Harimau Mengubah Jalan Hidup Josef Prijo Hadijanto

Harimau Mengubah Jalan Hidup Josef Prijo Hadijanto

 

Josef pernah punya pengalaman paling sial. Pengalaman yang mengubah jalan hidupnya dan akhirnya juga jalan hidup ratusan warga jemaatnya di Ngampin, Ambarawa. Pdt. Josef Priyo Hadiyanto (52) adalah pendeta jemaat GKJ Ngampin, Ambarawa. Belakangan dirinya dan gerejanya cukup terkenal. Setiap tahun ribuan orang dari berbagai latar belakang berkunjung ke GKJ Ngampin untuk belajar dari Pdt. Josef tentang mengembangkan talenta yang ada di jemaat, tentang kewirausahaan, atau tentang pertanian dan perkebunan. Pdt. Josef mengubah GKJ Ngampin dari gereja yang dulunya dicap miskin, bahkan sering mengalami kesulitan membayar gaji pendetanya, menjadi gereja yang cukup maju yang warga jemaatnya meningkat ekonomi rumah tangganya melalui berbagai usaha kewirausahaan. 

Semua bermula dari kejadian sial 15 tahun yang lalu. Yaitu pengalaman Josef berjumpa seekor harimau di pinggiran sebuah hutan di daerah Petung Kriyono, perbatasan Pekalongan dan Banjarnegara, Jawa Tengah. 

Siang itu panas matahari masih panas menyengat, meskipun hari sudah pukul dua siang. Sebagai seorang insinyur pertanian, Josef masih sibuk dengan pekerjaannya sebagai manajer lapangan di salah satu perusahaan makanan terbesar di tanah air. Tengah duduk di rerumputan sambil mengawasi perkebunan kentang, mendadak muncul harimau di depannya dalam jarak antara tiga sampai empat meter. Pikirnya akhir hidup telah tiba. Karena secepat-cepatnya manusia pastilah tidak akan menandingi kecepatan harimau. Tetapi Tuhan berkehendak lain. Si raja rimba hanya menggeram dan lewat di depannya. 

Sebuah pemikiran muncul di benak Josef,”Ternyata uang, pekerjaan maupun jabatan tidak menyelamatkan nyawa.” Sampai hari itu karir Josef boleh dikatakan cukup lancar. Uang tidak berkekurangan. Namun, di sisi lain kesibukan pekerjaan menyebabkan melupakan Tuhan dan peribadahan. Padahal, seperti pengakuannya ia berasal dari keluarga yang taat beribadah. 

Pengalaman berjumpa harimau menyebabkan hampir dua minggu Josef mengalami tekanan batin. Hati dan pikirannya terus bergumul. Ia enggan bekerja, enggan pula turun ke lapangan. Tiba pada suatu titik muncul kesadaran dalam batinnya: keselamatan sejati hanya ada pada satu nama, Tuhan Yesus Kristus. Orientasi hidup Josef berubah. Dari sibuk mengejar karir menjadi ingin mengabdikan hidup bagi orang banyak. 

“Buat apa saya mengabdikan diri habis-habisan pada perusahaan besar, kalaupun saya mati perusahaan tidak akan terlalu peduli. Yang utama asset mereka utuh. Seorang karyawan hilang, akan segera muncul pengganti. Lebih baik hidup saya baktikan untuk Tuhan dan melayani banyak orang,”tuturnya. Josef ingin melayani Tuhan sepenuh waktu sebagai seorang pendeta. 

Masuk UKSW

Saat keinginan tersebut ia diskusikan dengan istrinya, ternyata istrinya tidak sepakat. Maklum selama ini segala kebutuhan keluarga tercukupi. “Kami memiliki anak dua yang biasa kami manja dengan segala fasilitas, maka istri khawatir jika saya mengambil sekolah teologi dan meninggalkan karir, ekonomi keluarga akan runtuh,”lanjutnya. Tapi Josef teguh dengan keputusannya. Ia keluar dari tempat kerjanya dan kemudian mengambil studi teologi di Universitas Satya Wacana(UKSW), Salatiga. 

Keputusan Josef bukan hanya ditentang istrinya, melainkan juga keluarganya. Bahkan ibunya menganggap Josef telah hilang akal dan mengalami kerasukan setan. Kata ibunya,”Saya minta kamu mendoakan dan merenungkannya baik-baik. Ibu juga akan berpuasa dan mendoakan keinginanmu. Jika dalam dua minggu keinginanmu masih kuat, mungkin benar ini adalah panggilan dari Tuhan.”

