Toleransi Kaum Milenial

Toleransi Kaum Milenial

(Bijak Menjaga Toleransi di Media Sosial)

Sapaan LAI

Kita hidup dan membentuk diri di tengah bangsa yang multikultur. Beragam suku, bahasa, agama, ras, tapi itu adalah asset bangsa yang patut disyukuri. Yang berbeda nampaknya indah, beragam corak, seperti lukisan pemandangan yang menawarkan keindahan. Sesuatu yang tidak monoton namun terkolaborasi oleh tangan Tuhan yang indah. Dan itu hanya dapat dijaga keindahannya dengan menghargai toleransi. Sikap toleransi tidak memiliki batas waktu, tempat dan dengan siapa kita melakukannya. Sikap toleransi tidak hanya dilakukan dengan etika menghargai ras, agama, budaya, suku dan golongan orang lain saja tetapi menghargai pendapat pemikiran orang lainpun termasuk dari tindakan menghargai toleransi.

Pentingnya pemahaman dan penerapan toleransi di zaman yang serba digital ini harus mampu menjadikan kita pribadi yang bijak menjaga toleransi di media sosial. Sebab berbicara era milineal maka kita berbicara soal generasi special dan berbeda dari generasi yang lain atau sebelumnya . Kelahiran generasi milenial dikaitkan dengan teknologi sebab generasi ini lahir disaat kecanggihan teknologi diperkenalkan. Dari berbagai segi, mudah dipantau, diperbincangkan dan dikritisi, bahkan menjadi pembunuh di setiap lini kehidupan. Statmant, comentar, kritikan tajam, olokan menjadi bahan yang berkecambuk di media sosial dan kaum milenial adalah pengguna dan korban terbesar. Di satu sisi, jendela dunia ini menjadi sarana tanpa batas dan cepat, membangun jejaring yang luar biasa bahkan inovatif-inovatif lahir dari dunia bermedsos. Namun di sisi yang bebeda, medsos yang tanpa batas itu menjadi kebebasan yang berlebihan, tidak dapat dibendung, bahkan tidak ada ruang privat. Bahkan hoaks dan kebenaran hampir tidak jauh berbeda. Hidup berkelompok tapi inklusif, raibnya hubungan sosial, bahkan gemar copy paste. Nilai toleransi antar sesama di media sosial kian hari kian memudar. Yang nampak adalah pamer diri tanpa batas tanpa berpikir bahwa banyak orang lain yang tak mampu bergaya dan makan seperti kita, banyak di sana yang tak mampu menjaga kebahagiaan dan keharmonisan keluarga namun hidup dalam konflik dan perpecahan. Banyak yang hanya memamerkan ejekan dan olokan tanpa berpikir bahwa kita telah membangun tembok persaudaraan dan mematikan kemanusiaan.

Itulah kenapa generasi milenial harus bisa menaklukan media sosial dengan pandangan yang bijaksana dan berhikmat. Pada situasi dan kondisi saat ini, tentunya sangat dibutuhkan untuk memupuk sikap saling menghargai dan menghormati satu sama lain ketika mata kita memandang media sosial dan jari-jemari kita menari untuk mengukir setiap caption, kalimat positif dan tidak termakan hoaks yang bisa saja menjadi provokator lahirnya konflik, perselisihan dan kebencian. Generasi milenial harus cerdas meggunakan telepon cerdas, menguasai teknologi informasi dengan bijak, perbanyak literasi digital, tingkatkan tindakan cek and ricek (sumber dan konten), hindari fitnahan dan ujaran kebencian dan yang paling penting menghindari diri dari cyberbuilying dan pornografi). Setidaknya kita terhindar dari dosa yang membawa kita pada kejahatan.

Berangkat dari landasan Firman Tuhan “TUHAN ITU BAIK KEPADA SEMUA ORANG (MAZMUR 145 : 9) dan KASIHILAH SESAMAMU MANUSIA SEPERTI DIRIMU SENDIRI (MATIUS  22 : 39), maka sudah sepatutnya kita hidup baik dan saling mengasihi sesama. Toleransi perlu dijaga ketika kita akrab dengan media sosial. Menjauhkan diri dari perpecahan, saling merasa paling benar, melainkan untuk saling mengenal, berkomunikasi dan berkomentar dalam kasih, saling memberi dan saling menerima dari perbedaan. Semoga kita di zaman ini semakin meningkatkan semangat toleransi di media sosial. Bijaksana membaca, menyikapi, berucap. Tuhan menolong kita.