Septalina Manulang: Bekerja Dengan Iman Dan Integritas

Septalina Manulang: Bekerja Dengan Iman Dan Integritas

 

Berasal dari keluarga yang sederhana, mulanya saya tidak pernah membayangkan untuk menjadi seorang Psikolog. Saya hanya ingin bersekolah setinggi mungkin agar saya dapat menolong kedua orangtua saya. Saya bersekolah di salah satu sekolah Katolik dengan subsidi dari sekolah tersebut. Seperti yang kita tahu, sekolah Katolik biasanya ditempati oleh murid-murid yang memiliki standar ekonomi menengah ke atas. Namun, saya berusaha untuk tetap menjadi anak berprestasi agar bisa terus mendapatkan subsidi. 

Ketika saya sampai di masa akhir SMA, banyak teman-teman saya bercerita bahwa  mereka  akan  melanjutkan pendidikan ke  luar  negeri. Ayah saya menuntut saya untuk kuliah jurusan hukum, jika tidak maka ia tidak ingin membiayainya. Saya mulai khawatir ketika ayah saya menuntut ini dan ketika teman-teman bertanya di mana saya akan melanjutkan pendidikan. Terkadang saya hanya menjawab bahwa saya tampaknya tidak akan melanjutkan pendidikan. Mendengar jawaban tersebut, banyak teman-teman saya yang ingin membantu dan membiayai saya agar dapat bersekolah di luar negeri. Saya harus menolak tawaran tersebut karena saya khawatir dengan orangtua saya yang saya tinggalkan. 

Saya memutuskan untuk mencari jalan lain agar saya tetap dapat melanjutkan pendidikan. Saya mencoba berkonsultasi dengan salah satu guru bimbingan konseling yang ada di sekolah. Dari hasil diskusi tersebut, saya dinilai lebih cocok menjadi seorang akuntan. Saya mencari berbagai informasi tentang akuntan, dan ternyata ada beberapa pelajaran yang saya anggap kurang mampu untuk saya pelajari. Saya juga masih tidak mau menerima tuntutan dari ayah untuk masuk jurusan hukum. Akhirnya, saya melihat buku-buku yang kakak-kakak saya pelajari. Salah satu kakak saya meninggalkan buku-buku yang dimilikinya. Saya penasaran dan membaca buku-buku tersebut. Saya mulai tertarik dengan isi di dalamnya.  Ternyata buku-buku ini yang menuntun saya untuk melanjutkan pendidikan di bidang psikologi. Selain itu, ada alasan ekonomis yang membuat saya yakin untuk memantapkan pilihan saya. Saya tidak perlu membeli buku-buku lagi dan lebih mengirit biaya untuk kuliah nanti. Tuhan menolong saya melanjutkan studi di Jurusan Psikologi Universitas Indonesia. 

Setelah lulus dari perguruan tinggi, saya menjadi freelancer selama beberapa bulan dan pergi ke beberapa tempat. Saya ingin belajar bekerja sebelum saya bekerja secara tetap di sebuah perusahaan. Saya memutuskan untuk mendaftarkan diri ke beberapa perusahaan dan saya diterima di lima perusahaan yang berbeda. Saya sendiri bingung untuk memilih dari kelima perusahaan tersebut. Pada saat yang bersamaan, ayah saya sakit dan saya harus merawat ayah saya. Saya merasa bimbang pada saat itu. Jika saya memutuskan untuk bekerja, maka saya harus meninggalkan ayah saya yang sakit. Namun, saya sendiri tidak ingin membuang kesempatan untuk bekerja di salah satu perusahaan yang telah menerima saya. 

Akhirnya, saya memutuskan untuk menghubungi kelima perusahaan tersebut untuk membicarakan kondisi yang saya alami, apakah saya bisa mendapatkan kelonggaran untuk izin dan merawat ayah saya atau tidak. Keempat perusahaan yang saya hubungi, merasa perlu mempertimbangkan kembali permintaan saya. Namun, satu perusahaan terakhir yang saya tempati sekarang ini, memperhatikan kondisi saya. Lembaga tersebut adalah tempat saya setia berkarya sampai sekarang, Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (LPPM)

Direktur perusahaan pada saat itu memberikan kelonggaran bagi saya dan saya mendapatkan izin merawat ayah saya terlebih dahulu. Selain mendapatkan berbagai kelonggaran, saya juga mendapatkan kemudahan selama bekerja di tempat ini. Dari awal bekerja hingga sampai saat ini, saya merasa banyak pertolongan Tuhan yang tidak terduga bagi saya. 

