PELITA

PELITA

 

Penerangan paling dasar pada masa Alkitab adalah lampu minyak– dalam bentuk yang paling sederhana; sebuah piring cawan dituangi dengan minyak zaitun dengan sumbu dari rami yang ditempatkan pada kaki dian (mis. Luk. 8:16) atau digantung dengan rantai di langit-langit. Pada masa selanjutnya, lampu telah menjadi hiasan dinding. Orang-orang miskin menggunakan lilin, yang terbuat dari lemak yang berasal dari sari gelagah dan digunakan sebagai sumbu. Untuk penggunaan di luar, mereka memakai obor – baik lampu minyak yang digantung di tiang, atau ranting terikat yang diisi dengan tanaman atau kain dan direndam dalam getah atau minyak.

Pada zaman perunggu tengah ditemukan pertama kali mangkuk-mangkuk terbuka dengan tepi bibir tipis yang digunakan sebagai lampu atau pelita. Bentuk sederhana ini digunakan terus pada zaman besi, hanya bibirnya lebih menonjol. Perkembangan terakhir dalam bentuk pelita yang berparuh muncul pada zaman Helenistis. Tepi atasnya dibentuk sedemikian rupa sehingga bagian perut mengembang sedang bagian atas menyempit. 

Pelita zaman Helenistis memakai paruh yang sangat panjang untuk sumbu. Pelita Romawi biasanya lebih bulat, kadangkala bagian tutupnya dihiasi. Pada abad IV M beberapa simbol kekristenan (huruf alfa & omega, ikan, salib, dsb) menjadi motif-motif hiasan yang dijumpai pada pelita bujur telur pada zaman Bizantium. Beberapa pelita tembikar Israel memiliki kaki. Pelita-pelita perunggu yang dijumpai di Megido mempunyai tiga kaki yang terpisah.



Albert Tambunan, dari berbagai sumber