Konsultasi Cipayung 1968

Konsultasi Cipayung 1968

 

Gereja Indonesia Bersatu untuk Terjemahan Baru

Alkitab Terjemahan Baru yang selama ini kita pergunakan tidak muncul tiba-tiba. Seperti sudah diketahui proses penerjemahannya sudah dimulai dari tahun 1952. Menjelang 1968 tugas komisi penerjemah sudah mendekati rampung. Hasil terjemahannya juga sudah diuji oleh Komisi Pembaca dan Badan Pengurus LAI. Tibalah waktunya bagi Badan Pengurus LAI untuk meminta tanggapan dan masukan gereja-gereja di Indonesia sebagai pengguna Alkitab. 

Selama 10-22 Juni 1968 diadakan Konsultasi Nasional di Cipayung, sebuah lokasi sejuk yang berjarak sekitar 10 kilometer dari Bogor, Jawa Barat. Selain Komisi Penerjemah dan para anggota BP LAI, hadir sekitar lima puluh wakil gereja-gereja di Indonesia,  (baik anggota maupun bukan anggota DGI), lembaga-lembaga pendidikan teologi, penasihat, tiga pengamat dari Gereja Roma Katolik, dan tamu-tamu dari luar negeri, di antara Dr. Eugene A. Nida, yang diutus oleh Persekutuan Lembaga-lembaga Alkitab Sedunia (UBS). Konsultasi Nasional dipimpin oleh Prof. Dr. R. Soedarmo. Setiap peserta konsultasi nantinya mendapat cukup kesempatan untuk menangggapi konsep terjemahan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis. 

Komisi Penerjemahan berusaha keras mempersiapkan konsultasi ini secara rapi. Mereka mengedarkan tiga puluh bahan diskusi untuk membantu calon peserta konsultasi menyeadari masalah-masalah eksegesis dan melihat betapa sulitnya menyusun terjemahan Indonesia yang memenuhi syarat. Juga diedarkan sejumlah cuplikan Alkitab Terjemahan Baru, supaya peserta dapat langsung menilainya sendiri. Dilampirkan pula sebuah buku kecil yang telah diterbitkan setahun sebelumnya, berjudul  “Sedikit Tentang Terdjemahan Baru Alkitab dalam Bahasa Indonesia”. 

Setiap hari pekerjaan dimulai dengan ceramah mengenai seni menerjemahkan, yang disampaikan oleh Nida. Sesudah itu, kelompok-kelompok studi membicarakan berbagai masalah penerjemahan dengan bertolak dari bahan-bahan diskusi yang telah diedarkan sebelumnya. Mereka mencatat usul-usul, keberatan-keberatan, dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam diskusi, yang kemudian disampaikan kepada Komisi Penerjemahan untuk dipelajari. 

Melalui konsultasi, para peserta memahami situasi di balik dapur penerjemahan Alkitab Terjemahan Baru. Para peserta menjadi sadar betapa rumitnya pekerjaan terjemahan untuk memperoleh hasil yang bermutu. Mereka menjadi tahu bahwa Komisi Penerjemah bekerja dengan sungguh-sungguh dan hati-hati. 

Katolik Berkorban Demi Kesatuan Tubuh Kristus

Konsultasi menghasilkan pula perkembangan yang sama sekali tidak terduga, namun sangat menggembirakan. Salah seorang pengamat dari lingkungan Gereja Roma Katolik, Pater G. Zegwaard, M.S.C, yang menjabat Sekretaris Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI, sekarang Konferensi Waligereja Indonesia, KWI) menyampaikan ceramah malam mengenai kerja sama Gereja Roma Katolik dengan lembaga-lembaga Alkitab. Beliau memaparkan dokumen “Asas-asas penuntun bagi Kerja sama Interkonfesional dalam Menerjemahkan Alkitab”,  yang merupakan hasil kesepakatan wakil-wakil Vatikan dan UBS yang tercapai pada bulan Januari 1968, dan yang diterbitkan di London 1 Juni tahun itu. Sesudahnya Pater Zegwaard mengulas beberapa proyek kerja sama di mancanegara. Akhirnya, ia mengemukakan bahwa MAWI telah memutuskan untuk, dengan bertolak dari “Asas-asas Penuntun” tersebut untuk membuka perundingan dengan LAI mengenai saran berikut: Para Uskup bersedia mengadopsi terjemahan baru Alkitab ke dalam bahasa Indonesia yang sedang dipersiapkan oleh LAI dan yang sedang mendekati penyelesaian, dengan syarat di samping edisi “Protestan” terbit edisi yang memuat kitab-kitab Deuterokanonika. Sebaliknya, para uskup tidak menuntut agar ditampung kata-kata pengantar, dan catatan-catatan kaki  berisi penjelasan (yang dalam lingkungan lembaga-lembaga Alkitab tidak dikehendaki atau bahkan dilarang dalam Anggaran Dasar, tetapi dalam lingkungan Gereja-gereja Roma Katolik sedikit banyak diwajibkan). Terjemahan Indonesia yang sedang dikerjakan oleh pihak Katolik dan yang hampir selesai dapat dicetak sebagai Alkitab studi, tetapi tidak akan diberi status Alkitab gereja yang resmi.

