Spiritualitas

Spiritualitas "Bahasa Ibu"

 

Sejak saya mulai bisa berbicara sampai Kakek, Nenek, Bapak dan Ibu wafat, tidak pernah sekalipun saya berbicara dengan mereka menggunakan bahasa lain kecuali bahasa Jawa "Kromo Inggil".

Dalam bahasa tersebut terkandung bukan saja pesan yang disampaikan, tetapi juga ada rasa hormat, segan, dan sopan santun yang amat mendalam kepada figur para orang tua. Bila mau menyampaikan sesuatu pastilah penuh kehati-hatian agar tidak terjadi salah ucap.

Berbeda kalau bicara dengan kakak atau adik saya, kami menggunakan bahasa Jawa tetapi "Jawa Ngoko" bukan "Kromo Inggil". Yang ini lebih egaliter, meski ada sebutan Mas (kakak laki-laki) atau Mbak (kakak perempuan) bila saya bicara dengan figur yang lebih tua.

Bagaimanapun bahasa "Kromo Inggil" dan "Jawa Ngoko" adalah "bahasa Ibu" saya. Dengan orang-orang dekat dalam keluarga batih kami lebih akrab bila menggunakan "bahasa Ibu". Bahkan dengan teman masa kecil, teman sekolah sampai teman kuliah S1 kami masih sering menggunakan "bahasa Ibu" (Jawa Ngoko). Kami merasa jauh lebih akrab dan cair ketimbang menggunakan bahasa lain (misalnya Bahasa Indonesia).

Bahasa daerah atau bahasa lokal, bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi sesama penduduk di daerah tertentu, adalah "Bahasa Ibu" bagi mereka. Bahasa pertama dalam hidup, bahkan dalam mimpipun menggunakan bahasa Ibu.

Bila lama tidak menggunakan "bahasa Ibu", kemudian bertemu dengan kerabat atau teman yang mengajak ber"bahasa Ibu", terasa demikian menyentuh kalbu yang terdalam.

Setiap kita pasti memiliki "bahasa Ibu" sendiri-sendiri. Kandungan spiritualitas "bahasa Ibu" sungguh nyata. Kita merasa lebih tersentuh, lebih merasuk dan sekaligus lebih tergerak bila berkomunikasi dengan Tuhan Sang Pemilik Kehidupan menggunakan "bahasa Ibu" kita masing-masing.

Bahasa adalah salah satu ekspresi budaya manusia. Budaya sangatlah sering berkelindan dengan spiritualitas. 

Mandat pertama secara kesejarahan Lembaga Alkitab Indonesia adalah Penerjemahan Alkitab ke dalam "bahasa Ibu". Hal ini merupakan upaya agar umat lebih mudah, lebih tersentuh dan lebih tergerak dalam memahami dan menerapkan Firman Tuhan. 

Secara resmi tercatat saat ini ada 712 "bahasa Ibu" di Indonesia, belum termasuk bahasa isyarat yang adalah "bahasa Ibu" kaum tunarungu. Terjemahan Alkitab utuh (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) baru tersedia dalam 34 "bahasa Ibu", sedangkan terjemahan Perjanjian Baru saja sudah ada 99 "bahasa Ibu".

 

Kita masih berjuang menerjemahkan Alkitab Perjanjian Lama (plus Deuterokanonika) untuk melengkapi terjemahan Alkitab Perjanjian Baru. Di sisi lain kita masih punya banyak PR dengan ratusan "bahasa Ibu" lain yang antri untuk diterjemahkan.

LAI tidak bisa melakukan sendiri mandat Penerjemahan Alkitab. Sinergitas bersama seluruh Gereja, individu, lembaga-lembaga Kristiani, kalangan usaha, pemerintah, dan persekutuan internasional adalah suatu keniscayaan.

Pelestarian "bahasa Ibu" membutuhkan ketersediaan dokumen tertulis dalam "bahasa Ibu". Alkitab dalam "bahasa Ibu" berfungsi ganda: memungkinkan semakin banyak umat bertumbuh spiritualitasnya, dan "bahasa Ibu" tidak musnah.

Salam Alkitab untuk Semua

 

Dr. Sigit Triyono