Saut Situmorang: Setia di Jalan Kenabian

Saut Situmorang: Setia di Jalan Kenabian

 

Di antara pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019, kita mengenal sosok Saut Situmorang. Di antara para pimpinan KPK mungkin dirinya sosok yang paling banyak belajar tentang hukum. “Sebagai sarjana fisika jelas saya belajar banyak hukum-hukum fisika seperti hukum Newton ataupun hukum Pascal,” terangnya sambal tertawa. 

Ketertarikan Saut dengan dunia penegakan hukum terjadi selepas dirinya menyelesaikan kuliah. Pada 1987 ia direkrut oleh Badan Inteligen Negara (BIN) untuk melakukan penelitian pemanfaatan energi nuklir. Namun, karena terjadi banyak penolakan, akhirnya proyek pengembangan energi nuklir tersebut tidak pernah berlanjut. Kemudian dirinya ditugaskan untuk mempelajari isu kejahatan antarnegara. Saut berkeliling ke berbagai negara untuk mempelajari isu-isu tersebut. Ia pun menyimpulkan bahwa di balik semua kejahatan, termasuk di dalamnya kejahatan terorisme, akarnya sama yaitu korupsi.  

Tidak suka dengan ketidakadilan dan Berkenalan dengan Alkitab

Suatu hari ketika masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), seorang adik kelasnya mengadu kepada Saut karena di-bully oleh teman sekelas yang memiliki postur tubuh jauh lebih besar. Saut mencoba membela adik kelasnya. Ia menemui dan menegur anak yang mem-bully itu, namun tegurannya tidak disambut dengan baik. Saut malah ditantang berkelahi. Inilah pengalaman pertama Saut berhadapan dengan ketidakadilan. Seterusnya Saut menegaskan paling tidak suka dengan ketidakadilan, apalagi jika melihat anak-anak yang mengalami kekerasan.

Saut mulai belajar Alkitab dengan serius, ketika mengikuti kelas katekisasi di gerejanya, Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). “Sebenarnya sejak saya masih duduk di bangku SD, kami sekeluarga sudah rutin berdoa, membaca Alkitab, dan mengadakan ibadah keluarga,”kata Saut. Baginya, kedekatan dengan Tuhan membuat hidup menjadi lebih teratur. Setiap pagi, sebelum berangkat ke sekolah, Saut menolong ibunya memasak untuk seluruh keluarga. Sedari kecil orang tuanya sudah mengajarkan arti kemandirian. Dalam hal berdoa, Saut senantiasa mengenang teladan yang diberikan oleh ayahnya. “Bapak saya memberikan teladan yang baik dalam berdoa. Setiap kali ia berdoa secara pribadi, ia melakukannya dengan tenang di balik pintu,”kenangnya.

Pada hari ia mengaku percaya (sidi), pendetanya memberikan sebuah ayat mas, yang diambil dari Mazmur 1:1. Sang pendeta menekankan bahwa kalau dirinya ingin diberkati, ia tidak boleh bergaul dan satu tempat duduk dengan para perusuh. Saut percaya, ayat tersebut tidak diberikan sembarangan untuknya, karena sang pendeta berdoa terlebih dahulu sebelum memberikan kepada Saut dan berharap ayat tersebut menjadi gambaran masa depan dan kekuatan bagi orang yang menerimanya. Sejak saat itu, Saut sadar bahwa dirinya sekumpulan dengan orang-orang jahat, dan bergaul dengan mereka yang hidupnya jauh dari Tuhan. 

Lebih lanjut dalam Mazmur 1:3, Saut mendapatkan inspirasi bahwa kalau firman tersebut ditaati, hidupnya akan menjadi seperti pohon yang tumbuh di tepi sungai, yang  senantiasa menghasilkan buah yang lebat. Ia begitu meyakini nasihat sang pemazmur tersebut. Saut sadar hidup manusia tidak selalu mulus, namun tak jarang mengalami apa yang disebut  up and down. Ada masa-masa di mana segala sesuatu tidak berjalan sesuai rencana kita. Namun, dirinya  percaya bahwa hidup manusia tidak pernah lepas dari rencana Tuhan. “Bahkan selembar rambut kita yang jatuh pun berada dalam kontrol-Nya,”tegasnya. 

