SEKARANG WAKTUNYA MOVE ON!

SEKARANG WAKTUNYA MOVE ON!

 

Di hari libur, long week end, seorang ibu paruh baya sedang bersantai menikmati waktu berkumpul bersama keluarga, bersenandung, “Aku masih seperti yang dulu . . .” Sang suami tersenyum memandang isterinya yang masih langsing terawat. “Menunggumu . . .sampai akhir hidupku. Kesetiaanku tak luntur. Hatipun rela berkorban. Demi keutuhan kau dan aku.”

Namun, anak gadisnya yang sadang beranjak remaja protes, “Ah, Bunda, sudah menikah dengan Ayah belasan tahun, sudah punya anak segede ini masih juga belum move on! Masih terkenang mantan yang sekarang entah di mana.” Sang suami hanya senyum-senyum saja. Ia tahu persis siapa isterinya. Isteri yang mengasihinya. “Ah, Bunda cuma iseng saja menyanyikan lagu yang populer saat Bunda seumur kamu” – “Tapi ngapain juga Bunda nyanyi, ‘Hatipun rela berkorban . . .’ Kalau Bunda nggak terkenang-kenang sama pacar, ngapain juga rela berkorban . . . Bener-bener nggak move on deh Bunda” lanjutnya.

Nggak move on! Istilah khas remaja yang menggambarkan seseorang yang masih terbelenggu dan hidup dalam kenangan masa lalu. Buat remaja masa kini hal ini biasanya dikaitkan dengan kekasih dari masa lalu. Namun secara umum “nggak move on!” berkaitan dengan pengalaman traumatik yang membelenggu sehingga pemikiran orang tersebut tertutup dari alternatif atau pilihan-pilihan solusi yang bisa membuatnya move on!, bangkit dari keterpurukan.

Tomas, salah satu dari dua belas rasul adalah murid yang mengalami pengalaman traumatik akibat wafatnya Yesus. Tomas sangat mengasihi gurunya itu. Dalam kisah tentang Lazarus, Tomas sempat berkata, “Marilah kita pergi juga untuk mati bersama-sama dengan Dia” (Yohanes 11:16). Oleh karena itu setelah Yesus wafat dan dimakamkan Tomas menghilang. Baru pada pertemuan kedua saat murid-murid berkumpul bersama, Tomas hadir untuk membuktikan bahwa Yesus benar-benar bangkit.

Dikisahkan oleh Yohanes (Yohanes 20: 26-29), “Delapan hari kemudian murid-murid Yesus berada kembali dalam rumah itu dan Tomas bersama-sama dengan mereka itu. Sementara pintu-pintu terkunci, Yesus datang dan Ia berdiri ditengah-tengah mereka dan berkata, “Damai sejahtera bagi kamu!” Kemudian Ia berkata kepada Tomas, “Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkan jarimu dan cucukkanlah ke dalam lambung-Ku dan janganlah engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah!” Tomas menjawab Dia, “Ya Tuhanku dan Allahku”. Kata Yesus kepadanya, ”Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya.” Dan Tomas pun “moved on”.

Sejarah kemudian mencatat Tomas melakukan perjalanan mengabarkan Injil ke arah Siria, Irak, Iran hingga ke India. Tercatat juga bahwa salah satu dari “72 murid Tomas” berhasil meyakinkan raja dari Edessa sehingga kemudian Edessa tercatat sebagai kerajaan pertama yang menjadikan agama Kristen sebagai agama negara, jauh sebelum Constantine menjadikan Byzantium sebagai kerajaan kristen. 

Di India, di negara bagian Kerala, terdapat gereja/sinode Gereja Saint Thomas Syro Malabar Church, yang merupakan warisan dari buah Pekabaran Injil langsung dari Tomas. Kerala adalah salah satu dari negara bagian di India yang penduduknya cukup banyak menganut agama Kristen. Sekilas kehidupan umat Kristen di Kerala dapat dibaca dalam novel berjudul, “God of the Small Things” karya Arundhati Roy, seorang penulis perempuan Kristen asal Kerala (anggota jemaat Saint Thomas Syro Malabar Church), yang meraih penghargaan Booker Prize th 1997 untuk karya sastera terbaik di negara-negara Commonwealth.

Tomas gugur sebagai martir. Wafat karena dibunuh, ditusuk dengan tombak di lambungnya – sama seperti gurunya - pada tahun 72, di Mylapore (Kerala, India). Pada tahun 232, jasad/relik Tomas dibawa ke Edessa dan dimakamkan kembali.

Penyaliban, Kebangkitan, Penyertaan Roh Kudus membuat Tomas dan murid-murid yang lain “moved on” dan membuat Kekristenan menjadi agama terbesar di muka bumi ini. Satu satu dari 3 orang di dunia tercatat sebagai orang Kristen. Jumlah tersebut lebih besar lagi karena ada banyak orang yang dalam hidupnya menerapkan nilai-nilai kekristen walau tidak memberi diri dibaptis dan tercatat menjadi anggota gereja tertentu. 

Kebangkitan Kristus, yang menginspirasi murid-murid-Nya, seperti Tomas, menunjukkan kepada kita bahwa apapun yang terjadi dalam hidup kita, tidak ada alasan untuk tidak bangkit dan move on. Life must go on. Selalu harus ada perubahan menuju kehidupan yang lebih baik. Perubahan itu perlu dinyatakan melalui tindakan nyata. Pekabaran Injil, pengajaran/kotbah, penyembuhan, pendampingan pastoral, solidaritas terhadap kaum yang miskin, sakit, termarginalkan dan terkena musibah bencana alam merupakan contoh-contoh tindakan nyata bahwa kita sudah move on. Bukankah kebangkitan Kristus sendiri merupakan bentuk kasih Allah yang dinyatakan dalam tindakan? Demikianlah yang harus kita lakukan. Lebih-lebih di tengah situasi sulit yang dihadapi bangsa kita saat ini karena banyaknya bencana, intoleransi, dan ancaman keamanan, dan sebagainya. Kita tidak bisa diam saja. Move on!

Kadang-kadang pergumulan hidup membuat kita jatuh, mengalami kegagalan dan kesedihan mendalam dan tidak jarang menyalahkan keadaan, diri sendiri atau Tuhan. Tidak mengapa. Tapi, jangan lama-lama. Berdoa, temui Tuhan, sampaikan persoalan kita, “move on!”, bangkit dan kembali berkarya. Pekerjaan-pekerjaan besar menanti. Jadilah seperti Tomas dan para rasul yang lain yang pernah juga jatuh dan bangkit lagi. Sekaranglah saatnya untuk move on, teman!

 

“Aku tidak lagi seperti yang dulu . . .” 

 

 

Pdt. Sri Yuliana. M. Th