Sahabat Alkitab, sebagai orang Indonesia, khususnya yang sudah lama bahkan sejak lahir merupakan warga negara Indonesia, tentu sudah tidak asing dengan pelajaran mengenai sejarah kemerdekaan negeri ini. Apabila anda ditanya, “Apakah anda tahu presiden pertama Indonesia yang juga merupakan tokoh kemerdekaan?”, maka hampir dapat dipastikan setiap orang akan menjawab, “Ya, saya tahu.” Namun, jawabannya tentu akan jauh berbeda ketika anda ditanyakan, “Apakah anda mengenal presiden pertama Indonesia yang juga merupakan tokoh kemerdekaan?” Penekanan dari kedua pertanyaan tersebut terletak pada ‘tahu’ dan ‘kenal’. Mengetahui belum tentu mengenali, namun mengenal sudah pasti melalui tahap mengetahui. Ia tidak mungkin mengenal sesuatu yang tidak ia ketahui.
Bagian injil Lukas ini pun berisikan cerita yang miris untuk dimaknai terkait tema mengenal. Apa maksudnya? Persis pada bagian sebelumnya Tuhan Yesus mendapatkan penolakan dari orang-orang yang Dia ajar. Mereka mengusir-Nya untuk pergi keluar dari desa, kampong halaman-Nya sendiri hanya karena mereka tidak puas dengan latar belakang keluarga Yesus yang mereka anggap tidak sesuai ekspektasi. Mereka menolak Tuhan Yesus karena mereka tidak mengenal-Nya secara intim. Namun, pada bagian ini kita justru melihat bentuk pengakuan yang begitu kuat dari setan yang sedang merasuki seorang asing di Kapernaum. Bukankah ini menjadi kenyataan miris yang ditampilkan oleh injil Lukas? Pada satu sisi, manusia yang telah hidup bersama Yesus selama beberapa tahun di kampung yang sama menolak Diri-Nya, sedangkan seorang asing yang kerasukan pula justru menunjukkan pengenalan melalui pengakuan identitas Tuhan Yesus di hadapan orang banyak.
Catatan mengenai pengakuan terhadap identitas Yesus dari seorang yang kerasukan setan pun semakin menambah daftar upaya penulis injil Lukas untuk menegaskan sekaligus memperkenalkan Yesus Kristus kepada para pembaca. Selain itu, bagi para pembaca di masa sekarang, kehadiran dua kisah yang disusun berurutan ini dapat menjadi sebuah bahan otokritik terkait sejauh mana pengenalan yang kita miliki terhadap Kristus. Sebagai umat percaya, kita idealnya memiliki landasan pengenalan dan pemahaman yang intim tentang Tuhan. Persoalannya adalah apakah kita memperhatikan hal tersebut? Kemudian, apakah kita secara serius membangun pengenalan yang intim tentang Tuhan? Atau, jangan-jangan kita masih terjebak dalam rutinitas mengenal yang minim makna. Maksudnya, kita memperlakukan Tuhan sebagai objek pelajaran yang akhirnya membuat kita sekadar mengetahui tanpa mengenali.