Pdt. Edwin I Nyoman Paska: Sampaikan Firman Tuhan dalam Bahasa yang Sederhana

Pdt. Edwin I Nyoman Paska: Sampaikan Firman Tuhan dalam Bahasa yang Sederhana

 

Dalam barisan anggota tim revisi Alkitab Terjemahan Baru, ada nama Dr. Paskalis Edwin I Nyoman Paska. Sosok humoris ini sejak lama dikenal sebagai salah satu pakar Kitab Suci dari kalangan Gereja Katolik. Mengenal Alkitab sedari duduk di  bangku Sekolah Dasar di Bali. Namun,  baru pada masa menjalani sekolah di Seminar St. Vicentius Garum, di Blitar ia memiliki minat yang besar untuk belajar lebih dalam tentang Kitab Suci. 

Pendidikan sarjana ditempuh di STFT Widya Sasana, Malang. Demikian juga studi S-2 diselesaikannya dari tempat yang sama. Setelahnya beliau menjalani studi Licensiat Kitab Suci di Pontificum Institutum Biblicum, Roma (1993-1997).  Pada 1996, ia  juga memperdalam arkeologi, bahasa Ibrani, Yunani dan Qohelet di Hebrew University, Jerusalem. Gelar doktor dalam bidang Teologi Kitab Suci diperoleh dari Universitas Gregoriana, Roma(2001-2006).

Dalam kapasitasnya dahulu sebagai imam dan seorang pengajar, Alkitab berperan  bukan hanya untuk diri sendiri namun juga penting dalam pelayanan pastoral maupun liturgi. Sebagai ahli kitab, yang sudah membaca ratusan buku, Pak Paskalis mengakui Kitab Suci bagaikan sumber mata air rohani yang isinya tidak pernah habis ditimba. Selalu ada hal-hal baru yang diperolehnya setiap membaca bagian-bagian Alkitab. Tak jarang, saat membaca dan merenungkan isi Kitab Suci, ditemuinya bagian-bagian Kitab Suci yang isinya sulit dipahami. Jika kesulitan itu terjadi, yang dilakukan Pak Paskalis adalah membaca berulang kali dan mencari buku referensi, buku tafsir dan buku-buku acuan lain. Kebetulan di rumahnya ada perpustakaan kecil yang menyediakan berbagai buku referensi maupun buku-buku tafsir. 

Sebagai seorang pakar, Pak Paskalis pantang menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan awam atau mahasiswa atau anggota grup WA dengan asal-asalan. Beliau selalu  melihat berbagai referensi dahulu untuk memberi jawaban meyakinkan. 

Tantangan utama seorang pemberita firman Tuhan, menurut Pak Paskalis adalah bagaimana menyampaikan firman Tuhan dalam bahasa yang sederhana, bahasa seorang penerima. Agar pesan khotbah atau renungan dapat dimengerti umat, Pak Paskalis selalu berusaha mencari kalimat yang mudah dimengerti, namun tetap sesuai konteksnya dan dengan cara intertekstual. Artinya, teks kalimat yang satu dijelaskan  dalam bagian teks lain. 

Sebagai anggota utama tim perevisi Kitab Suci dan pengajar, setiap hari Pak Paskalis bergumul dengan teks-teks Alkitab. Bukan hanya Alkitab dalam bahasa Indonesia, melainkan juga sumber-sumber dari bahasa asli Alkitab maupun beragam terjemahan Kitab Suci dalam berbagai bahasa. Belum lagi puluhan buku tafsir sebagai referensi tambahan. Otomatis tiap hari pengetahuan dan wawasannya bertambah. 

Banyak berkat rohani yang diperolehnya sebagai seorang pengajar Kitab Suci. Salah satunya adalah mengubah pola pikir atau cara pandang. Ia tidak lagi hanya berpikiran tertutup dan eksklusif. Pak Paskalis menjadi lebih menghargai perbedaan. Belajar menerima pandangan orang lain yang kadang berbeda. 

“Saya kadang malah memancing mahasiswa, ayo lawan pandangan saya. Ayo kritisi penjelasan saya!” tegasnya. “ Namun, tentu saja saya mengajak mereka menanggapi dengan argumentasi yang jelas. Tiap pendapat mesti ada dasar pijakannya,”lanjutnya. 

Melalui diskusi dan banyak perdebatan dengan sesama pakar, juga dengan mahasiswanya, sering terbuka wawasan yang baru, cara pandang yang baru. Pak Paskalis tak jarang juga menerima pertanyaan-pertanyaan mengejutkan dari mahasiswanya. Tidak selalu dirinya punya jawaban. Sebagai seorang ilmuwan yang mengedepankan kejujuran, ia lebih memilih menunda menjawab, dan meminta waktu terlebih dahulu. 

“Tidak selalu saya siap menjawab. Kadang-kadang karena begitu dalamnya pertanyaan tersebut, saya tidak bisa menjawab. Banyak pertanyaan mendalam datangnya malahan dari orang-orang yang sederhana,”katanya.

