Dr. Regowo: Hidup Harus Dinikmati dan Disyukuri

Berita | 13 Juni 2022

Dr. Regowo: Hidup Harus Dinikmati dan Disyukuri


 

“Hidup harus dinikmati dan disyukuri!” Demikian pernyataan dr. Regowo, Ketua Umum Pelkesi (Persekutuan Pelayanan Kristen untuk Kesehatan di Indonesia), mantan Direktur RS Panti Waluyo Purworejo dan sekarang masih menjabat sebagai Majelis Kehormatan Etik Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Purworejo. Segala pemberian Tuhan pastilah yang terbaik buat kita, sehingga harus dinikmati dan disyukuri. Pernyataan ini sekaligus menjadi motto hidupnya. Usia dr. Regowo sekarang menginjak 61 tahun. Namun, setiap orang yang baru pertama kali bertemu dengannya pasti mengira dirinya jauh lebih muda dari usianya sekarang. Karena fisiknya masih kokoh karena rajin berolah raga dan pembawaannya yang ramah dan penuh sukacita. 

Bagi Regowo orang yang sukses dan bahagia adalah mereka yang mampu menyeimbangkan enam bidang dalam kehidupannya, yaitu: kerohanian, jasmani intelektual, keluarga, hubungan masyarakat, finansial dan kesehatan tubuh. “Tuhan ingin agar hidup kita balance,”tuturnya. Menurut Regowo banyak orang Kristen yang fokus pada satu bidang saja dan melupakan yang lain. 

“Ada orang yang bekerja dari pagi sampai malam, sibuk mengumpulkan uang tapi jarang ke gereja. Sebaliknya ada juga yang terlalu banyak kegiatan di gereja sehingga melupakan keluarga,”katanya. “Yang paling sering dilupakan adalah kesehatan tubuh,”lanjutnya.

Semestinya yang satu dikerjakan, namun yang lain jangan diabaikan. “Kalau ada satu bidang yang diabaikan maka kita akan kehilangan sukacita sejati dan damai sejahtera,”lanjutnya. 

Orang tuanya memberi nama Regowo, yang diambil dari kisah pewayangan. Regowo adalah nama muda Ramawijaya, yang artinya putra Dewi Raghu. Orang tuanya mungkin berharap Regowo nantinya memiliki sikap dan karakter seperti Rama yang: kuat, tahan menderita, setia, welas asih dan penyayang. “Memang agak repot nama saya hanya terdiri dari satu kata, terutama kalau saya pergi ke luar negeri,”tuturnya sambil tertawa. 

Di kolom renungannya di media sosial Regowo menyebut dirinya sebagai Pakde Regowo. “Itu karena nama saya yang terlalu pendek, sementara Google selalu menanyakan firs name dan last name. Saya mau menulis nama depan dokter, berkesan menyombongkan diri. Akhirnya saya cari istilah akrab untuk orang seusia saya, Pakde Regowo,”jelasnya. 

Regowo lahir di Semarang, Jawa Tengah. Ayahnya bekerja sebagai seorang perawat di Rumah Sakit dr. Karyadi, Semarang. Rumahnya juga berdekatan dengan rumah sakit terkenal tersebut. Sejak kecil berada di sekitar dunia pelayanan kesehatan menumbuhkan cita-cita dalam diri Regowo untuk menjadi seorang dokter. “Jadi boleh dikatakan saya menjadi dokter karena faktor keturunan,”katanya. 

Sekolah dasar hingga kuliah kedokteran semua dijalani Regowo di kota kelahirannya, Semarang. “Saya lulus kuliah kedokteran pada 1987. Pada waktu itu orang yang lulus kuliah kedokteran otomatis ditarik menjadi pegawai negeri,”katanya. “Tidak seperti zaman sekarang yang harus melamar ke sana-sini. Pada waktu itu lulusan fakultas kedokteran pilihannya hanya tiga: dokter Inpres ditempatkan di rumah sakit pemerintah, dokter non-inpres ditempatkan di Puskesmas, dan menjalani wajib militer TNI untuk nantinya menjadi tenaga kesehatan TNI,”lanjutnya. 

Setelah dirinya lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, sambil menunggu penempatan dari Departemen Kesehatan, Regowo bekerja di Rumah Sakit Kristen Ngesti Waluyo, Parakan, Temanggung, Jawa Tengah. 

“Awalnya cuma sekadar mengisi waktu, sambil menunggu penempatan. Namun setelah beberapa waktu saya semakin tertarik bekerja di dalamnya. Akhirnya saya memutuskan banting setir, daripada saya menjadi pegawai negeri sipil, saya memilih untuk bekerja dan melayani di lingkungan dan suasana yang kristiani,”kenangnya. 