Ternyata keinginan Josef makin kokoh seiring waktu. Uniknya meskipun Josef mengajukan pengunduran diri, perusahaannya juga menahannya pergi. Akhirnya dicapai jalan tengah. Selama satu tahun sejak pengunduran diri Josef dijadikan konsultan di perusahaannya, sambil menyiapkan transisi regenerasi dan mencari penggantinya. 

Dipinang GKJ Ngampin

Saat mengambil kuliah teologi di UKSW telah muncul ikrar dalam diri Josef bahwa ia siap ditempatkan Tuhan di mana saja. “Tuhan saya tidak memilih jemaat kota ataupun desa, gereja kaya ataupun miskin,  namum jemaat pertama yang memanggil akan menjadi jodoh saya.”

Ternyata menjelang kelulusan dari UKSW, rombongan majelis dari GKJ Ngampin datang menemuinya. Mereka berharap Josef bersedia melayani jemaat GKJ Ngampin. “Saat mereka datang menemui, mereka mengatakan diri sebagai jemaat yang merasa dirinya miskin. Biaya hidup tetap pendeta setiap bulan saja mereka harus angsur tiga kali. Sebagian besar warga jemaatnya terdiri dari para buruh pabrik dan buruh tani,”tuturnya. 

Meski banyak orang menyebut GKJ Ngampin termasuk jemaat yang masuk kategori “miskin”, hal itu tidak menyurutkan niat Josef untuk melayani jemaat desa di pinggiran kecamatan Ambarawa tersebut. Bahkan setelah Josef mulai terlibat di dalamnya ia melihat banyak potensi yang bisa dikembangkan dari jemaat tersebut. Potensi yang selama ini kurang tergali. Di sekitar gereja terdapat perkebunan kopi, ubi jalar merah  dan beragam buah-buahan. 

“Ambarawa boleh dikatakan surganya buah-buahan. Dengan melihat hal ini saya bisa mengerjakan dan mengembangkan banyak hal di tempat ini, dan hasilnya teryata bisa untuk cadangan “amunisi”” gereja seperti: membangun infrastruktur gereja, pengecatan tempat peribadahan, pembelian peralatan-peralatan elektronik, membeli perabotan, dan lain-lainnya,”tuturnya. 

“Jadi sebelum saya menjadi vikaris (calon pendeta) di GKJ Ngampin, saya dijadikan penatua oleh majelis gereja setempat,”kenang Josef. “Melihat kondisi jemaat setempat, sebagai langkah awal saya membentuk Komisi Pengembangan Ekonomi Jemaat (KPEJ). Usaha paling awal meningkatkan ekonomi warga saya menyemai bibit papaya dan memberikannya gratis kepada warga jemaat. Saya berpesan, jika nanti papaya sudah berbuah, hasilnya sebagian dipersembahkan kepada gereja. Akhirnya kami dengan hasil dari penanaman papaya, bisa memiliki uang kas jemaat,”tuturnya. 

“Saya banyak tertolong dengan perkembangan media sosial sekarang ini, karena saya bisa memviralkan hasil bumi maupun hasil usaha dari jemaat GKJ Ngampin dengan mudah dan murah melalui media sosial,”lanjutnya. 

Mengembangkan Wirausaha dan Ekonomi Jemaat

Melalui berbagai hasil pertanian dan  kewirausahaan, GKJ Ngampin berubah, dari yang semula gereja miskin dan jarang dilirik oleh jemaat-jemaat di tempat lain. Sekarang setiap tahunnya minimal dua ribu orang datang ke tempat ini untuk belajar dari Pdt. Josef. Banyak pendeta-pendeta dari berbagai tempat berkunjung dan mampir untuk bertukar pengalaman. Bahkan pernah Ephorus dari HKBP pernah meminta Josef datang ke Sumatra untuk mengajari HKBP tentang pembuatan anggur perjamuan. Namun, karena kesibukan beliau, akhirnya dari HKBP datang utusan dua orang untuk belajar di Ngampin. 

Membangun semangat kewirausahaan dan juga mengembangkan talenta yang ada di sekitar lingkungan tempat tinggal tidak selalu mudah. Awal mula Josef berkarya di Ngampin, tipikal warganya rata-rata adalah orang-orang yang pasrah menerima nasib. Mereka merasa sudah cukup dengan berkarya sebagai buruh pabrik atau buruh tani. 

