.R. Soedarmo (Ketua Tim Perjanjian Lama). Tidak mudah berkoordinasi dengan para mantan guru, sedang Grijns adalah mantan gurunya dalam mata kuliah bahasa Yunani di STT dan Dr. Arie de Kuiper adalah mantan dosen Perjanjian Lama.

Perdebatan dan bentrok di antara anggota tim saat mempertahankan pendapat tak jarang terjadi, sampai-sampai dua anggota tim, Barth dan Saudara Naipospos, akhirnya meninggalkan proyek ini. Tuhan tetap memimpin kerja tim agar menghasilkan karya yang terbaik. Akhirnya pada tahun 1974, tim berhasil menyelesaikan Alkitab Terjemahan Baru.

Pengalaman hidup memberi Wuwungan keyakinan bahwa Allah bisa memberikan banyak hal yang tidak terduga. Ia menyadari bahwa ada keinginan-keinginan yang tidak terkabulkan, namun ada banyak jalan yang menakjubkan yang Allah rancangkan. Tuntunan-Nya luar biasa.

“Selepas STT pada 1961 saya begitu ingin melanjutkan studi, namun keinginan itu baru dikabulkan 14 tahun kemudian. Hikmahnya, saya bisa membantu penyelesaian Alkitab Terjemahan Baru. Hal itu memperkuat wawasan saya”, lanjutnya. Ia begitu bersyukur , meskipun banyak tantangan, benturan dan pergolakan terjadi, Alkitab Terjemahan Baru akhirnya dapat terbit dan menjadi berkat. Ada nilai yang diajarkan Kristus : “Jangan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang jadi.” (Luk.22:42).

Lain ladang lain belalangnya, lain lubuk lain ikannya. Bekerja di LAI dan berkarya di gereja, lain pula tantangannya. Di Gereja, ia mengalami tantangan dan ancaman. Namun, ia senantiasa berharap pada penyertaan dan tuntunan Tuhan, “ Yang benar harus dinyatakan benar, yang salah harus dinyatakan salah, walaupun menghadapi resiko,“ ujarnya. Tuhan Yesus sendiri mengalami penghinaan, pencobaan dan perlakuan yang tidak adil, namun ia bersikap rendah hati dan tidak melakukan pembalasan. Orang yang mengikut Dia harus pula siap meneladani sikap Tuhan itu. Di saat kritis dan khawatir, pegangan dan andalan satu-satunya hanyalah pertolongan Tuhan.

Di usia yang hampir menginjak  86 tahun, Pdt. Wuwungan masih sehat dalam gerak dan jernih dalam pikir. Kesehatan baginya adalah anugerah Tuhan yang memampukannya menjalankan tugas yang diberikan-Nya. Orang bertanya, apa rahasianya. Ia mengaku, hal pertama yang dilakukan adalah berserah kepada Tuhan. Kita boleh meminta kepada-Nya untuk diberikan kesehatan jasmani dan rohani. Yang kedua, secara rutin melalukan olahraga, seperti Tai-chi. Yang ketiga, makan secukupnya. “Apa yang terasa enak di lidah belum tentu berfaedah untuk tubuh,”terangnya. Ia lebih suka makan sayur, ikan dan buah-buahan.

Setelah sekian lama berkarya di Gereja hingga memasuki masa emiritat (purnabakti), ia kembali diturutsertakan dalam pembaruan Alkitab TB. LAI melalui Sekum (Drs.Supardan M.A) dan Konsultan Penerjemahan, Pdt.Anwar Tjen Ph.D, memintanya untuk bergabung dalam Tim Pembaruan Alkitab Terjemahan Baru. Karya yang dihasilkan timnya pada tahun 1974, telah tiba waktunya direvisi. Hasil revisi diharapkan lebih jelas dan tepat bahasanya, sehingga mudah dimengerti. Dalam cetakan Alkitab tidak tercantum nama anggota Tim Revisi sehingga tidak banyak orang yang tertarik dengan usaha ini, apalagi kalau bertahun-tahun harus menelaah naskah.
Tentu ada perbedaan antara pekerjaan tim pada era lampau dan era sekarang. Jika dulu teknologi masih terbatas, sekarang tim didukung teknologi canggih, misalnya software Paratext, yang membuat proses revisi lebih cepat. Sekarang eranya serba komputerisasi. Menurut Pak Wuwungan, catatan dan tulisan tangan memiliki ciri khas, yang membuat orang mengingat apa yang pernah dikoreksi dan bagaimana terjadi suatu perubahan.

Revisi Alkitab Terjemahan Baru, menurut dia, memiliki arti yang penting, terutama untuk generasi penerus. Ia berharap Alkitab hasil revisi ini nantinya lebih mudah dibaca dan dipahami. Ia juga berharap Alkitab yang baru ini menggugah dan meresap dalam hati dan pikiran pembacanya serta membuat orang menjadi percaya kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.

Seperti halnya hasil terjemahan sebelumnya, Firman Tuhan perlu diteruskan kepada semua orang dari segala golongan di era manapun. Firman tertulis sebagai tradisi yang sudah berlangsung ribuan tahun, pada masa kini masih terus dibutuhkan. Selama Tuhan berkenan, tradisi ini akan terus dikerjakan karena banyak orang menantikan Kabar Baik dalam bahasa yang jelas dan mudah dimengerti.

Semoga hasil Revisi ini menjadi berkat bagi Indonesia !

Pdt.(em). Dr. O.E.Ch. Wuwungan. Anggota Tim Revisi Alkitab TB. Pernah menjabat Ketua Umum Sinode GPIB dan Sekretaris Departemen Penerjemahan LAI.