Jalan Kenabian

Jalan Saut menjadi pimpinan KPK sesungguhnya tidak mudah. Ia mendaftar dan mengajukan diri menjadi pimpinan KPK hingga empat kali sekali . “Pertama kali saya mengikuti seleksi, saya lolos sampai 10 besar. Namun latar belakang saya yang berasal dari intelijen agaknya dipermasalahkan anggota Dewan,”terangnya. “Dalam tes kedua dan ketiga saya malahan tidak lolos administrasi. Baru setelah tes yang keempat, akhirnya saya terpilih sebagai salah seorang pimpinan KPK” Gagal berulang kali tidak membuatnya patah arang. Ia justru bersyukur terpilih sebagai pimpinan KPK pada periode 2015-2019. Ia merasa inilah waktu yang paling tepat sesuai rencana Tuhan bagi hidupnya. 

Pengalaman hidup membuatnya semakin yakin, Tuhan memiliki rencana dalam setiap bagian kehidupan manusia. Saat kita menginginkan sesuatu, dan keinginan tersebut tidak terkabul, maka Tuhan pasti memiliki rencana lain yang lebih baik.

“Tiga puluh tahun berkarya di bidang intelijen, membuatnya paham situasi negeri ini dengan baik. Yang paling sering membuatnya prihatin adalah masalah integritas. “Antara ucapan dan tindakan kita tidak pernah sama,”tegasnya. “Kita menyebut diri kita Pancasilais, tetapi dalam kehidupan sehari-hari sikap dan tindakan kita tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila,”lanjutnya. Bagi Saut, bangsa yang tidak meletakkan keadilan, kebenaran, dan kejujuran, tidak akan pernah mendapatkan berkat dari Tuhan.

Ia mengambil contoh Amerika Serikat. “Amerika tidak akan pernah menjadi bangsa yang besar seperti sekarang ini jika mereka masih membedakan manusia berdasarkan warna kulit. Jangan dianggap persoalan diskriminasi sebagai persoalan yang sederhana,”tegasnya. 

Maka Saut meyakini, pekerjaannya di KPK adalah jalan kenabian. Jalan yang memang harus dilakukan dalam upaya membangun peradaban hukum yang baik. “Anda tidak mungkin berada di jalan kenabian ini jika anda tidak konsisten dan sustainable, dan tidak setia di jalan yang kita sebut sebagai integritas,”tegasnya.  

Baginya integritas itu adalah jalan Tuhan. Saut menerangkan KPK menganut 9 nilai: adil, berani, peduli, jujur, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, mandiri, dan sederhana. Kalangan internal KPK meringkaskan Sembilan nilai tersebut sebagai integritas. Semua orang, tanpa kecuali semestinya memiliki integritas yang baik dalam hidupnya. Apakah kita sudah menerapkan integritas tersebut sebagai jalan hidup? 

Benarkah kalau kita menjalani hidup dengan penuh integritas akan jauh dari rezeki? Seorang teman Saut pernah mendebatnya dengan bertanya,”Coba pergi buat SIM, bisa nggak tanpa nego?” Saut dengan tenang menyatakan, “Bisa, meskipun harus ujian berkali-kali.” 

Menurut Saut, integritas itu berarti kita tidak boleh bernegosiasi, zero tolerance. Syaratnya kita harus setia. Kesetiaan memang bukan pilihan yang mudah dijalani. Setiap hari kita melihat di sekitar kita orang yang jujur, adil berusaha menerapkan hidup sederhana seringkali susah memperoleh rezeki yang pantas. Sementara yang bermental jalan pintas, hidupnya berkesan mudah. Apa yang bisa kita lakukan? 

Bagi Saut, tidak ada pilihan lain selain tetap setia di jalan kenabian maing-masing. “Kita harus berani memikul salib kita., “katanya yakin. Bagi Saut ketika kita ragu, menyerah dan memutuskan bernegosiasi, kita sedang tawar-menawar dengan setan. Tuhan tidak berkenan dengan pilihan seperti itu. Saut percaya, Allah kita adalah Tuhan yang adil. Pada akhirnya orang yang memiliki integritas tidak akan jauh dari berkat Tuhan. Integritas mensyaratkan kerja keras, latihan tanpa henti dan kreativitas. 

