Membaca ulang peran perempuan dalam teks Alkitab telah membuka ruang untuk kemajuan penelitian dalam bidang biblika dan metode hermeneutika kritis. Dalam kitab Kejadian, cerita tentang garis keturunan atau genealogi adalah salah satu topik penting. Tokoh perempuan seperti Ribka dalam Kejadian 22:20–24 dan Kejadian 24 adalah bagian dari kisah besar dan memainkan peran penting dalam pewarisan janji Allah dan dinamika kekuasaan sosial dalam tradisi Israel yang patriarkal.
Perempuan dan Genealogi: Lebih dari Sekadar Istri Tokoh Lelaki
Dalam tradisi silsilah Alkitab, nama-nama perempuan sangat jarang dimunculkan. Namun Kejadian 22:20–24 menyebut secara eksplisit keturunan Nahor, termasuk Ribka. Penyebutan ini tidak muncul secara kebetulan, melainkan memiliki signifikansi teologis dan naratif. Dalam struktur teks, pengenalan Ribka sebelum pertemuannya dengan Ishak (Kejadian 24) memberi ruang pengakuan atas posisinya sebagai bagian sah dari rantai keturunan yang membawa janji Abraham.
Demikian, perempuan tidak hadir sebagai pelengkap atau pendukung laki-laki, tetapi sebagai penghubung sejarah perjanjian yang memikul makna sosial, spiritual, dan identitas kolektif bangsa Israel.
Ribka: Figur Kunci dalam Warisan Iman
Kejadian 24 memperlihatkan proses pencarian istri bagi Ishak yang sangat panjang dan penuh simbolisme spiritual. Ribka digambarkan bukan hanya sebagai “wanita yang cantik” tetapi juga sebagai sosok yang berinisiatif, memiliki daya tanggap terhadap tanda ilahi, dan membuat keputusan mandiri untuk meninggalkan keluarganya demi menjadi bagian dari janji Allah.
Tindakan Ribka dalam menjawab undangan tersebut menandakan bahwa ia memiliki otoritas personal dan kesadaran yang mendalam. Ia bukan sekadar pelengkap cerita, melainkan pelaku aktif dalam kisah keselamatan, yang menjadi ibu dari generasi yang meneruskan janji Allah kepada Abraham. Dengan demikian, iman Ribka menjadi model spiritualitas aktif dalam sejarah umat Allah.
Genealogi sebagai Politik Identitas
Genealogi dalam Alkitab bukan hanya catatan biologis, tetapi juga alat legitimasi kekuasaan dan status dalam komunitas iman. Penyebutan nama perempuan dalam struktur genealogi memperlihatkan adanya strategi teologis untuk menempatkan mereka dalam skema warisan dan kekuasaan rohani.
Penyisipan Ribka dalam garis keturunan adalah bentuk pengakuan sosial dan spiritual bahwa perempuan memiliki otoritas dalam kesinambungan janji ilahi.
Politik genealogis ini juga menjadi alat untuk menyatakan siapa yang sah mewarisi janji, dan dengan demikian, siapa yang diakui sebagai umat Allah sejati. Perempuan bukan hanya disisipkan, tetapi diperhitungkan secara struktural dan simbolik.
Teologi Tubuh dan Ruang bagi Perempuan
Tubuh perempuan dalam narasi ini tidak direduksi menjadi fungsi reproduktif semata. Keikutsertaan Ribka dalam kisah pewarisan janji mengandung makna bahwa tubuh perempuan menjadi tempat berlangsungnya karya Allah. Dalam hermeneutika teologi tubuh, keberadaan perempuan seperti Ribka menunjukkan bahwa tubuh mereka adalah ruang kudus yang menghadirkan realitas Allah dalam sejarah manusia.
Ribka, sebagai ibu dari Esau dan Yakub, tidak hanya melahirkan keturunan secara biologis tetapi juga menghasilkan bangsa, dan menghadirkan perubahan dalam arus sejarah iman Israel.
Kritik terhadap Pembacaan Patriarkal
Sering kali penafsir mengecilkan peran perempuan dalam narasi genealogi, melihat mereka hanya sebagai sarana atau pelengkap dalam kisah laki-laki besar. Sebab itu, penting untuk membaca ulang teks dengan mengangkat suara perempuan yang terpinggirkan, dan menyadari bahwa Alkitab pun menyisipkan perempuan dengan penuh makna teologis.
Praktik invisibilisasi struktural terhadap perempuan dalam sejarah teologis harus dikritik dan dibongkar. Dengan demikian, penekanan pada tokoh Ribka menjadi bagian dari rekonstruksi narasi iman yang inklusif dan setara gender.
Relevansi Kontekstual
Topik ini sangat relevan bagi gereja dan komunitas iman masa kini yang ingin menjadi tempat berkeadilan gender. Penyadaran bahwa perempuan memiliki tempat strategis dalam sejarah iman menantang kita untuk meninjau ulang struktur gerejawi, budaya, dan keluarga yang masih patriarkal.
Dengan mengangkat kembali narasi Ribka dan politik genealogisnya, kita dipanggil untuk memberi ruang suara, peran, dan kepemimpinan perempuan secara penuh dalam kehidupan gereja dan masyarakat.
Selengkapnya saksikan di tautan ini