“Menjadi buruh pabrik mereka sudah digaji sebesar UMR, dan bagi mereka hal itu sudah cukup, tidak berhasrat untuk kuliah atau menempuh pendidikan tinggi,”tuturnya. 

Pola pikir warga yang seperti itu susah untuk diajak keluar dari zona nyaman dan melakukan sesuatu yang lebih untuk mengembangkan perekonomian keluarga ataupun jemaat. Josef selalu mengajak baik melalui khotbah di Ibadah Minggu maupun di berbagai forum agar warga sadar diri dan sadar posisi. 

“Tuhan tidak pernah iseng melahirkan atau menciptakan seseorang. Tuhan pasti punya maksud yang presisi menempatkan seseorang. Dan Tuhan pasti bertanggung jawab dalam setiap maksud dan rencana-Nya. Tuhan menempatkan seseorang atau gereja di lingkungan atau wilayah tertentu pasti melengkapinya dengan berkat-berkat yang bisa diusahakan dan dikembangkan untuk kesejahteraan umat-Nya, tetapi kunci utamanya jemaat atau gereja harus sadar diri dan sadar potensinya. Jangan lupa  kita harus peka melihat sumber-sumberdaya di sekitar kita,”terangnya.   

Banyak orang Kristen dinina bobokan paradigma lama untuk selalu bersyukur dalam setiap keadaan. Hidup berkekurangan dan menjadi miskin tidak masalah. Yang utama tujuannya adalah masuk surga. Pdt. Josef berusaha mengubah cara pandang warga jemaat yang seperti ini. 

“Kepada warga yang demikian lambat diajak bergerak, ataupun acuh tak acuh saya sering mengutip pernyataan Injil: kami meniup seruling bagimu, tetapi engkau tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak menangis (lih. Luk. 7:2). Saya mengatakan demikian, karena warga di luar Ngampin yang ingin belajar ribuan orang, tetapi warga Ngampin sendiri ada yang kurang antusias,”kata Pdt. Josef. 

Kepada warga GKJ Ngampin maupun tamu-tamu yang singgah ke tempatnya, Pdt. Josef senantiasa menekankan agar setiap orang mengembangkan kreativitasnya. Menurutnya hanya orang yang kreatif yang bisa mengatasi krisis dan melewati badai pandemi. Hanya orang-orang yang kreatif yang mampu berkembang mengatasi segala tantangan dan hidupnya bisa bermanfaat bagi banyak orang. 

“Saya mengambil contoh, di Ambarawa banyak terdapat perkebunan kopi yang luas, bahkan sampai ke kabupaten-kabupaten lain. Artinya potensi pasar dari kopi cukup besar. Warga jemaat Ngampin juga beberapa memiliki tanaman kopi, tapi mereka enggan mengembangkannya karena harga kopi sangat murah, dan kopi dari Ngampin tidak dilirik oleh pedagang. Maka, saya coba mengolahnya dengan berbekal pengetahuan ketika kuliah di Agronomi dahulu. Saya mengembangkan bakteri yang selama ini hidup dalam lambung luwak. Kemudian kopi dari petani saya beli dan kemudian saya olah menjadi kopi luwak menggunakan bakteri tersebut. Dari sekilo seharga dua puluh ribu rupiah, kini tiap satu kilogramnya ditawar minimal 500 ribu rupiah,”katanya. 

Tidak berhenti pada kopi. Melihat banyak buah-buahan lokal yang sering kali hanya dijual murah atau bahkan tidak habisa dikonsumsi dan membusuk, Josef mencoba mengolah dan memfermentasikannya menjadi Anggur Perjamuan. Maka jadilah Wine Pisang, Wine Salak, Wine Sirsak, Wine Anggur dan sebagainya. Rasanya dijamin mantap dan menyegarkan. 

“Banyak orang mencoba meniru cara-cara pembuatan anggur perjamuan. Tetapi banyak yang hasilnya tidak maksimal. Maka, banyak dari utusan gereja atau perseorang yang datang ke Ngampin untuk belajar membuat anggur yang nikmat,”katanya. Josef menuturkan pengalaman membuat anggur didasari dua  hal: ada dasar ilmu pengetahuan yang diperolehnya di bangku kuliah, yang kedua pada masa kuliah dia boleh dikatakan sempat menjadi “tukang minum” sehingga tahu membedakan anggur yang enak dan yang tidak enak. Dengan mencium dan merasakan sedikit Josef sudah bisa menilai kualitas anggur. 