Saya merintis karir saya di LPPM dari seorang trainer. Pada awalnya, saya merasa tidak cocok dan tidak sanggup menjadi seorang trainer. Namun, saya tetap berusaha mencoba dan menjalaninya dan kemudian saya diangkat menjadi seorang konsultan manejemen. Di perusahaan ini, saya menjadi konsultan spesialis recruitment. Saya menolong perusahaan-perusahaan untuk memilih karyawan yang sesuai dengan kriteria mereka. Dari pekerjaan ini, saya merasakan ada banyak tantangan dan godaan. Banyak sekali calon pelamar atau peserta yang berusaha menyuap saya dengan uang agar mereka da-pat diterima di perusahaan yang mereka inginkan. Iman saya mengajarkan kepada saya untuk tidak menerima suap tersebut dan saya mengikuti apa yang saya percayai. Saya berusaha bekerja dengan iman dan integritas saya sebagai seorang Kristen. Berkat kedua nilai yang saya yakini inilah, saya masih terus mendapatkan kepercayaan untuk bekerja dan melayani perusahaan ini meskipun saya sudah memasuki masa purna bakti.

Direktur perusahaan ini juga memperkenalkan saya dengan LAI. Dia adalah salah satu anggota komisi SDM dan pengurus di LAI. Saya ditawari untuk aktif dan membantu pelayanan yang dilakukan oleh LAI. Saya mendapatkan kesempatan untuk ikut dalam kegiatan Satu Dalam Kasih (SDK) dan membagikan Alkitab ke beberapa pelosok di Indonesia. Saya sendiri sempat ragu dengan kemampuan saya, namun rasa ingin memberikan pelayanan kepada orang lain dan berdampak bagi sesama, maka rasa ragu tersebut tidak mengganggu niat saya untuk ikut dalam SDK. 

Saya menemukan banyak pengalaman yang sangat mengesankan yang mungkin tidak akan saya temukan di dalam keseharian saya. Saya melihat usaha yang ditempuh oleh penduduk di pelosok untuk mendapatkan Alkitab dan usaha tersebut tidak mudah. Bukan hanya bagi mereka yang mendapatkan Alkitab, bagi relawan-relawan yang ikut di dalam SDK, usahanya pun tidak kalah sulit. Demi menolong dan melayani umat Allah di pelosok Indonesia, LAI dan para relawan harus menempuh jarak yang jauh dan medan yang sulit. Terkadang harus rela untuk menjadi pelindung bagi Alkitab ketika hujan agar tidak Alkitab yang diberikan tetap berada dalam kondisi utuh. Namun, semua itu terbayarkan ketika saya dan relawan lainnya melihat ekspresi bahagia yang dirasakan oleh jemaat ketika menerima Alkitab. Alkitab menjadi barang yang sangat mereka rindukan dan ketika menerimanya, mereka layaknya seperti menerima berkat dari Tuhan. Pengalaman seperti ini yang membuat saya merasa tetap memberi diri melayani bersama LAI meskipun usia saya sudah senja. 

Ada satu Firman Tuhan yang saya sukai di dalam Alkitab dan telah menjadi penolong serta penuntun langkah-langkah hidup saya. Firman Tuhan ini berkata bahwa Tuhan adalah gembala yang akan selalu menuntun domba-Nya ke padang rumput hijau. Hal ini yang selalu saya rasakan di dalam hidup saya. Allah telah menuntun dan membimbing saya hingga saya merasakan begitu banyak berkat yang melimpah. Allah juga menuntun saya untuk hidup menjadi domba yang baik, taat dan setia kepada-Nya. Saya diajar untuk menjadi domba yang selalu mensyukuri rumput hijau yang bisa saya nikmati dan Allah menjadi gembala yang sangat baik dan sayang kepada saya. Saya merasakan banyak bimbingan dari Allah dan saya juga mendapatkan banyak pengalaman menarik dari Allah bersama LAI. LAI menjadi salah satu padang rumput hijau yang nikmat untuk dinikmati oleh domba-domba lainnya yang masih belum terjangkau. Kegiatan SDK adalah salah satu usaha LAI untuk menjadi padang rumput hijau yang baik bagi seluruh domba Allah. Oleh sebab itu, harapan saya bagi LAI adalah semakin terdengar dan tersebar gaung LAI ke berbagai tempat di Indonesia. Semoga LAI semakin giat menghadirkan program-program yang berdampak bagi seluruh umat Allah di Indonesia. 

 

Septalina Manulang, merupakan Sahabat Alkitab setia LAI, berkarya sebagai Konsultan di LPPM dan menjadi anggota Komisi Pengembangan Organisasi LAI.