BAJU ZIRAH

BAJU ZIRAH

 

Baju Zirah merupakan pakaian yang dipakai untuk perlindungan selama berperang. Baju zirah terdiri atas jubah kain atau kulit dengan lempengan keping logam (mirip sisik ikan) yang dipasang sambung-menyambung di bagian permukaannya. Lempengan keping logam tersebut menutupi area dada, punggung, dan bahu, serta ada juga yang sampai ke lutut atau bahkan ke pergelangan kaki. Ada dua cara yang berbeda untuk untuk menjahit lempengan logam tersebut pada dasar berbahan kulit, terkadang dijahit secara vertikal dengan seutas tali, maupun dijahit secara horizontal.

Memakai baju zirah cukup melindungi pemakainya, tetapi terdapat bagian yang rawan di sambungan sisik-sisik atau sambungan antara baju perang dan perlengkapan senjata yang lain. Seperti halnya yang terjadi ketika Raja Ahab terluka terkena panah yang mengenai bagian sambungan baju zirahnya (1 Raj. 22:34). Lalu kekurangan menggunakan baju zirah lainnya adalah beratnya baju tersebut sehingga membatasi kebebasan bergerak para prajurit, pembuatannya pun sulit dan terbilang mahal. Agar baju zirah lebih lentur, maka digunakan lempengan-lempengan yang lebih kecil, bentuknya selalu persegi panjang, yang berbeda dengan lempengan-lempengan baju zirah bundar yang terlihat pada relief kota Asyur.

Penemuan baju zirah bersisik di Ras Syamra (Ugarit), Boghaz-koi, dan Alalah menunjukkan bahwa penggunaan baju zirah demikian telah diketahui sejak abad 15 SM. Di Nuzi banyak pelat zirah demikian telah ditemukan. Lempeng-lempeng bertulis dari istana juga mencatat tentang baju zirah untuk kereta perang dan kuda, tetapi contoh-contoh barang ini hanya ditemukan di kota-kota Asyur.

 

*Albert Tambunan, dari berbagai sumber