Pdt. Santoni: Orang Kristen Dipanggil Hidup Menurut Teladan Kristus

Pdt. Santoni: Orang Kristen Dipanggil Hidup Menurut Teladan Kristus

 

Pdt. Santoni, pendeta jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Gading Serpong, Tangerang, dikenal sebagai pendeta yang senang blusukan ke pedalaman. Ia mengingatkan dan menggerakkan warga jemaatnya untuk memiliki kepedulian terhadap sesama. Baginya seorang pengikut Kristus harus meneladani hidup dan gaya hidup Kristus, yang senantiasa peduli dan berempati kepada mereka yang miskin, yang papa, yang tertindas dan terbelenggu. Namun, siapa sangka ia lahir bukan dari keluarga kristiani. 

Santoni lahir di tengah keluarga yang menganut kepercayaan tradisional Tionghoa di Lampung. Ia mulai bersentuhan dengan kekristenan saat menempuh pendidikan dasar di sebuah sekolah Kristen di kotanya. Maka mulailah ia mendatangi Sekolah Minggu, yang kemudian menjadi kegiatan rutinya setiap Minggu. Dirinya begitu tertarik dengan berbagai cerita Alkitab yang disampaikan oleh gurunya. Hal itu mendorongnya untuk belajar sendiri mengenal Kristus. Di rumahnya ada sebuah Kitab Perjanjian Baru kecil yang tidak terpakai. Santoni tidak tahu dari mana asal Kitab tersebut. Namun, ia dengan penuh semangat membacanya dan menemukan lebih banyak lagi kisah-kisah menarik di dalamnya. 

Kedekatan dan persahabatan Santoni dengan pendetanya di Metro, Lampung, menumbuhkan jiwa pelayanan. Bahkan selepas bangku SMA, Santoni ingin belajar ilmu teologi. Ketika lulus SMA, sebenarnya Santoni telah diterima masuk perguruan tinggi negeri. Namun, ia teguh memilih untuk masuk sekolah teologi. Keluarganya menolak dan menentang keinginannya. Namun, keyakinannya tidak tergoyahkan. Dengan dukungan pendeta dan gereja, ia pun mendaftarkan diri dan lolos tes di Fakultas Teologi Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) di Yogyakarta. Santoni memilih Yogyakarta karena suasana kotanya yang lebih tenang dibandingkan Jakarta. 

 

Diinspirasi Rama Mangun

Di UKDW, Santoni tidak hanya sibuk dengan kegiatan kuliah dan belajar. UKDW memiliki Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) di mana Santoni terlibat di dalamnya. Salah satu karya keterlibatan LPM adalah mendampingi anak-anak yang miskin dan terpinggirkan di Lembah Code, Yogyakarta. Seminggu tiga kali Santoni hadir di Kampung Code untuk memberikan bimbingan belajar bagi anak-anak di sana. Di sinilah Santoni pertama kalinya berjumpa dengan Rama Y.B. Mangunwijaya atau akrab disapa Rama Mangun. Ia adalah seorang arsitek, budayawan dan rohaniwan Katolik, yang sudah sejak lama berjuang di tengah-tengah masyarakat Code. 

Pdt. Santoni mengakui perjumpamaan dan persahabatannya dengan sosok Rm. Mangunwijaya saat menjalani pelayanan di Kampung Code menjadi inspirasi baginya untuk berempati dan peduli dengan mereka yang miskin dan terpinggirkan. Ini pula yang mendorongnya untuk blusukan ke berbagai penjuru Nusantara. “Rm. Mangun benar-benar sosok yang tulus memperhatikan orang-orang yang kurang beruntung,” katanya. 

Setelah lulus kuliah, Santoni mengawali karya kependetaannya di GKI Pengadilan, Bogor (1988-1995), kemudian GKI Kavling Polri (1995-2012), dan akhirnya GKI Gading Serpong (2012-sekarang). Berbekal pengalamannya, Santoni senantiasa mengingatkan kepada gereja agar peduli dan mengutamakan mereka yang miskin. Gereja dengan apa yang dimilikinya bisa menjadi setetes air yang menghadirkan kelegaan bagi yang membutuhkan. Santoni melihat gereja sering lupa kepada panggilannya . Menurut Santoni, tugasnya sebagai pendeta adalah mengarahkan, memberi contoh dan memandu warga jemaatnya untuk sadar kepada panggilannya tersebut. Hal yang paling membahagiakan menurut Santoni justru dirasakan saat kita bisa berbagi dengan orang lain. 