Pada masa itu amat jarang sebenarnya orang yang memilih menjadi dokter swasta murni. Regowo juga harus disibukkan untuk mengurus pengunduran diri di Depkes yang tidak mudah, karena dirinya sebenarnya sudah ditempatkan di daerah Musi Rawas, Sumatera Selatan. “Saya mengundurkan diri sambil dalam tanda kutip dimarahi oleh Departemen Kesehatan,”katanya sambil tertawa.”Jarang orang yang memilih menjadi dokter swasta, karena menjadi dokter PNS ada kepastian beasiswa studi lanjut selain gaji yang mungkin lebih terjamin.” 

Apa yang membuat Regowo yakin dengan pilihannya? Regowo merasa bersukacita bekerja di tengah lingkungan bersuasana Kristen yang saling mengasihi, mendokong dan ramah. Tambah lagi latar belakang Regowo yang sudah aktif dalam berbagai kegiatan pelayanan gereja sejak remaja mungkin mendorongnya untuk lebih memilih dunia pelayanan kasih. Seperti prinsip hidupnya, bagi Regowo hidup bukan hanya melulu soal uang. 

Setengah tahun setelah melayani di RS Ngesti Waluyo, Regowo dipanggil untuk mengikuti wajib militer (Wamil). Pada waktu itu panggilan Wamil tidak boleh ditolak. Dalam surat pemanggilan menyebutkan, jika tidak memenuhi panggilan ini akan berurusan dengan hukum. 

“Ada seorang teman saya yang tidak memenuhi panggilan Wamil, tahu-tahu “diciduk” dari rumahnya,”katanya. “Maka saya pun akhirnya terpaksa memenuhi panggilan Wamil tersebut.” 

Maka berangkatlah Regowo ke Lembang, Jawa Barat untuk mengikuti tes masuk Wamil tersebut. Di sana ia bertemu dengan ratusan pemuda lain yang mengikuti tes. Mereka berasal dari beragam latar belakang pendidikan. Ketika tes berlangsung, jika orang-orang lain berusaha agar lulus, Regowo malah sebaliknya. 

“Saya berusaha bagaimana caranya supaya tidak diterima, misalnya ada tes lari, saya pura-pura terlihat lemah, baru berlari sebentar sudah ngos-ngosan,”katanya. “Puji Tuhan, ketika hasil tes keluar, saya termasuk yang tidak diterima.” Demikianlah dr. Regowo, yang menaikkan puji Tuhan ketika lolos dari keharusan mengikuti wajib militer dan tetap memilih bekerja di rumah sakit swasta kecil di kota kecamatan. 

Dokter Regowo berkarya di RS Ngesti Waluyo Parakan selama 24 tahun, hingga 2011. Setelah sekian tahun menjabat Direktur RS Ngesti Waluyo, Parakan, Regowo ditugaskan untuk mengembangkan RS Kristen Panti Waluyo, Purworejo. Lokasi kerjanya yang baru berjarak 67 km dari Parakan. Baik RS Ngesti Waluyo maupun RS Panti Waluyo Purworejo, keduanya berada di bawah naungan Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum (Yakkum), yayasan kristen yang membawahi 12 rumah sakit, 3 pendidikan tinggi, 3 lembaga kemanusiaan di tiga provinsi. 

Dalam khasanah lembaga-lembaga pelayanan Kristen, di Jawa pernah hadir sekolah-sekolah Kristen yang mumpuni, seperti: BOPKRI, PSKD, ataupun sekolah-sekolah Kristen lainnya. Mereka yang pernah berada di jajaran unggulan tersebut, kini beberapa sudah tutup, yang masih hidup pun banyak yang hidup segan mati tak mau, karena kekurangan murid. Sekolah Kristen rintisan zending yang dulu berjaya kini sepi dan kalah bersaing dengan sekolah negeri yang didukung penuh pemerintah. Bagaimana dengan dunia kesehatan dan rumah sakit?

“Saya pikir pelayanan kesehatan dan pelayanan pendidikan tidak jauh berbeda. Selalu ada kompetisi. Mesti membutuhkan inovasi-inovasi dan penyesuaian supaya tidak terlindas oleh kompetitor dan perkembangan zaman. Demikian halnya rumah sakit Kristen. Ada rumah sakit-rumah sakit Kristen yang mampu berinovasi, membangun manajemen yang baik dan mampu menyesuaikan situasi perkembangan zaman akan bertahan dan berkembang. Namun ada rumah sakit yang tidak siap bersaing akhirnya tergusur, defisit dan kemudian tutup,”jelasnya. Rumah sakit di bawah Yakkum menurut Regowo termasuk rumah sakit-rumah sakit yang bisa berkembang dan meningkatkan pelayanannya. 

“Pelayanan kesehatan harus siap menyesuaikan dengan perkembangan zaman, jika tidak mereka akan tergerus, karena di kalangan bisnis sekarang ini pelayanan kesehatan dipandang sebagai bisnis yang menjanjikan,”lanjutnya. 

