Sutinem Widodo: Sumber Semangat Kita adalah Tuhan Yesus Kristus

Sutinem Widodo: Sumber Semangat Kita adalah Tuhan Yesus Kristus


“Hidup tidak pernah mudah, namun kita harus mempunyai semangat dalam menghadapi semua rintangan. Sumber semangat kita satu-satunya adalah Tuhan Yesus Kristus, “demikian ditegaskan oleh Ibu Sutinem, seorang relawan, mitra setia pelayanan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI). Kesederhanaan dan kesahajaan senantiasa mewarnai hidup Ibu kelahiran Solo, Jawa Tengah, tujuh puluh tahun yang lalu tersebut. Sudah lebih dari dua puluh tahun lamanya beliau menjadi Koordinator Satu Dalam Kasih (SDK) LAI dari GKI Buaran, Jakarta Timur. Lewat ketekunan dan kesetiaannya, banyak umat Tuhan di pelosok Nusantara merasakan berkat Tuhan, melalui hadirnya Kabar Baik dalam kehidupan mereka.  

Saat rekan-rekan LAI bertandang ke rumahnya, akhir Desember yang lalu, beliau sedang sakit. Telah beberapa tahun lamanya ia menderita sakit diabetes. Sekarang dirinya hanya bisa terbaring lemah di atas ranjang. Meski demikian ia tetap teguh dalam keyakinan bahwa: Tuhan Yesus itu baik. 

“Puji Tuhan, mari anak-anakku yang ganteng dan cantik, silakan masuk.” Meski terbaring lemah, beliau menyambut hangat kunjungan rekan-rekan LAI. Di rumahnya di daerah Duren Sawit, Jakarta Timur. Ibu Sutinem tinggal dengan cucu dari anak nya yang ketiga Eka Martiningsih, sejak mendiang suaminya di panggil Tuhan Yesus dan ketiga anaknya bekerja di luar kota. 

Keseharian Ibu Sutinem diisi dengan berjualan sembako di warung kelontong kecil di halaman depan rumahnya. Selain itu beliau suka membuat makanan ringan (baca:cemilan), seperti risol, keripik pisang, dan beraneka makanan ringan lainnya. Yang paling terkenal  adalah bumbu pecel buatannya. Rasanya mantap dan banyak penggemarnya. 

“Tuhan Yesus itu Mahakaya” demikian ungkap beliau dengan keyakinan yang teguh. Ibu Sutinem berasal dari keluarga yang tergolong sederhana, bukan dari keluarga kaya raya. Ia juga bukan seseorang yang dari lahir sudah mengenal Yesus Kristus. Ia dan suaminya baru mengikut Kristus pada 1979. Ia dan suaminya, Slamet Widodo termasuk orang-orang pertama yang menerima pelayanan baptis dari Gereja Kristen Indonesia (GKI) Buaran, setelah jemaat tersebut didewasakan dari GKI Layur.

Mengikut Yesus bukan berarti hidup Bu Sutinem dan keluarganya berjalan mulus. Justru banyak perjuangan yang harus ia hadapi. Terutama saat berjuang memenuhi biaya kuliah keempat anaknya. Sementara ia sebelumnya hanya ibu rumah tangga biasa. Awalnya ia sekadar ikut lomba memasak tingkat kelurahan, Tak disangka ia berhasil meraih juara pertama. Hingga suatu ketika ia berhasil juara lomba memasak tingkat kotamadya. Lewat keberhasilannya menjadi juara memasak, Bu Sutinem makin dikenal banyak orang. Terutama bumbu pecelnya, laris dan banyak dipesan. 

Lewat masakan dan bumbu pecel, Bu Sutinem berhasil mengantarkan keempat anaknya meraih gelar sarjana. Keempat anaknya kini telah sukses dan mandiri. Bahkan salah satu dari mereka berkarya di luar negeri yaitu di Cina. “Puji Tuhan, Tuhan Yesus sangat baik” katanya. Kebaikan dan penyertaan Tuhan bukan sekadar slogan kosong, melainkan sudah mendarah daging dalam keyakinannya.  

