Satu Bangsa, Satu Tanah Air

Satu Bangsa, Satu Tanah Air

 

Apabila saat ini kita bertanya pada rakyat Indonesia, diseluruh penjuru pulau di Indonesia mengenai identitas kebangsaan mereka maka sebagian besar pasti akan dengan tegas dan lantang mengatakan bahwa mereka adalah warga negara dan bangsa Indonesia. Jawaban tersebut bagi kita saat ini adalah hal yang sangat wajar dan lumrah. Tetapi sadarkah kita bahwa kesadaran tersebut adalah hasil dari proses perjuangan yang panjang. Ada leluhur-leluhur bangsa yang dengn sadar saling bertemu dan mengikrarkan diri sebagai satu kesatuan, yakni bangsa Indonesia. Salah satu proses prnanaman dan pembentukan Ideologi kebangsaan tersebut yang menjiawai peristiwa sumpah pemuda.

Bayangkan saja Sahabat Alkitab sekalian, pada tanggal 27-28 Oktober 1928 para pemuda dari seluruh penjuru Indonesia berkumpul untuk mengesampingkan segala pernedaan etnis, suku, dan bahkan agama untuk kemudian menyatukan diri dalam satu tanah air, bangsa, dan bahasa, yaitu Indonesia.

Bukankah ini sebuah kesadaran nasionalisme yang sungguh luar biasa pada saat itu. Para pemuda ini punya bahasa masinh-masing, tetapi mereka justru bersepakat untuk memilih satu bahasa yang meskipun tidak banyak penuturnya, tetapi telah tersebar luas dan mudah dipahami. Maka tidaklah mengherankan bahwa banyak ahli sejarah menyatakan bahwa sumpah pemuda adalah satu tonggak utama dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.

Kalau kita boleh mengingat kisah-kisah di dalam Alkitab, maka kita juga akan menemukan kesadaran kebangsaan yang kuat pada diri seorang pemuda Yahudi yang walaupun pada statusnya saat itu cukup baik di Mesir, tetap menaruh perhatian serta kepedulian kepada saudara sebangsanya. Sosok itu adalah Musa.

Musa adalah seorang pemuda Yahudi yang dibesarkan oleh putri Firaun, ia menjalani kehidupan yang aman dan nyaman di lingkungan istana firaun. Meskipun demikian dalam hatinya ia tetap menyadari bahwa dirinya adalah orang yahudi. Keyakinan inilah yang membuatnya berani bertindak saat saudara sebangsanya mengalami penindasan di tanah mesir. Ia tak segan membela dan meninggalkan segala kenyamanannya untuk menolong seseorang Yahudi  yang disiksa oleh prajurit mesir. Kepedulian dan kasih sayang kepada bangsanya itulah, yang turut menjadi kekuatan Musa saat ia menerima perutusan Tuhan untuk memimpin bangsa Israel keluar perbudakan di tanah Mesir. 

Interaksi Musa dengan bangsanya mungkin tidak selalu mulus, dalam perjalanan menuju tanah terjanji sering kali bangsa Israel melawan pimpinan Allah yanh dinyatakan dalam Musa. Bahkan sampai- sampai, tercetus pernyataan ingin kembali dalam perbudakan di tanah mesir karena tidak nyaman dengan perjalanan yang mereka lakukan. Menghadapi berbagai tantangan itu memang pernah hampir menyerah, tetapi Tuhan selalu mengingatkan penggilannya terhadap bangsa tersebut. Hingga akhirnya Musa dapat bertahan.

Sahabat Alkitab, sebagaimana Pengalaman musa dan semangat dari sumpah pemuda kita diingatkan bahwa sesungguhnya sebagai umat percaya ada bertanggungjawab terhadap bangsa dan negara yang merupakan anugerah Tuhan bagi kita. Turut menjadi keprihatinan bagi kita saat ini jikalau yang kita temui dalam kehidupan berbangsa sehari-hari justru adalah hal sebaliknya. Masing-masing orang sibuk dengan kepentingan dirinya sendiri. Bahkan memaksakan kepentingan serta pola pikir golongannya terhadap golongan lain. Masing-masing pihak ingin didengar, tanpa kesadaran untuk mendengarkan pihak-pihak lainnya. Sungguh sangat disayangkan jika kecenderungan ini terus terjadi. Marilah kita sebagai umat krustiani menunjukkan keteladanan yang berwujud pengorbanan serta perjuangab kita bagi bangsa dan negata ini. Sebagaimana Tuhsn mengutus musa, sejatinya setiap kita juga diutus untuk memberi teladan dan menyatakan damai sejahtera Tuhn atas Bangsa dan negara Indonesia.