// //

TEFILLIN : VAKSIN IMAN

TEFILLIN : VAKSIN IMAN

 

Ada seorang anak kecil bertanya kepada omanya, “Oma, dulu waktu kecil, Oma nakal ya?”. Si Oma menjawab dengan pertanyaan pula, “Mengapa kamu punya kesimpulan demikian?” “Itu di lengan Oma ada bekas luka, pasti dulu Oma nakal,” demikian kata si anak. Bekas luka yang dimaksud adalah bekas luka vaksin cacar.

Pertanyaan anak kecil di atas tidaklah mengherankan, karena generasi yang lahir pasca 1980 tidak lagi mengenal vaksinasi cacar. Bekas luka di lengan Oma adalah tanda bekas vaksinasi cacar yang dilakukan dengan melukai/menggurat lengan hingga berdarah. Namun sejak 1980, WHO, badan kesehatan dunia, menyatakan bahwa dunia telah terbebas dari penyakit cacar (Variola, smallpox). Penderita penyakit cacar terakhir diketemukan di Senegal pada tahun 1977. Dan sejak itu dunia terbebas dari penyakit cacar.

Untuk generasi masa kini, khususnya di Indonesia, masih sering terjadi kerancuan. Masih sering disebutkan bahwa “si anu” menderita penyakit cacar. Sebenarnya yang dimaksudkan adalah penyakait “Cacar Air” atau Varicella atau Chicken Pox. Cacar adalah penyakit berbahaya yang dapat menimbulkan kematian, menimbulkan bisul-bisul kecil bernanah dan apabila sembuh menimbulkan bekas-bekas yang tidak bisa hilang. Sementara Cacar Air adalah penyakit yang umum dialami oleh anak-anak dan tidak berbahaya. Cacar Air juga menimbulkan bisul-bisul kecil, tetapi berisi air/cairan bening dan setelah sembuh bisul-bisul tesebut tidak menimbulkan bekas.

Perlu perjalanan hampir 200 tahun sejak vaksin cacar pertama kali ditemukan oleh dr. Edward Jenner di Inggris pada tahun 1796 dan mulai digunakan pada tahun 1798 hingga dunia dinyatakan bebas dari penyakit cacar pada tahun 1980.

Vaksin bekerja dengan cara menimbulkan kekebalan terhadap penyakit tertentu. Vaksinasi massal digunakan untuk membentuk imunitas massal (herd imunmity) sehingga penyakit tertentu dapat dihambat penyebarannya, dipersempit penyebarannya dan akhirnya dieradikasi. Termasuk vaksin untuk virus seperti COVID-19. Demikianlah vaksinasi bekerja hingga sekarang.

Dalam kehidupan spiritual, sepertinya iman kita juga perlu divaksinasi agar kebal terhadap penyakit-penyakit yang dapat menyerang dan melemahkan iman kita. Dalam dunia yang sudah over-komunikasi seperti sekarang, dimana iklan dan hoaks menghampiri kita kapan saja dan dimana saja melalui gawai kita. juga situasi dan kondisi yang dialami umat Tuhan pada setiap zaman turut memengaruhi kesehatan dan kekebalan iman. 

Kalau dalam praktik kedokteran masa kini vaksinasi pertama diberikan pada masa 12 jam setelah bayi lahir, disusul dengan vaksinasi-vaksinasi berikutnya dan vaksinasi ulangan (booster) pada saat yang lain, lalu kapan iman kita mulai divaksin? 

Nampaknya sejak masa balita mulai mengikuti kelas Sekolah Minggu itulah “vaksinasi iman pertama” dalam kehidupan orang Kristen. Vaksinasi lanjutan dapat dilakukan pada minggu-minggu berikutnya jika si anak rajin mengikuti kelas-kelas Sekolah Minggu dan seterusnya. Alkitab mengajarkan kepada kita tentang vaksinasi iman ini melalui Ulangan 11: 18-20 18Tetapi kamu harus menaruh perkataanku ini dalam hatimu dan dalam jiwamu; kamu harus mengikatkannya sebagai tanda pada lenganmu dan haruslah itu menjadi lambang didahimu. 19Kamu harus mengajarkannya keoada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila kamu duduk dirumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun; 20engkau harus menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu-gerbangmu.” Dalam praktik masa kini, pengajaran nilai-nilai Kristiani dilakukan secara formal di sekolah, di sekolah minggu, melalui kegiatan-kegiatan gerejawi, dan di rumah tangga melalui komunikasi verbal dan keteladanan. Dan seperti pada ayat 20 kita sering memasang ayat-ayat Firman Tuhan sebagai hiasan dinding sekaligus sebagai pengingat.

Dalam tradisi Yahudi, ayat 18b benar-benar dilakukan seperti tertulis dalam Alkitab. Yang menarik adalah saat seorang Yahudi mencapai usia 13 tahun, baik putra maupun putri, mereka harus menjalani upacara Bar Mitzvah, yakni upacara memasuki usia dewasa/akil baliq. Setelah Bar Mitzvah seseorang dianggap mampu bertindak dan bertanggung jawab atas keputusannya serta hidup menurut nilai-nilai Alkitab. Untuk itu sebelum upacara Bar Mitzvah seorang remaja harus khatam membaca Taurat. Sebagai bukti remaja  tersebut telah khatam membaca  Taurat, kepada anak tersebut diberikan Tefillin, yakni dua buah kotak kecil berisikan gulungan Taurat berukuran mini yang diikat dengan sabuk kulit untuk diikatkan di lengan dan dahi seperti pada Ulangan 11:18b. Tefillin harus dikenakan pada upacara-upacara tertentu sebagai pengingat bahwa seorang Yahudi harus hidup berdasarkan nilai-nilai Taurat dan selalu ingat akan YHWH sang Pencipta yang memberikan nilai-nilai tersebut.

Jika vaksin bekerja secara pasti membentuk kekebalan terhadap penyakit tertentu begitu vaksin disuntikan dan berbiak, maka vaksin iman membutuhkan peran aktif kita untuk membiakannya sehingga berkembang menjadi nilai-nilai hidup kita. Tanpa aktivitas tersebut maka vaksin yang pertama kali kita dapatkan saat kita berusia balita tidak akan efektif memberikan kekebalan terhadap serangan hoaks dan nilai-nilai yang dapat menyerang pertahanan iman kita. Bagi kita yang tidak memiliki tradisi Tefillin cukuplah ayat 18a menjadi praktik kehidupan spiritualitas kita sehari-hari yakni, “18Tetapi kamu harus menaruh perkataanku ini dalam hatimu dan dalam jiwamu”. Ayat tersebut harus menjadi “way of life” bagi kita. Jalan hidup kita, pedoman hidup kita, sesuatu yang melekat dalam kehidupan kita. Dengan demikian iman kita akan mampu bertahan atas serangan berbagai nilai-nilai maupun hoaks yang merongrong iman kita. 

Kita tidak perlu Tefillin secara fisik seperti orang Yahudi, namun kita memiliki Tefillin yang telah menyatu dalam hati dan jiwa kita, yaitu Firman Tuhan yang kita imani dan praktikan. Terpujilah Tuhan.

Pdt. Sri. Yuliana. M.th