Suatu ketika, salah satu anaknya ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Namun, anaknya sadar keadaan orang tuanya tidak memungkinkannya untuk melanjutkan kuliah. Dengan sedikit keraguan anak itu bertanya kepada Ibu Sutinem, “Bu, saya sangat ingin kuliah, tapi apakah Ibu ada biayanya Bu? Karena kuliah di universitas butuh biaya yang tidak sedikit. ” 
Dengan yakin dan tegas Bu Sutinem menjawab keraguan anaknya, “Tuhan Yesus Mahakaya, mintalah kepada-Nya apa yang kita perlukan maka akan Ia akan memberikan berkat-Nya”. Setelahnya Bu Sutinem dan anak-anaknya menaikkan doa kepada Tuhan Yesus memohon jalan keluar. 

Tak beberapa lama setelah keluarga mereka menaikkan doa, datanglah seorang petugas kelurahan memberi kabar kepada Ibu Sutinem bahwa akan diadakan Lomba Memasak tingkat kelurahan minggu depan. Ibu Sutinem memutuskan untuk ikut perlombaan tersebut. Puji Tuhan, lomba tersebut dimenangkan oleh Ibu Sutinem. Hadiahnya berupa piala dan uang tunai. Nilainya bahkan melebihi uang pendaftaran kuliah untuk anaknya. 

“Puji Tuhan, Puji Tuhan, dan Puji Tuhan” tak henti-hentinya beliau mengucap syukur atas keberhasilannya meraih juara tersebut. “Tuhan Yesus sangat baik, Dia memberikan apa yang saya butuhkan saat itu, bahkan lebih dari yang kami butuhkan” tegasnya. Akhirnya anaknya pun berhasil masuk perguruan tinggi. Banyak berkat dan pertolongan lain yang senantiasa diberikan oleh Tuhan Yesus. Semua semakin meneguhkan iman dan keyakinan Bu Sutinem dan juga keluarga. 

Tiga tahun lalu, cobaan berat kembali menerpa keluarga Ibu Sutinem. Sri Luwarni, anak perempuannya yang bungsu memutuskan terjun ke pelayanan. Kebetulan ia bersuamikan seorang hamba Tuhan. Sri Luwarni dan suami sering terpanggil untuk melayani di tempat-tempat terjadi bencana dan di pedalaman-pedalaman terpencil. Hingga suatu ketika Sri dan suami dipercaya menangani pelayanan di Bitung, Sulawesi Utara. Mereka dipercaya menolong pemulihan trauma bagi anak-anak korban bencana. 

Suatu hari sepulang dari tempat pelayanan, motor yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan tunggal. Suami dan anak mereka selamat, namun Sri mengalami luka parah dan akhirnya Tuhan memanggilnya kembali. 

Bu Sutinem sempat lama bergumul dalam kesedihan. Namun, akhirnya ia meyakini Tuhan Yesus punya rencana indah dalam setiap peristiwa yang dialami. Ia tak larut dalam kesedihan, malahan berusaha menghibur dan menguatkan menantu dan cucunya yang mengalami duka mendalam karena ditinggalkan istri dan ibu mereka. 

Banyak hal yang telah diberikan oleh Ibu Sutinem dalam pelayanannya di gereja maupun bersama Lembaga Alkitab Indonesia. Banyak pula suka duka yang ia alami dalam pelayanannya, namun ada satu kerinduan yang sangat besar dalam dirinya, “Dulu senantiasa ada Persekutuan Doa Mitra LAI setiap tiga  atau 4 bulan sekali, tapi sekarang kok tidak ada lagi ya?” kalimat tersebut yang keluar dari dalam benak Ibu Sutinem ketika bertemu rekan-rekan dari LAI. Bagi Bu Sutinem doa adalah dasar yang utama dalam hidup orang percaya. Doa membawanya lebih dekat kepada Tuhan. “Selama saya masih kuat, saya akan tetap melayani bersama dengan Lembaga Alkitab Indonesia” tegasnya. 

Keyakinan dan keteguhannya kepada Tuhan Yesus Kristus membuat Bu Sutinem tidak pernah merasa kekurangan dalam hidupnya, bahkan selalu berlebih. Dalam keadaan terbaring sakit seperti saat ini, imannya tidak pernah kendor bahkan  semakin teguh. “Paling tidak saya masih bisa berdoa untuk gereja dan LAI,” katanya. Ibu Sutinem, sosoknya memang sederhana, namun ia selalu setia. Dan Tuhan senantiasa mengasihi hamba-Nya yang setia.