“Sering aya katakan, maaf saya belum bisa menjawab pertanyaan itu sekarang. Tapi saya tidak menyerah, saya akan mencari jawabannya,”lanjutnya. 

Seusai mundur dari keimaman, Pak Paskalis berjuang mencari pekerjaan. Sempat Pak Paskalis ditawari jabatan sebagai editor di sebuah penerbitan.  Pada waktu yang hampir bersamaan, datang tawaran dari Pdt. Anwar Tjen, Konsultan Penerjemahan LAI, untuk bergabung dalam tim revisi Alkitab Terjemahan Baru. Singkatnya, Pak Paskalis diajak menjalani masa penyesuaian dengan tim revisi selama tiga bulan, sekiranya cocok boleh  berlanjut. Sempat ia kaget, bergabung dengan tim yang  orang-orangnya selain kompeten, namun juga kritis. 

Sebagai bagian tim revisi penerjemahan Kitab Suci, Pak Paskalis menyadari anggota timnya berasal dari latar belakang yang beragam. Baik beragam: gereja, suku, negara, almamater pendidikan, dan bahkan karakter. Mereka bekerja dengan serius, tiap ayat, bahkan tiap kata dicermati dengan sungguh-sungguh. Tidak jarang anggota tim saling berdebat dan berdiskusi  keras untuk menentukan bentuk terjemahan terbaik. Setiap terjadi perbedaan pendapat, Pak Paskalis mencoba belajar saling menerima dan memahami pola pikir setiap anggota tim. Pak Paskalis belajar untuk menghargai perbedaan pendapat yang terjadi. 

Melalui banyak diskusi dan perdebatan, Pak Paskalis malah mengakui banyak hal baru, yang kemudian menambah pengetahuan dan memperkaya wawasannya. Pak Paskalis merasa bersyukur dan  cocok bekerja bersama anggota tim yang lain. Yang unik, meskipun intensitas pertemuan tim belakangan ini makin tinggi, Pak Paskalis masih setia bolak-balik Malang-Jakarta. Belum terbayang dalam benaknya untuk pindah ke Jakarta. Selain faktor keluarga, banyak pula kesibukannya di Malang. 

Bagi Pak Paskalis, mengerjakan revisi Kitab Suci ini merupakan sebuah karya yang berat, dibandingkan menerjemahkan ulang. Karena revisi Alkitab sekarang ini berarti tim berkaca dari dua sumber. Yang pertama hasil terjemahan sebelumnya, yaitu Alkitab Terjemahan Baru, yang dianggap banyak orang salah kualitasnya cukup mumpuni. Yang kedua, membaca ulang beragam teks-teks sumber. Belum lagi anggota tim harus merujuk juga pada perkembangan ilmu penerjemahan, arkeologi dan biblika. Setelahnya masih mendiskusikan kalimat atau bahkan kata per kata, apakah bagian teks tersebut perlu direvisi. Makanya kesan umat awam pada umumnya adalah, proyek revisi ini berjalan lambat sekali. 

Bagi Pak Paskalis tidak penting bahwa nama-nama anggota tim revisi tidak dikenal umat. Beda ketika menulis buku atau menjadi editor buku, di mana nama penulis terpajang.  Ikut dan terlibat dalam karya besar ini sudah merupakan kegembiraan bagi Pak Paskalis. Yang terpenting bagi Pak Paskalis ketika hasil revisi Kitab Suci ini nantinya terbit, umat lebih mudah memahami dan menerapkannya dalam hidup setiap hari. 

Berkembangnya teknologi digital, bagi Pak Paskalis bukan merupakan sebuah hambatan atau tantangan, melainkan peluang. Yang utama menurutnya adalah bagaimana menghidupan kembali semangat membaca Kitab Suci di era milenial dan di era gadget ini. Pak Paskalis memberikan contoh, justru pada era gadget di kalangan Katolik semangat membaca Kitab Suci meningkat. Banyak terbentuk grup-grup WA membaca kitab suci. Umat malah saling mendorong dan menguatkan rekan-rekannya agar ikut bersemangat membaca Kitab Suci. Dengan demikian umat semakin gemar membaca kitab suci dengan kritis. 

Selain menyelesaikan karya besar revisi Alkitab Terjemahan Baru, Pak Paskalis punya impian yang ingin sekali beliau wujudkan yaitu membuat sekolah Kitab Suci, namun bukan sekolah formal. Semacam pusat pendidikan karakter berdasar pada Kitab Suci. Anak-anak bebas datang ke sekolah tersebut. Bapak, ibu pengajar sekolah tersebut mengolah materi berdasarkan Kitab Suci dan kemudian mengajak anak belajar mengenai: kasih, kesalehan, kejujuran, hidup sederhana dan sebagainya. Anak diajak memiliki karakter dasar kristiani  yang kuat dalam pertarungannya melawan nilai-nilai dunia yang lebih menghargai jabatan dan kebendaan.