SEMANGAT RAHMAN DI TENGAH KETERBATASAN

SEMANGAT RAHMAN DI TENGAH KETERBATASAN

 

“Yang ada hanya rasa bahagia dan syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa!” Demikian ungkapan hati dari salah seorang peserta belajar program Pemberantasan Buta Huruf dan Pembaca Baru Alkitab (PBH/PBA) Lembaga Alkitab Indonesia di Banggai Kepulauan. Rahman (39 tahun) sehari-harinya adalah seorang petani di Desa Sambelak, Bulagi Selatan. Ia tinggal bersama ayahnya yang sudah tua. Ibunya telah meninggal ketika Rahman masih kecil. Sejak lahir ia kedua kakinya mengecil dan tidak bertumbuh, yang menyebabkan Rahman mengalami kesulitan dalam berjalan. Meskipun ia memiliki kekurangan pada kakinya, hal itu tidak menghalangi semangat Rahman untuk ikut membantu ayahnya dalam berjuang memenuhi kebutuhan hidup mereka. 

Jarak antara rumah dan ladang mereka sekitar 1 km. Tiap hari  Rahman bertumpukan kedua tangannya yang kuat, berjalan menuju ladang milik keluarganya. Rahman dan ayahnya menanam umbi-umbian dan sayur-sayuran. Ketika musim panen tiba, Rahman dibantu petani lainnya akan memanen hasil ladang, di mana sebagian hasilnya dimakan dan sebagian lagi dijual ke pasar. Pekerjaan ini sudah ditekuninya sejak remaja.

Karena masalah ekonomi dan keterbatasan yang ia miliki, ia tidak pernah merasakan duduk di bangku sekolah. “Sebelum ada sekolah PBH, saya tidak pernah sekolah. Jadi saya tidak tahu huruf dan angka” demikian penuturan Rahman. “Waktu ada pendaftaran untuk ikut sekolah PBH, saya langsung mendaftar, takut terlambat, apalagi saya tidak perlu membayar. Waktu itu saya senang sekali, walaupun sudah berumur begini namun masih bisa sekolah” lanjutnya.

Bapak Agus B. Siduan, tutor yang mengajar Rahman membaca dan menulis,  mengatakan, “Rahman adalah salah seorang murid yang tekun, dia tidak pernah absen mengikuti pelajaran. Walaupun awalnya sangat sulit namun dia terus berusaha dan pelan-pelan dia bisa mengikuti proses belajar. Saya kagum dengan kegigihannya. Jarak antara tempat belajar dan rumahnya cukup jauh, namun ia tidak pernah terlambat.”

Menurut kesaksian yang disampaikan Rahman, dahulu sebelum bisa membaca dia jarang ke gereja. Ia dulunya kurang memiliki kepercayaan diri. Ia jarang bergaul dengan teman-temannya yang lain, dan memilih sibuk di ladang. Namun setelah mulai bisa membaca, dia tergerak untuk selalu mengikuti ibadah di gereja setiap hari Minggu, maupun berbagai kegiatan gereja lainnya. Rahman kini menjadi senang membaca. Sebelum memiliki Alkitab dia meminjam Alkitab temannya untuk dibaca. Setelah Program PBA LAI selesai, Rahman seperti peserta lain yang juga lulus pengajaran, memperoleh sebuah Alkitab. Rahman sangat senang akhirnya memiliki Alkitab sendiri yang telah lama diimpikannya. Sekarang ia tidak perlu meminjam lagi. Setiap hari ia dapat membuka dan membaca Alkitabnya sendiri. 

“Saya bangga sudah bisa membaca dan mengenal angka sehingga saya tidak akan mudah dibohongi orang lain. Untuk itu saya sangat berterima kasih kepada LAI dan semua orang yang telah menolong kami (para peserta belajar) sehingga kami bisa membaca. Tuhan sendiri yang akan membalas kebaikan dan bantuan yang telah diberikan”, demikian penuturan Rahman, mengakhiri percakapannya. 

Jika Rahman dengan segala kekurangannya demikian bersemangat membaca Alkitab setiap hari, mestinya kita pun demikian. Karena seperti kata teolog John Stott, Alkitab memberi kita terang dalam kegelapan, kekuatan dalam kelemahan, penghiburan dalam kesedihan.