Pemberitahuan ini sama sekali tidak diduga-duga oleh para peserta konsultasi dan ditanggapi dengan agak ragu-ragu. Ingatan banyak peserta  Protestan akan pertengkaran dengan misi Katolik di daerah mereka masih segar. Jadi, sulit bagi mereka  untuk segera menerima usul menerbitkan Alkitab bersama, yang dikemukakan begitu mendadak. Syukurlah, keberatan yang diajukan tidak diterima oleh mayoritas peserta. Usulan pihak Katolik dipelajari kembali dan akhirnya para hadirin menyatakan menghargai dan menerima kerja sama itu. 

Pada masa  itu sebenarnya pihak Katolik juga telah berjuang dan bekerja keras merampungkan proyek penerjemahan Alkitab. Terjemahan tahap pertama Kitab-kitab Injil dan Kisah Para Rasul dikerjakan oleh P.J. Bouma, SVD (1955). Tahun 1964 seluruh PB telah selesai diterjemahkan dan terbit. Dalam kurun waktu 1960-1967 terjemahan hampir seluruh Kitab PL telah siap diterbitkan oleh sebuah panitia yang terdiri dari: Pater Dr. C. Groenen, O.F.M. (ketua), Dr. H. Suasso de Lima de Prado, S.J., M. Hardjawardojo, OFM, R. Wahjosudibjo, OFM., dan Hardawirjana, SJ. Dalam konsultasi Cipayung, Pater Groenen juga hadiri sebagai pengamat dari Katolik. Ia telah mengabdikan sebagian hidupnya bagi karya terjemahan itu. Baginya, usul mengadopsi terjemahan LAI berarti bahwa karya hidupnya tersebut mesti dikesampingkan. Walaupun demikian, Pater Groenen berbesar hati dan mendukung usul tersebut dengan penuh keyakinan.

Sikap  Pater Groenen dan Gereja Katolik yang mengutamakan kesatuan tubuh Kristus menimbulkan rasa hormat dan meninggalkan kesan yang mendalam bagi sebagian besar peserta konsultasi. Naipospos, yang dalam Konsultasi mewakili Badan Penerbit Kristen (BPK), menyatakan rasa terima kasihnya “atas pengorbanan Pater Groenen dan Gereja Katolik”, mengingat waktu, tenaga dan sumberdaya yang didarmabaktikan untuk mempersiapkan sebuah terjemahan Katolik. 

Selepas Konsultasi Cipayung, Komisi Penerjemah LAI dan Tim Penerjemah Katolik berjuang bersama untuk menyelesaikan penerjemahan Alkitab, berdasarkan masukan-masukan dari berbagai gereja dan ahli teologi dalam Konsultasi Nasional. Nantinya Perjanjian Baru selesai dan terbit pada 1971. Menyusul Alkitab dengan kanon pendek (versi Gereja Protestan) terbit pada 1974 dan versi kanon panjang (Gereja Katolik) terbit setahun kemudian. 

“Segala sesuatu indah pada waktunya”. Setelah lebih dari 300 tahun memimpikan terjemahan persatuan, terjemahan bersama dalam bahasa Melayu (Indonesia) yang sama, akhirnya mimpi itu terwujud pada 1974. Selama lebih dari 300 tahun gereja Katolik dan Protestan memiliki terjemahan masing-masing. Teapi sejak 1974/1975 Gereja-gereja Protestan dan Gereja Katolik di Indonesia memiliki terjemahan yang sama Sejak saat itu sejarah umat kristiani di Indonesia memasuki era baru, yaitu terjemahan ekumenis. Suatu kejadian yang tidak semua negara di dunia mengalaminya. Salah satu teolog dan ahli Kitab Suci Gereja Katolik, Prof. Dr. Martin Harun, OFM menyatakan: “Roh Kudus mendorong peserta Konsultasi Nasional Cipayung untuk mengusahakan persatuan dan kebersamaan di antara tubuh Kristus.” Alkitab Terjemahan Baru boleh dikatakan berkat dari kuasa Roh Kudus.