Paskah yang telah kita rayakan sebulan yang lalu telah memberikan gambaran yang nyata mengenai kuasa kebangkitan dan pengharapan yang terus bersemai dalam hati setiap orang percaya. Maka bayangkanlah betapa bahagianya para murid saat mereka mendapati Sang Guru benar-benar hidup. Bukan hanya sekedar kiasan atau roh semata melainkan Yesus dalam kebertubuhannya telah menunjukkan akan realitas kebangkitan sebagai penanda kemenangan-Nya atas maut. Dalam berbagai perjumpaan setelah kebangkitan, Yesus menampilkan keberadaan-Nya secara utuh. Sebagaimana yang tercatat pula dalam Kisah Para Rasul 1:3, berulang-ulang kali Yesus menampakkan diri kepada para murid dan kembali menggarisbawahi misi yang Ia kerjakan yakni Kerajaan Allah.
Dalam ragam perjumpaan itu tentu saja ada kegairahan hidup yang kembali lahir di tengah situasi berat yang dialami oleh para murid. Jika para murid ditanya, mana yang lebih enak: Tuhan Yesus bersama-sama dengan para murid di dunia atau Tuhan Yesus naik ke surga? Tentu bagi para murid (juga kita) lebih menyenangkan kalau Tuhan Yesus tetap di dunia. Dengan Tuhan Yesus tetap di dunia, kita tinggal menunjukkan Tuhan Yesus yang bangkit. Namun apakah dengan sikap iman yang demikian akan mendewasakan kita serta membuat iman kita semakin bertumbuh?
Jawaban atas pertanyaan tersebut tersingkap melalui peristiwa kenaikan-Nya. Allah berkehendak lain. Yesus yang bangkit itu telah menyelesaikan misi yang diberikan Sang Bapa di dunia. Maka saat para murid bertanya kepada-Nya apakah Ia akan memulihkan Kerajaan Israel sebagai misi setelah kebangkitan-Nya, Yesus tidak menjawab dengan lugas. Ia justru membawa para murid kepada realitas baru yang dimulai dari kenaikan-Nya. Melalui peristiwa itu Allah menyatakan kuasa-Nya dan pemenuhan janji penyelamatan-Nya atas manusia.
Kini telah terbuka babak baru penyelamatan itu yakni saat Ia melibatkan kita menjadi saksi-saksi-Nya. Kita diundang untuk mempersaksikan janji Allah yang telah tergenapi dalam karya Kristus serta mewartakan pengharapan yang membawa pembaharuan bagi dunia. Hal itu mungkin jika Kristus naik ke Surga. Saat itulah Sang Roh Kudus turun dan berdiam dalam diri setiap orang percaya melampaui waktu, tempat dan zaman. Roh Kudus memampukan kita untuk hidup teguh dalam dunia yang terus mencoba untuk membawa kita menjauh dari-Nya. Di saat yang sama, Roh tersebut juga terus menguatkan kita untuk mewartakan kabar sukacita penyelamatan Allah dalam kata, tindakan, serta kehidupan sehari-hari kita.
Saat para murid terpaku melihat langit mencoba mencerna dan terpukau atas peristiwa Yesus yang naik itu, dua sosok utusan Allah menyadarkan mereka. Kata kedua orang tersebut kepada para murid, ”Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang diangkat ke surga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke surga.” Seruan itu setidaknya menyingkapkan dua makna. Pertama, fokus para murid kini harus diarahkan kepada dunia tempat Yesus mengutus mereka. Yesus yang bangkit itu tidak hanya berada di “atas” atau “di langit” melainkan telah bersemayam dalam hati mereka melalui kehadiran Roh Kudus. Apa yang telah mereka saksikan dan pelajari selama ini dari Yesus, itulah yang menjadi pokok kesaksian mereka. Kedua, Yesus akan datang kembali kelak dengan cara yang sama seperti Ia naik. Seruan ini berbicara tentang penggenapan keselamatan kita sekaligus janji-Nya bahwa Ia tidak pernah berpaling dari dunia yang begitu dikasihi-Nya. Maka kini tinggallah kita, murid-murid Tuhan di sepanjang zaman yang melanjutkan pesan cinta kasih Allah lewat dinamika kehidupan sehari-hari.
Zaman yang semakin berubah dan tidak menentu ini justru seharusnya menantang kita untuk semakin giat dalam bersaksi. Ketika dunia kehilangan pengharapan, para pengikut-pengikut Kristus hadir mewartakan pengharapan dari-Nya yakni kehidupan yang berlandaskan pada cinta kasih Sang Bapa yang terjadi dalam Yesus Kristus melalui Roh Kudus.
Pertanyaan Reflektif:
Apa saja bentuk kesaksian yang dapat kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari?