Menurut sebuah lembaga riset media sosial We are Social jumlah pengguna internet di Indonesia pada bulan Januari tahun 2020 ini mencapai 175,4 juta jiwa dari total penduduk 272,1 juta orang. Dan jumlah itu semakin meningkat, saat semua umat manusia di belahan dunia melakukan aktivitasnya di rumah guna memutus penyebaran covid-19.
Hal ini bukti bahwa internet sudah menjadi bagian kebutuhan hidup yang harus dipenuhi, karena hampir semua aspek kehidupan sangat bergantung pada koneksi sebuah internet. Apalagi dengan berkembangnya aplikasi, seperti transportasi online, belanja online, dan mobile banking online mendorong masyarakat untuk terhubung dengan internet.
Dibalik kemajuan teknologi internet kita juga perlu mewaspadai sisi-sisi kejahatan yang kadangkala terselip di dalamnya. Bila kita perhatikan secara seksama, angka kriminalitas di dunia internet setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Salah satu kejahatan tersebut adalah cyberbullying.
Menurut catatan data KPAI 2019, kejahatan cyberbullying di dunia maya dengan korban anak, terkait dengan pornografi dan cybercrime terus meningkat, sebagai berikut:
1. Tahun 2014: 322 kasus.
2. Tahun 2015: 463 kasus.
3. Tahun 2016: 587 kasus.
4. Tahun 2017: 608 kasus.
5. Tahun 2018: 679 kasus.
Hal ini karena berbagai faktor, seperti kurangnya pendidikan seksual yang diterima dan masih longgarnya hukum terhadap kejahatan anak.
Kejahatan cyberbullying yang berakibat kematian, depresi, trauma juga tidak dapat diremehkan.
Apa itu Cyberbullying?
Tindakan perundungan yang dilakukan di dunia maya melalui media digital, seperti di media sosial, aplikasi pesan instan dan berbagai platform lainnya. Adapun bentuknya adalah untuk menakuti, membuat marah, atau perlakuan yang akan mengakibatkan rasa malu pada korbannya.
Kasus besar seperti yang menimpa Bowo Alpenliebe, seorang siswa SMP kelas 2 yang sekaligus artis TikTok tahun 2018. Ia dibully karena dianggap alay dan dikritik karena meet and greet yang diselenggarakannya dianggap mahal. Akibat persekusi tersebut membuatnya enggan untuk sekolah.
Kasus berikutnya yang merenggut jiwa menimpa SN (14 tahun) seorang siswi SMPN 147 Jakarta yang nekat mengakhiri hidupnya dengan melompat dari lantai 4 sekolahnya. Ia diduga tertekan karena mendapatkan bully dari teman-teman sekolahnya. Kasus ini sempat ramai di Twitter, ucapan bela sungkawa mengalir dengan hastag #RIPnadila.
Apa saja jenis cyberbullying itu?
Nancy E. Willard, seorang pakar hukum terkait penggunaan teknologi digital mengungkapkan bahwa:
• Flaming (pertengkaran daring). Pertengkaran daring menggunakan kata-kata yang mengandung amarah, vulgar, mengancam dan merendahkan. (surel, ruang obrol, dan media sosial).
Contoh: Mengucapkan kata-kata kasar yang sengaja untuk menyakiti hati korban secara vulgar melalui internet.
• Harassment (pelecehan). Pelecehan kepada korban yang dilakukan dengan berulang-ulang dengan menggunakan kata-kata kasar dan menyerang.
Contoh: Setiap kali korban memposting foto di instagram, pelaku akan menyerang dengan kata-kata yang merendahkan. Perbuatan tersebut dilakukan secara berulang.
• Denigration (fitnah). Perundungan dengan melontarkan komen, postingan, testimoni bohong yang bertujuan untuk merusak reputasi seseorang.
Contoh: Pelaku akan mengumbar keburukan korban dengan tujuan agar reputasinya buruk.
• Impersonating (akun palsu). Pelaku melakukan penyamaran dengan meretas akun medsos seseorang atau menggunakan akun medsos palsu yang bertujuan agar reputasi korbannya buruk.
Contoh: Membuat fake account di media sosial dengan nama yang mirip korban dan mencomot foto korban. Membuat postingan yang kontroversial agar nama korban menjadi buruk di mata warganet.
• Trickery (tipu daya). Modus pelaku dengan melakukan tipu daya terhadap korban, mengambil informasi memalukan berupa teks, foto, video yang kemudian dijadikan ancaman.
Contoh: Pelaku akan melakukan tipu daya kepada korban untuk mendapatkan rahasia dan dokumentasi foto yang bersifat pribadi. Pelaku akan memanfaatkan bukti-bukti pribadi tersebut sebagai senjata mengancam.
• Exclusion (pengucilan). Perundungan siber yang bertujuan mengucilkan korbannya dari grup daring secara sengaja.
Contoh: Pelaku berusaha mengasingkan korban baik di media sosial atau aplikasi pesan instan karena perasaan membenci terhadap korban.
• Cyberstalking (Penguntitan siber). Perundungan ini dilakukan oleh pelaku dengan menguntit aktivitas korban dan mengirimkan pesan yang bernada ancaman. Tujuannya agar korban merasa terganggu dan khawatir atas keselamatannya.
Contoh: Mengikuti media sosial dan mengirimkan pesan ke berbagai akun medsos milik korban dengan tujuan agar korban merasa terancam.
Kejahatan cyberbullying ini dapat dijerat hukum, sehingga dalam menggunakan media sosial perlu memperhatikan aspek hukum yang berlaku di Indonesia.
Kita sebagai umat Tuhan perlu mengetahui sehat bermedia sosial dan menghindari kejahatan cyberbullying dengan memperhatikan sikap saring sebelum sharing, menghindari pelaku cyberbullying, tingkatkan kualitas diri, dekat dengan keluarga dan kolega, bagikan konten yang positif.
Kiranya dengan bahasan cyberbullying ini kita dapat terlibat untuk membagikan konten-konten positif agar menjadi berkat.
Tuhan Yesus memberkati kita semua.