Lebih lanjut Saut menerangkan, memberantas korupsi itu seperti memberantas setan atau kuasa gelap. Kejahatan tak jarang dilakukan oleh orang yang mulanya dikenal sebagai orang baik. “Misal, ada seorang karyawan yang dikenal baik, pintar, memiliki disiplin. Tiba-tiba ia melihat sebuah kesempatan, uang berkeliaran di kantor dan ia mengambilnya. Kekuatan apa yang mempengaruhi dia kalau bukan kuasa kegelapan?” 

Untuk mampu bertahan sebagai insan yang berintegritas, Saut menganjurkan untuk meminta pertolongan Tuhan dan memanggil namanya sesering mungkin. Melawan kuasa gelap hanya bisa dilakukan dengan kuasa doa. 

Saut meyakini, pemberantasan korupsi tidak mungkin dilakukan tanpa bantuan ilahi. Tidak mungkin hanya mengandalkan kekuatan sendiri. Bahkan, tidak mungkin mengandalkan bantuan sesama. Ia mengakui bahwa dalam peperangan besar melawan korupsi kita membutuhkan dukungan banyak orang. Namun, visi setiap orang dalam memenangkan pertempuran melawan korupsi seringkali tidak sama. Banyak orang menginginkan Indonesia bebas korupsi. Namun, dalam perjuangan hanya setengah hati ! Buktinya menurut Saut, sejak Indonesia merdeka sampai hari ini, walaupun indeks persepsi korupsi naik, perjalanan membebaskan Indonesia dari gurita korupsi berjalan begitu lambat. Karena itu, kita harus memohon pertolongan Tuhan sesering mungkin. 

Menurut Saut, pemerintah sudah memberikan dukungan penuh terhadap pemberantasan korupsi, bagian yang harus kita lakukan adalah sustainable, kesetiaan, dan konsistensi. “Perjuagan melawan korupsi bagaikan kita merawat diri kita. Kalau kita jarang menggosok gigi, atau jarang mandi, tubuh kita pasti terganggu,”katanya. “Kalau pemahaman ini hanya dimiliki oleh KPK, sementara orang lain tidak memiliki pengertian yang sama, perjuangan kita akan sia-sia,”lanjutnya. “Sistem yang baik kalau manusianya tidak baik akan percuma.”

 

 

Kerjakan dengan Gembira

Kepada anaknya, Melisa, Saut menyatakan, “Kamu harus mengerjakan sesuatu yang kamu suka, dan apa yang kamu suka itu harus berguna bagi orang lain. Yang berguna bagi orang lain itu akan mendatangkan kebahagiaan bagi dirimu dan membawa kebahagiaan bagi orang lain.” Yang paling dikuasai Melisa hanyalah menggambar. Namun ia mengasah bakatnya dengan tekun dan gembira. Ketika Melisa lulus, hanya dua hari ia menganggur. Ia langsung mendapatkan panggilan dari sebuah perusahaan Inggris. Sebaliknya, abangnya yang lulusan teknik elektro, mesti menganggur selama dua tahun. Kepada anak-anaknya Saut meyakinkan,“Kalau kalian mengerjakan sesuatu dengan gembira Tuhan pasti menyukainya.” 

Menjadi Teladan

Untuk menggerakkan orang lain menuju kebaikan, yang paling penting menurut Saut adalah contoh dan keteladanan. Di kantor KPK, dirinya selalu berusaha untuk bersikap wajar sesuai dengan style-nya sendiri. Setiap pukul setengah tujuh pagi ia sudah berada di kantor. Ia senantiasa berupaya untuk konsisten antara pikiran, ucapan, dan tindakan. Kepada para staf dan rekan kerjanya, Saut tidak segan-segan mendorong mereka untuk berani bersikap dan menunjukkan integritas. 