“Kalau boleh disebut saya bukanlah produsen atau pabrikan anggur perjamuan atau kopi. Saya hanyalah seniman yang membuat secukupnya saja untuk kebutuhan gereja. Melalui berbagai wirausaha ini, kami bisa memperbaiki gedung gereja, membangun pagar gereja, memperbarui sarana dan prasarana peribadahan di gereja, memberi beasiswa siswa yang kurang mampu dan sebagainya,”tuturnya. Sekarang setiap hasil penjualan dari buah-buahan, kopi hingga anggur masuk dalam kas Komisi Pengembangan Ekonomi Jemaat (KPEJ) GKJ Ngampin. 

Jiwa wirausaha Josef bukan muncul tiba-tiba dari kecil atau keturunan keluarga. Jiwa wirausaha itu juga bukan ilmu teori yang dipelajarinya di bangku kuliah. Sebagian besar ia pelajari ketika berkarya di perusahaan makanan. “Perusahaan saya waktu itu mengolah 200 ton sehari tanpa punya lahan sejengkal. Lebih luar biasa lagi, produk makanannya disebarluaskan ke seluruh Indonesia tanpa punya satu pun armada distribusi. Saya banyak belajar dari karir saya di perusahaan makanan,”katanya. 

“Ternyata untuk sukses tidak harus membutuhkan modal. Sekarang kami memiliki sekitar 2000 pohon pisang. Kami tidak menanam di lahan kami sendiri, karena kami tidak memilikinya. Kami menanamnya di lahan orang di sekitar tiang sutet (tiang listrik bertegangan listrik tinggi). Kami juga tidak membayar sewanya dengan uang, kami hanya coba berbagi hasil, setiap panen, sepertiganya menjadi hak pemilik lahan,”katanya. “Melalui pisang, tanpa perlu bersusah payah warga adiyuswa (lansia gereja) kami bisa memperoleh pendapatan di masa tuanya. Boleh dikatakan tanaman pisang adalah tanaman pemalas, karena tanpa perlu banyak perawatan bisa tumbuh sendiri dengan baik,”lanjutnya.

Jadwal yang Padat

Setiap harinya Josef punya jadwal pelayanan yang padat. “Pagi ini saya pukul setengah tujuh saya menerima rombongan tamu dari gereja lain, sekitar jam delapan pagi saya melayani kunjungan ke lembaga pemasyarakatan, kemudian setelahnya saya pertemuan dengan ministerium (jajaran pendeta) di Bandungan. Kemudian saya akan pulang ke rumah untuk menyapu dan membersihkan halaman gereja, karena esok hari akan ada rombongan tamu dari GKJ Sindoro, setelah mandi kemudian pertemuan zoom wawancara dengan LAI, dan nanti malam masih memproses anggur di laboratorium,”tuturnya. 

Setiap hari Josef padat dengan berbagai kegiatan pelayanan, tetapi ia tidak menganggapnya sebagai beban namun malah sebagai sukacita karena hidupnya memberi manfaat bagi gereja dan masyarakat. 

Sebagai orang yang pantang berdiam diri, sesungguhnya Josef merasa dirinya lebih sebagai seorang konseptor, seorang pemrakarsa. Namun di GKJ Ngampin, tidaklah mungkin ia berhenti sebagai konseptor. Ia juga perlu turun langsung berkarya, memberi contoh, menggerakkan dan memotivasi warga. 

Gereja Harus Fungsional

Tentang pewartaan iman, Josef punya pandangan sendiri yang mungkin berbeda dari hamba-hamba Tuhan lainnya. “Saya melihat unsuccess story dari teman-teman yang hanya menjual ayat dan syariat tanpa memasaknya menjadi makanan siap saji,”tuturnya. Sebagai pendeta ia tidak setuju jika para pendeta hanya menyajikan bahan mentah tidak dipersiapkan lebih lanjut sesuai dengan konteks dan kebutuhan umat Tuhan di tempat tersebut. “Setiap pelayan harus punya kreativitas dalam mengkomunikasikan nilai-nilai kristiani, bagaikan makanan yang diolah dan disajikan dengan cita rasa nikmat yang membawa sukacita bukan hanya bagi orang-orang seiman namun juga umat lain.’’

