SOLIDARITAS TANPA BATAS

SOLIDARITAS TANPA BATAS

 

Sahabat Alkitab yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus.

Keberpihakan kepada kehidupan adalah dorongan universal seluruh umat di bumi ini. Segala upaya manusia di sepanjang peradaban selalu mengarah kepada kehidupan bersama yang lebih baik.

Awal tahun tujuh puluhan, kampung saya termasuk dalam kategori kampung miskin. Pada musim kemarau panjang sering kali tidak ada panen dan terjadilah ketiadaan beras. Akibatnya, saya menemukan banyak teman sepermainan yang hanya makan nasi sekali sehari, bahkan ada yang tidak bertemu nasi berhari-hari. Singkong dan gaplek menjadi makanan pokok kami. 

Saya masih ingat saat itu ada pembagian Bulgur (biji gandum jenis Triticum yang ditumbuk kasar dan kemudian dikeringkan). Orang-orang di kampung saya tidak begitu semangat menyambut karena yang ditunggu-tunggu adalah bantuan beras. Bulgur saat itu dikesankan sebagai makanan ternak.

Meskipun demikian akhirnya banyak juga orang yang bersedia menerima bantuan gratis Bulgur, walaupun syaratnya harus ikut kerja bakti membersihkan got dan jalan desa. Tidak banyak pilihan karena perut yang lapar.

Belakangan saya tahu bahwa Bulgur adalah bahan makanan sehat yang diimpor dari Amerika Serikat. Didapatkan sebagai bentuk bantuan solidaritas antar negara. Saat itu Indonesia masih tergolong negara miskin dan bencana kelaparan ada dimana-mana.

Solidaritas untuk menanggulangi kesulitan hidup tidak dibatasi oleh negara. Bahkan saat itu Bulgur disamping disediakan oleh aparat desa, juga ada yang melalui jalur Gereja Katolik. Yang menerima bukan saja umat Katolik, tetapi semua orang yang bersedia ikut kerja bakti di desa.

Saat saya menjadi aktivis mahasiswa di Yogyakarta, saya pernah menggalang dana aksi sosial pengadaan air bersih untuk masyarakat Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul. Di saat kemarau panjang pada tahun 80-an masyarakat di sana banyak yang sangat kesulitan air. Saya dan banyak teman berhasil membeli satu tangki air bersih dari Yogyakarta dan mengawal sampai ke Wonosari. 

Pembagiannya bekerja sama dengan aparat desa dan Gereja setempat. Tetapi yang menerima bantuan tidak dilihat apa agamanya. Solidaritas demi kehidupan bukan demi sesama golongan atau agama.

Lembaga Alkitab Indonesia di awal-awal berdirinya hingga mencapai kemandirian di tahun 1996, sering menerima bantuan solidaritas dari berbagai sumber komunitas internasional. Dari pembangunan percetakan bahkan sampai gaji banyak karyawan juga dibantu oleh United Bible Society.

Beberapa tahun terakhir secara khusus LAI memiliki Tim LAI Peduli Bencana yang bertugas memberikan bantuan bagi para korban bencana. Bahkan di masa pandemi Covid-19 LAI dan para Mitra telah mampu mengirimkan bantuan ribuan masker ke Lembaga Alkitab Hongkong, disamping mengirim Alat Pelindung Diri (APD) ke berbagai Rumah Sakit di Nusantara. 

Solidaritas tanpa batas wilayah negeri, tanpa batas-batas golongan, ras, suku, dan agama adalah keniscayaan demi keberpihakan kepada kehidupan. Kehidupan adalah milik bersama, saat kondisi hidup yang sulit, sudah semestinya menghadapinya secara bersama.

Salam Alkitab untuk Semua.

Dr. Sigit Triyono