Dalam berbagai permasalahan hukum, tak jarang anak buahnya merasa berada di zona “abu-abu”. Sebagai pimpinan Saut mesti menunjukkan kebenarannya. “kalau ini adalah merah, sekalipun orang bilang itu abu-abu, kita harus tetap bilang merah,”terangnya. “Bahwa nanti hasil putusan hukumnya berbeda, itu soal lain. Kita harus konsisten dengan kebenaran. Inilah jalan kenabian, kita tidak perlu bernegosiasi dengan kejahatan,”tegasnya penuh semangat.  

Pada sebuah pertemuan dengan Kementerian Pendidikan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Agama, dalam rangka mau menegakkan pendidikan anti korupsi di sekolah, Saut menerangkan demikian, “Tujuan kita di dunia ini bukan hanya membentuk manusia setengah dewa. Tujuan kita di bumi ini adalah membentuk manusia yang mengikuti teladan Tuhan. Tuhan ingin hidup kita seperti Dia. Dan Dia sudah “mengcopy” Diri-Nya di dalam diri kita.” 

Hampir semua kepala daerah yang terjaring OTT (Operasi Tangkap Tangan), menurut Saut sudah pernah bertemu dengan pimpinan atau perwakilan KPK. Lembaga antikorupsi tersebut sudah memberikan berbagai arahan dan peringatan. Rata-rata dari mereka mengatakan “iya, iya, dan iya”. Namun, dalam kenyataannya banyak dari mereka merampok uang negara. Itulah mengapa, tidak ada pilihan lain. Setiap insan kristiani harus menjadi contoh dan teladan bagi sesama. Kalau pemimpinnya baik, yang di bawahnya pasti ikut baik. 

Mengasihi dengan “Punishment and Reward”

Hubungan manusia dan Allah awalnya baik-baik saja. Tuhan begitu mengasihi dan menyayangi manusia. Namun, ketika manusia jatuh dalam dosa, manusia diusir keluar dari Taman Eden. Penegakan hukum sudah sewajarnya mengikuti teladan Allah tersebut. Kasih dan keadilan dari Allah senantiasa berjalan beriringan. Ketika itu kita lakukan dengan konsisten, tentu setiap manusia akan menghargai. 

Sebagai pejuang antikorupsi, pertanyaan yang sering diajukan kepada Saut adalah “Mengapa kita tidak bisa seperti Singapura?” Sambil tersenyum Saut menerangkan, warga negara Singapura sudah sampai pada tahapan membangun etos yang baik untuk diri mereka sendiri.  Mereka tanpa dipaksa sudah bisa menyensor dirinya sendiri, tidak ngebut di jalan tol, tidak melanggar lampu merah, tidak membuang sampah sembarangan. Lain dari Singapura, Saut menyebut negara lain yang dapat dijadikan teladan integritas adalah Jepang. Di Jepang, pada jalan pedesaan yang sepi, yang mobilnya sejam sekali baru jalan, namun penduduknya tetap menaati peraturan lalu lintas dengan sangat baik. Tetapi ketika lampu lalu-lintas menyala merah, mereka tetap berhenti. Mereka memiliki budaya malu jika melanggar peraturan.

Saut melihat, meskipun hampir di setiap rumah nilai-nilai kebaikan dan kebenaran diajarkan, tetapi nilai-nilai kebaikan yang tertanam dari rumah tersebut dirusak dalam lingkungan masyarakat. Sehingga apa yang benar, yang harusnya dilakukan itu hilang. Karena itulah, model punish dan reward di Indonesia masih diperlukan untuk membentuk karakter. Kalau tidak, ya hasilnya seperti yang sering kita lihat,”pungkasnya sambil tertawa. 

Demikianlah Saut Situmorang, orang yang senantiasa meyakini, bahwa mereka yang bersandar pada Tuhan hidupnya bagaikan pohon yang ditanam di tepi aliran air. Senantiasa berbuah dan tidak pernah berkekurangan. Keyakinan itu dibangun Saut dari sejak mengaku percaya kepada Kristus, hingga hari ini. 

 

Disusun ulang  berdasarkan tulisan Irvin Tolanda untuk Buku Inspirasi Generasi LAI