PEREMPUAN TANPA NAMA

PEREMPUAN TANPA NAMA

 

Dia sudah mendengar berita-berita tentang Yesus, maka di tengah-tengah orang banyak itu ia mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jubah-Nya (Markus 5:27)

Perempuan, zaman dulu juga kini kerap tak punya tempat. Sudah biasa dianggap tak ada, tak dikenal, bahkan dilupakan. Itu juga ditemukan dalam Alkitab. Ada berapa banyak perempuan yang hadir hanya sekadar lewat di belakang sebagai latar kisah, maupun singgah jadi tokoh pelengkap saja, tanpa si penulis merasa perlu untuk memberinya nama atau memberitahukan siapa jati dirinya. Hanya diberi panggilan "perempuan itu..."

Perempuan-perempuan ini sering dimunculkan tanpa kata, atau jika sempat cukup hanya berkata sebaris kalimat. Padahal kodrat asli perempuan selalu kaya perkataan. Apakah ini merupakan sebuah pernyataan tak langsung bahwa kata-kata mereka tak perlu diperhitungkan? Apakah dengan ditampilkan senyap lalu kehadiran mereka tak terdengar? Bukankah dalam kesenyapan suara TUHAN dapat terdengar lebih jelas? Dalam kesenyapan yang sama, dapatkah kita dengarkan kisah mereka?

Minus kata bukan berarti tak punya misi! Awalnya tampak seperti kisah anak seorang kepala rumah ibadat - Yairus, orang terpandang. Tiba-tiba cerita beralih, perempuan tanpa nama muncul, menyita perhatian. Tapi ia ada di belakang Yesus, bukan di depan. Dia yang berusaha menghampiri, bukan didatangi Yesus seperti halnya Yairus, si tokoh terhormat itu. Dalam diam ia hanya berkata pada hatinya sendiri. Mungkin itu dilakukannya untuk menambah keberanian dirinya, "Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh." (Mrk. 5:28). Dan ia sembuh! Jubah itu bertuah ataukah kata-kata di dalam hatinya yang sakti?

Kisah tak berakhir di situ. Yesus memanggil, mengundangnya keluar, menantangnya untuk berani menunjukkan siapa dirinya. Ya, Yesus selalu menantang Saya dan Anda untuk berani keluar dari rasa takut, malu, dan rendah diri karena merasa kecil, tak diperhitungkan atau tak pantas. Yesus mau perempuan itu tampil dengan berani karena bagi Yesus siapa pun dia, setiap orang adalah pribadi yang berharga, yang dicintai-Nya tanpa syarat. Tapi selalu, undangan dan panggilan itu terbuka, tanpa paksaan, disertai kehendak bebas dari orang yang dipanggil, mau atau tidak menyambutnya. Lalu perempuan itu meskipun gemetar dan takut, menjawab panggilan Yesus.

Bukan hanya itu saja, ia pun tampil dengan tulus, mengakui perbuatannya. Dan seketika berubah menjadi anak yang diakul sendiri oleh Yesus ; di depan orangsaat itulah statusnya dari seorang perempuan tanpa nama yang tak dikenal banyak, "Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan n engkau" (Mrk.5:34).

Penginjil Markus membuka kisah seakan-akan ini mengenai Yairus dan anaknya, namun kisah si perempuan yang sakit pendarahan menginterupsi, bahkan menjadi fokus pertama. Sekilas tampak di awal sepertinya perempuan ini yang aktif, mengemban misinya sendiri - untuk sembuh dan bebas dari deritanya. Namun jika kita memperhatikan keseluruhan cerita, maka kita akan menemukan bahwa gerakan aktif perempuan tanpa nama ini adalah bagian dari rancangan TUHAN sendiri. Misi yang diembannya adalah menjadi saksi hidup yang berani tampil di depan orang-orang, menunjukkan kekuatan iman dan kekuasaan serta belas kasih Sang Anak ALLAH. Yesus bahkan memakai dirinya untuk menyatakan bahwa cinta-Nya bersifat inklusif. la tak peduli status sosial, maupun gender. Di saat kedatangan-Nya tengah ditunggu di depan sana oleh orang penting (Yairus), Sang Guru malah menghentikan langkah, menunda pertemuan, dan berbalik untuk menjumpai si perempuan tanpa nama. Bagl-Nya, keberanian, antusiasme, dan iman manusia lebih utama daripada nama besar, status sosial, dan jabatan.

 

Wajah-wajah Misi, Kisah Misi dalam Kitab Suci, Pdt. Anwar Tjen, Hortensius F. Mandaru, Budi Ingelina. 2021. Lembaga Alkitab Indonesia.