UANG

UANG

 

Dahulu kala belum ada uang kertas maupun logam, barang tidak dibeli dengan uang, serah terima suatu komoditas dalam kegiatan perdagangan disepakati dengan cara barter, yaitu tukar menukar komoditas. Orang membarter – dengan kata lain, orang menukar barang berharga yang satu untuk barang berharga yang lain. Di seluruh Asia Barat kuno barang komoditas utama, baik yang mudah rusak atau busuk seperti bulu domba, jelai, gandum dan kurma, maupun yang tahan lama seperti logam, kayu, anggur, madu dan ternak merupakan komoditas yang biasa dijadikan sebagai alat barter.

Pada milenium ke-3 SM, logam mulia (perak, tembaga, emas, elektrum) digunakan sebagai alat pembayaran. Di Palestina, perak merupakan logam mulia yang paling umum dan dianggap sebagai “syikal” (Kej. 23:15-16; Yer. 32:9). Selama abad ke-7 SM, koin melambangkan berat dan nilai suatu logam, mulai digunakan di Lidia dan para pedagang Fenesia membantu menyebarkan penggunaannya. Penyebarannya berlanjut saat mata uang dijadikan sebagai standar oleh Persia, yang juga mengizinkan gubernur Yahudi mengeluarkan koin perak kecil pada 400 SM yang bertuliskan “Yehud” (Yehuda). Setelah pemberontakan Makabe, orang Yahudi mengembangkan koin perunggu asli dengan berbagai desain dan nama penguasa dalam bahasa Ibrani dan Yunani.

Supaya logam yang dipakai sebagai alat tukar mudah dibawa-bawa maka logam ditempa atau dibuat dalam bentuk permata, atau bentuk barang-barang dalam pemakaian sehari-hari atau dalam bentuk khusus.

Di masa Perjanjian Baru ada tiga mata uang dari tiga sumber berbeda yang beredar di Palestina. Pertama, koin Romawi yang resmi ditempa menurut standar Roma. Kedua, koin provinsi, ditempa di Antiokhia dan Tirus, umumnya sesuai standar Yunani kuno dan terutama beredar di antara penduduk Asia Kecil. Ketiga, koin lokal Yahudi, kemungkinan ditempa di Kaisarea.



*Albert Tambunan, Dari Berbagai Sumber