Josef mengambil contoh, di depan gereja ia sengaja menanam alpukat kualitas super. Satu biji buahnya bisa mencapai satu setengah kilogram beratnya. Bukan hanya warga gereja, masyarakat sekitar juga tertarik dengan tanaman alpukat tersebut. Maka, Josef pun mengusulkan kepada mereka untuk menanamnya juga di rumah mereka. Karena kesulitan lahan, Josef menyarankan agar warga masyarakat menanami pinggiran pekuburan umum dengan tanaman alpukat tersebut. Ketika pohon alpukat itu mulai menghasilkan, satu pohon per tahun menghasilkan rata-rata 5 juta rupiah. Sebuah hasil yang tidak sedikit, bagi warga yang hanya bermodalkan menancapkan bibit pohon. Bagi penjaga pekuburan hal itu berarti memberikan pemasukan yang tetap yang tadinya tidak pernah dibayangkan. 

Merasakan keramahan dan nilai-nilai kebaikan yang ditebarkan melalui GKJ Ngampin, banyak orang kemudian tertarik untuk belajar nilai-nilai kristiani. Bagi yang tertarik, Pdt. Josef pun mengajak mereka untuk mengikuti katekisasi di gereja. “Setiap tahunnya sekarang ada saja warga-warga baru yang mengenal Kristus dan minta dibaptis,”tuturnya penuh sukacita. 

Bagi Josef, sebuah gereja yang ideal adalah gereja yang fungsional. “Saya mengutip pendapat alm. Pdt. Eka Darmaputera, sebuah gereja harus punya makna dan manfaat bagi warga jemaatnya dan juga masyarakat di sekitarnya. Jangan gereja hanya terjebak dalam rutinitas ritual,”kata Pdt. Josef.

”Hari ini tanpa sadar banyak gereja mengubah dirinya menjadi koperasi. Asas berdirinya koperasi adalah kekeluargaan. Tujuannya menyejahterakan anggotanya. Gereja yang mirip koperasi, jika gereja tidak memiliki misi keluar, tujuannya hanya menyejahterakan warga jemaatnya semata, keluarga A, keluarga B, keluaga C yang menjadi anggotanya. Gereja lupa bahwa dia ditempatkan Tuhan di suatu wilayah sesuai dengan presisi Tuhan, dan dipanggil untuk menjadi berkat bagi lebih banyak orang,”tegasnya. 

“Saya berpikir, koperasi adalah institusi yang tertutup yang terbatas untuk anggotanya semata. Sementara gereja harus bersikap terbuka, dan menerima siapapun yang ingin bergabung dan beribadah di dalamnya. Bahkan jika ada umat dari agama dan kepercayaan lain yang ingin belajar dan beribadah di dalamnya, gereja harus membuka pintunya lebar-lebar,”lanjutnya. 

Tidak hanya di tingkatan gereja lokal dan sekitar wilayah Ngampin dan Ambarawa, oleh sinode GKJ Pdt. Josef dipercaya untuk menjadi Pengurus Paguyuban Wirausaha Sinode Gereja-gereja Kristen Jawa (GKJ) yang wilayahnya luas terbentang dari Jawa Tengah, DIY, DKI, Banten hingga Jawa Barat. Awal mulanya pernah diadakan bazar hasil UMKM warga jemaat. Tetapi dirinya melihat bahwa dengan bazar-bazar yang tidak setiap tahun terselenggara, sulit untuk memasarkan hasil usaha warga. Maka Josef mendorong melalui Paguyuban Wirausaha tersebut agar di tiap klasis di wilayah Sinode GKJ diadakan pusat-pusat pemasaran bagi hasil-hasil bumi dan olahan usaha warga jemaat. Sekarang kantor pemasaran bersama tersebut sudah tersedia di 12 klasis. 

Demikianlah, Pdt. Josef Priyo Hadiyanto. Ia tinggalkan kemapanan posisi sebagai seorang manajer perusahan besar dan memilih menjadi alat Kristus menggarami dan menerangi dunia, mulai  dari Ngampin, hingga Indonesia bahkan dunia. 

Niat tulusnya dalam melayani bahkan ditunjukkan dalam tekadnya, yang tidak ingin membebani jemaat untuk menyediakan tempat tinggal dan dana pensiun ketika dirinya memasuki masa emeritasi nanti. Ia percaya pertolongan Tuhan selalu hadir dan presisi. Bagi orang kreatif dan pejuang seperti dirinya hidup adalah bagaikan kesempatan-kesempatan yang selalu baru setiap pagi, seperti nafas dan kehidupan dari Tuhan. “Saya nanti kalau pensiun ingin mulai karya baru di Bali untuk mengembangkan kopi dan juga anggur dari buah-buahan tropis.” Kita tunggu kejutan berikutnya dari Pdt. Josef. Semoga di Bali beliau tidak berjumpa dengan harimau.