 

Membangun Gerakan Kelompok Kecil

Berbicara tentang peran Alkitab bagi jemaat, Pdt. Santoni punya cerita menarik.  Jemaat GKI Gading Serpong, sudah lebih dari sepuluh tahun ini merintis dan mengembangkan Gerakan Kelompok Kecil. Awalnya tidak mudah, namun warga jemaat memiliki semangat yang sama untuk mendukung gerakan ini. Seiring perjalanan waktu, bertumbuh bersama dalam kelompok kecil sudah menjadi  habbit warga gereja. Bukan hanya warga, bahkan pendeta pun dilibatkan. Pdt. Santoni sendiri memimpin lima kelompok kecil dalam jemaat. Kelompok kecil yang dilayaninya seperti kelompok kecil para penatua atau kelompok kecil penderita kanker dan sebagainya. 

Setelah kelompok-kelompok kecil mulai bertumbuh,  Pdt. Santoni mulai mengarahkan warga jemaat untuk membangun kelompok-kelompok kecil berbasis keluarga yang mereka sebut PEGA (Persekutuan Keluarga). “Kita bukan hanya ingin mengajak orang tua, namun anak-anak untuk ikut bertumbuh dalam kelompok kecil,” katanya.  Menurut Santoni, setelah beberapa tahun kelompok kecil berjalan, sudah mulai muncul kader-kader pelayanan yang tidak hanya memahami panggilan Tuhan, tetapi juga mencintai firman-Nya. 

 

Berkarya Bersama LAI

Ia juga menyebut perkenalannya dengan LAI dan terlibat dalam program Satu Dalam Kasih (SDK) ikut membangunkan kesadarannya bahwa masih banyak umat Tuhan yang memerlukan uluran tangan. Melalui program SDK  ia mendapatkan kesempatan untuk ikut ambil bagian dalam membagikan Alkitab ke pelosok-pelosok Nusantara seperti Papua. Hatinya terharu melihat umat Tuhan di pedalaman begitu menantikan kehadiran  Alkitab. Sejak saat itu, dirinya semakin sering melibatkan diri dalam pelayanan ke pedalaman, baik bersama LAI, GKI maupun bersama rekan-rekan pelayanannya yang lain. 

Warga jemaat GKI Gading Serpong sendiri cukup antusias dalam mendukung misi-misi pelayanan ke pedalaman. Melalui orang-orang yang kekurangan jemaat diajak untuk bersyukur atas kesempatan dan berkat yang diberikan Tuhan. Melalui “blusukan” ke pedalaman, Pdt. Santoni belajar dari hamba-hamba Tuhan di pedalaman dalam menghadapi tantangan pelayanan.

 

Hidup Menurut Teladan Kristus 

“Sebenarnya, baik di kota besar maupun di pelosok, pendeta sama-sama memiliki tantangan pelayanan,” katanya. “Kalau di pelosok, sosok pendeta begitu dihormati. Hal ini seringkali malah menyebabkan mereka tidak kreatif dan terjebak dalam zona nyaman. Padahal ia diharapkan mampu mengangkat taraf hidup jemaatnya,” jelasnya. “Di kota sebaliknya, meski gaji pendeta di kota besar mungkin jauh lebih baik, mereka tak jarang dituntut terlalu besar. Sementara penghargaan warga jemaat terhadap pendetanya berkurang,” lanjutnya. 

Santoni memiliki impian, saat nanti memasuki masa emeritasi sebagai pendeta, dirinya memiliki waktu lebih banyak untuk melayani umat Tuhan yang ada di berbagai pelosok Indonesia. Ia meyakini tugas yang Allah berikan kepada kita bukanlah membuat orang lain menjadi Kristen, melainkan menjadikan orang lain menjadi murid Kristus. Menjadi murid Kristus artinya bukan hanya sekadar berkomitmen untuk mengikuti-Nya, namun taat dengan perkataan-Nya dan hidup sesuai teladan-Nya. Kebanyakan orang Kristen saat ini hanya berhenti pada komitmennya kepada Kristus, namun lupa dan abai menjalankan panggilan berikutnya: hidup dan bergaya hidup sesuai teladan Kristus. Inilah yang sebenarnya  harus dilakukan setiap pengikut Kristus.