“PROVIDENTIA DEI”

“PROVIDENTIA DEI”

SAPAAN LAI

“Saya dikirim ke Jerman dan bahkan bisa melayani Gereja di sini sungguh merupakan campur tangan Roh Kudus,” kata seorang Pendeta muda Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD) yang mulai tahun 2013 bertugas di Wuppertal Jerman. 

Lebih lanjut dia menceritakan bagaimana hal yang tidak mungkin dan tidak pernah dia pikirkan bisa terjadi, serta membawa kebaikan bagi umat Tuhan di mana dia melayani. Ada banyak cerita pemeliharaan Tuhan pada hidup pendeta muda nan sederhana ini. Betapa “Providentia Dei” – penyertaan Tuhan, begitu nyata adanya.

Saya menjadi ingat penyertaan Tuhan yang begitu luar biasa dalam hidup saya. Waktu itu saya masih duduk di kelas tiga SMP (usia 13 tahun). Di desa saya, pada masa itu hanya ada satu sekolah  SMP swasta. Di tempat itulah saya menuntut ilmu. Suatu ketika, saya diutus mewakili sekolah untuk  mengikuti lomba “siswa teladan” tingkat SMP se-Kabupaten Cilacap. Saya hanya diberikan sepucuk surat pengantar dari sekolah. Tidak ada fasilitas apapun selain sepucuk surat tersebut. Bahkan saya tidak dibekali hal-hal yang harus disiapkan untuk menghadapi  perlombaan tersebut. 

Jarak dari rumah saya ke tempat perlombaan di kota sekitar 30 km. Orang tua saya tidak mempunyai kendaraan untuk mengantar saya menuju lokasi tes. Angkutan umum belum ada yang reguler, jalanan pun belum semua beraspal. Saya harus berangkat hari Minggu sore agar tidak terlambat hadir saat tes dilangsungkan pada Senin pagi. Saya dititipkan mobil bak terbuka angkutan barang untuk diturunkan di rumah kenalan orang tua saya di kota. Baru kali ini saya pergi ke kota sendiri dan menginap di rumah orang yang baru saya kenal. Saya harus beradaptasi dengan cepat. Subuh-subuh saya sudah harus bangun untuk bersiap ke lokasi tes.

Saya pergi ke tempat tes dengan angkutan umum atas petunjuk Bapak pemilik rumah di mana saya menginap. Saya berangkat sekaligus pamitan untuk langsung pulang ke desa kalau tes sudah selesai. Saya jalani tes sepanjang setengah hari, dan setelah itu saya berjuang sendiri untuk pulang ke desa dengan beberapa kali pindah angkutan umum.

Hasil tes tidak pernah diinformasikan oleh pihak sekolah. Saya  juga tidak tahu siapa yang menjadi “siswa teladan” SMP se-Kabupaten Cilacap saat itu. Saya tidak pernah resah soal hasil. Energi saya terkuras untuk berjuang pergi ke kota sendirian, menginap di rumah orang, menjangkau lokasi tes tanpa terlambat, menjawab soal-soal yang sangat bervariasi, dan berjuang pulang ke desa lagi dengan selamat. Kalau bukan pemeliharaan Tuhan, mana mungkin saya (yang masih kanak-kanak) berhasil menjalani perjalanan penuh tantangan tersebut.

Tantangan sekarang tidak kalah berat. Ada pandemi Covid-19 yang tidak tahu kapan berakhirnya. Ancaman kematian karena serangan virus ada di depan mata. Sudah ribuan karyawan yang di PHK. Minggu ini ada berita pemutusan kontrak 3000 karyawan di sebuah maskapai penerbangan. Tidak sedikit perusahaan yang tutup. “New normal” diberlakukan, “Next Normal” belum ada yang tahu kapan akan berlaku.

Lembaga Alkitab Indonesia tidak steril dari segala tantangan yang mahaberat. Namun satu yang pasti, Tuhan Allah yang sudah menuntun kita di masa lalu dan juga di masa kini, pastilah akan terus memimpin perjalanan kita menuju masa depan.

Warta Sumber Hidup daring (online) nomor 17 ini mengajak kita semua untuk tetap berbesar hati dan produktif di tengah-tengah tantangan yang ada. Mari terus melayani Tuhan di segala cuaca, kondisi, dan tantangan seberat apapun. Tuhan pasti menolong dan menguatkan kita.

Salam Alkitab Untuk Semua.

Dr. Sigit Triyono (Sekum LAI)