Iman dan Ketetapan Hati

Berita | 22 Mei 2020

Iman dan Ketetapan Hati


 

Pada tahun 1960-an, seorang peneliti bernama Walter Mischel dari Universitas Stanford melakukan sebuah penelitian untuk mempelajari mengenai kepuasan tertunda. Penelitian ini kemudian dikenal dengan Marsmallow test. Mischel mengetes beberapa anak berumur empat dan lima tahun di Taman Kanak-kanak Bing di kampus Universitas Stanford. Masing-masing dari anak tersebut dibawa ke dalam suatu ruangan dan sebuah marshmallow ditaruh di meja di depan anak tersebut. Mereka diberitahu bahwa mereka boleh memakan marshmallow sekarang, tetapi apabila mereka bersedia menunggu 20 menit, Mishcel akan kembali dan memberikan mereka tambahan satu marshmallow. Hasil dari percobaan itu adalah sepertiga dari anak-anak tersebut memakan marshmallow dengan segera, sepertiga lainnya menunggu hingga Mischel kembali dan mendapatkan dua marshmallow dan sisanya berusaha menunggu tetapi akhirnya menyerah. Tujuan awal dari percobaan ini adalah untuk mengetahui proses mental yang membuat seseorang menunda kepuasaannya saat ini untuk mendapatkan kepuasan yang lebih pada masa mendatang. Lebih menakjubkan lagi, mereka tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang tangguh, mampu mengambil keputusan secara bijak, dan memiliki ketetapan hati dalam mempertahankan sesuatu yang diyakininya sebagai kebenaran. 

Saya menemukan contoh, salah seorang yang memiliki ketetapan hati seperti itu adalah Dietrich Bonhofeer. Seorang pendeta yang pergi ke Amerika Serikat dan memutuskan kembali ke Berlin lalu diadili oleh tentara Nazi karena menolak tunduk pada Hitler. Selama penderitaannya di kamp konsentrasi, Bonhoeffer tetap mempertahankan imannya. Bonhoeffer terus melayani rekan-rekannya sesama tahanan. Payne Best, sesama narapidana dan petugas Angkatan Darat Inggris, menulis pengamatan ini tentang Bonhoeffer: "Bonhoeffer seorang yang berbeda. Ia cukup tenang dan tampak biasa, tampak sempurna karena dapat bersikap santai .... Jiwanya benar-benar bersinar dalam gelap keputusasaan penjara kami. Dia adalah salah satu dari sedikit orang yang pernah saya temui, yang dalam dirinya Tuhan tampak nyata dan pernah dekat dengannya." Pada bulan April 1945, Bonhoeffer diajukan ke pengadilan militer yang berlangsung dengan cepat, dan dijatuhi hukuman mati dengan cara digantung. 

Dalam Alkitab kita juga menemukan pengalaman yang sama yang dialami oleh Yosua (Yos. 24:14-15). Dalam pergumulannya memimpin bangsa Israel dengan segala peperangan yang dihadapi, Yosua menghadapkan umat Israel pada pilihan, untuk beribadah kepada TUHAN atau meninggalkan-Nya dan kembali menyembah allah nenek moyang mereka. Tentu saja tidak mudah membuat pilihan apalagi yang berkaitan dengan keyakinan seseorang atau seluruh bangsa. Dan Yosua sendiri memuat pilihan untuk beribadah kepada TUHAN. Ketetapan hatinya telah membawa Yosua menjadi pemimpin yang karenanya semua orang Israel beribadah kepada TUHAN dan mengenal segenap perbuatan yang dilakukan TUHAN bagi orang Israel.

Sederhananya, yang dimaksud dengan ketetapan hati adalah kemampuan menguasai diri secara sadar. Kemampuan menjaga kondisi fisik, emosi, kecerdasan, tindakan, gaya hidup, dan iman/spiritual. Ketetapan hati bukanlah sifat bawaan. Ini adalah kemampuan yang harus terus dibangun dan dilatih. Kesehatan fisik tidak didapat begitu saja tapi harus diusahakan. Kecerdasan harus diasah, tindakan / gaya hidup harus diatur. Demikian juga dengan iman, harus dipertahankan. Iman tidak sama dengan ketetapan hati atau keteguhan hati. Iman adalah buah dari ketetapan hati. Iman yang lemah dan iman yang kuat ditentukan dari seberapa besar ketetapan hati seseorang dalam memegang teguh keyakinannya pada kebenaran tunggal, yaitu Allah. Ketetapan hati membuat kita memperkuat diri sendiri secara penuh dan terus melangkah maju sekalipun kita menemukan kesulitan, rintangan bahkan kegagalan. Ketika satu strategi gagal, ketetapan hati membuat kita dapat mencari strategi-strategi baru lainnya untuk mencapai tujuan.

Dalam kondisi tertentu, misalnya di tengah perjuangan melawan COVID-19, kita menemukan banyak orang yang sembuh dari penyakitnya karena ketetapan hati mereka. Hal itu terjadi karena mereka mampu mengendalikan keinginan dirinya dengan cara menjaga kesehatan fisik, mental, gaya hidup dan iman mereka. Memiliki keteguhan hati akan memberikan banyak pengaruh positif pada karakter diri. Orang yang memiliki ketetapan hati akan lebih beriman, tangguh dan berhasil mencapai tujuan hidup yang dicita-citakannya.

Pdt Sri Yuliana. M.Th

Logo LAILogo Mitra

Lembaga Alkitab Indonesia bertugas untuk menerjemahkan Alkitab dan bagian-bagiannya dari naskah asli ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah yang tersebar di seluruh Indonesia.

Kantor Pusat

Jl. Salemba Raya no.12 Jakarta, Indonesia 10430

Telp. (021) 314 28 90

Email: info@alkitab.or.id

Bank Account

Bank BCA Cabang Matraman Jakarta

No Rek 3423 0162 61

Bank Mandiri Cabang Gambir Jakarta

No Rek 1190 0800 0012 6

Bank BNI Cabang Kramat Raya

No Rek 001 053 405 4

Bank BRI Cabang Kramat Raya

No Rek 0335 0100 0281 304

Produk LAI

Tersedia juga di

Logo_ShopeeLogo_TokopediaLogo_LazadaLogo_blibli

Donasi bisa menggunakan

VisaMastercardJCBBCAMandiriBNIBRI

Sosial Media

InstagramFacebookTwitterTiktokYoutube

Download Aplikasi MEMRA

Butuh Bantuan? Chat ALIN


© 2023 Lembaga Alkitab Indonesia