Sekitar tahun tujuh puluhan saat saya masih berusia sekitar delapan tahun, lamat-lamat saya ingat di kampung saya banyak sekali orang yang mengalami kesulitan mendapatkan beras. Kemarau begitu panjang, tidak ada panen, dan ketersediaan pangan sangat terbatas. Pernah suatu sore, ada kereta api berhenti dan menurunkan beberapa karung beras. Serta merta masyarakat berebutan untuk mendapatkan beras yang mereka butuhkan.
Seingat saya, di samping beras, lauk pauk pun susah didapat. Saya sering makan hanya berlauk sambal orek, bahkan sering dengan lauk butiran garam. Ikan asin dan sayur kangkung sudah terasa sangat mewah pada saat itu.
Sampai lulus Sekolah Menengah Pertama (1979), saya bersekolah tidak pernah mengenakan sepatu. Standar sekolah kami memang tidak wajib bersepatu, di samping memang sangat jarang siswa yang mempunyai sepatu. Keluarga kami hidup di bawah garis kemiskinan.
Ibu saya selalu mengajarkan anak-anaknya untuk belajar hidup prihatin. Karena dengan menjalani hidup prihatin akan membuat kita mampu bertahan dan kelak akan berhasil meraih cita-cita. Orang tua saya dan empat anaknya (termasuk saya) baru dibaptis bersama tahun 1973. Pendeta mengajarkan agar kami semua selalu berpegang pada isi Alkitab.
Begitu banyak penderitaan yang harus kami alami, tapi selalu saja terasa ada pertolongan entah dari mana datangnya. Meskipun jalan kehidupan terasa gelap, namun ada seberkas sinar terang yang menuntun langkah kami. Menjalani hidup dengan prihatin (perih di batin), tidak berkeluh kesah, terus berjuang, pantang menyerah, dan terus berdoa tiada henti, memunculkan cahaya di ujung lorong.
Spirit yang sama tentulah dapat kita implementasikan di tengah bencana Covid-19 yang melanda negeri ini. Kita belum tahu kapan pandemi akan berakhir. Namun, habis gelap pasti akan ada terang. Alkitab sudah menuliskannya. Bahkan Ibu Kita Kartini juga mengamininya melalui kumpulan surat-suratnya.
LAI tidak pernah surut untuk melayani umatNya, karena kami yakin cahaya terang Tuhan akan selalu menyinari di sepanjang perjalanan. Meski perjalanan tersebut kini dirasa gelap dan terjal.
Dr. Sigit Triyono (Sekum LAI)
Salam Alkitab Untuk Semua