Maka menurut Regowo banyak rumah sakit yang dibangun dengan modal dan manajemen kuat yang dari awal memang bertujuan mengejar keuntungan. Pada sisi sebaliknya rumah sakit-rumah sakit Kristen di bawah Yakkum menurut Regowo mengikuti motto Yakkum: Melayani dengan Hati. Rumah sakit Kristen mengutamakan layanan dan nilai-nilai kasih Kristiani dalam menolong dan merawat pasien. Dalam hal ini misinya sejalan juga dengan misi pemerintah agar semua warga negara tercover pelayanan kesehatan. 

Sejak awal semua rumah sakit di bawah Yakkum terkoneksi dengan BPJS Kesehatan. Melalui BPJS Kesehatan pemerintah berharap setiap warga negara mendapatkan layanan yang optimal dari lembaga-lembaga kesehatan. Rumah sakit yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan tentu saja akan sulit untuk bertahan, kecuali rumah sakit menengah ke atas yang dibangun dengan modal kuat dan melayani kalangan berpunya. 

“Rumah sakit yang mampu menyesuaikan diri sedemikian rupa, beradaptasi dengan regulasi pemerintah terkait BPJS Kesehatan pasti akan berkembang, sebaliknya yang gagal beradaptasi akan terlindas. Karena kan tarif layanan berdasarkan BPJS kan sama untuk seluruh Indonesia, sehinga setiap rumah sakit harus mampu menyesuaikan kebijakan tarif tersebut,”tutur dr. Regowo. “Di masa sekarang rumah sakit bahkan aturannya dilarang menarik uang muka, semua harus dilayani dengan baik, pembayaran belakangan. Dengan BPJS asal pasien dirawat sesuai kelasnya, dari awal masuk hingga keluar pasien tidak ditarik bayaran.”

Semua rumah sakit-rumah sakit di bawah Yakkum sejak dari awal berdiri tidak menerapkan pembayaran uang muka. Karena prinsip utamanya adalah melayani dengan hati, melayani dengan kasih. Bahkan rumah sakit terbesar di bawah Yakkum, yaitu RS Bethesda Yogyakarta terkenal dengan mottonya: Tolong Dulu, Urusan Belakang. Prinsip tersebut setia dijalani oleh Yakkum dan pelayanan kesehatan di bawahnya, dan Tuhan menolong pelayanan kesehatan ini tetap bertahan dan senantiasa mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. 

 

Belajar Memimpin Melalui Sekolah Minggu dan Komisi Pemuda

Di luar pelayanan sebagai dokter dan direktur rumah sakit, dr. Regowo terkenal dengan ketrampilannya mengajar dan berkhotbah. Ternyata kemampuannya ini bukan muncul sehari dua hari, namun diasah sejak muda. Regowo sambil tertawa menyebut hal itu sebagai blessing in disguise. Saat Regowo masih remaja, rumah orang tuanya di Kaligarang-Semarang, dipergunakan sebagai tempat Sekolah Minggu bagi anak-anak Sekolah Minggu di gerejanya di GKJ Semarang Barat. Kebetulan rumahnya cukup strategis karena letaknya di pinggir jalan besar. Beberapa kali terjadi, pada hari Minggu, Guru Sekolah Minggu yang dijadwalkan mengajar berhalangan hadir. Sebagai anak tuan rumah, dirinya sering “dipaksa” sebagai guru Sekolah Minggu. 

“Yang memaksa adalah ibu saya sendiri,”katanya sambil tertawa. “Ilmunya muncul secara otodidak, karena pada masa itu masih jarang pelatihan Guru Sekolah Minggu,”terangnya. Menjadi guru Sekolah Minggu berarti Regowo harus belajar melatih kesabaran, banyak membaca buku, dan melatih kreativitas agar pengajarannya mampu menarik anak-anak yang diajarnya. “Kalau pengajaran dan cerita kita tidak menarik, anak-anak akan mengantuk, ribut dan sibuk bermain sendiri,”jelasnya. Regowo mulai mengajar Sekolah Minggu mulai Kelas 2 SMA. 

Sekitar 1982, hampir bersamaan dirinya naik ke tingkat dua Fakultas Kedokteran, Regowo terpilih menjadi Ketua Komisi Pemuda di gerejanya. Lewat perannya sebagai Ketua Pemuda, Regowo semakin menajamkan kemampuan manajemen informal dan kepemimpinannya. 

“Sebagai pemimpin saya belajar bagaimana memimpin rapat, mengelola kepemudaan, menggerakkan teman-teman, mempersiapkan acara dan menjalankan event kepemudaan, menggalang dana dan sebagainya,”katanya. Bagi Regowo, kesempatan menjadi pengurus pemuda bagaikan menjalani sekolah informal. Pengalaman tersebut ikut mewarnai cara Regowo dalam menata dan menjalankan kepemimpinan di rumah sakit yang dipimpinnya. 

 

Menjaga Keseimbangan

Sesuai prinsipnya untuk menjaga keseimbangan dalam enam bidang kehidupan, Regowo meski kini sudah memasuki usia pensiun masih banyak membaca, masih hobi travelling, rajin berolah raga. “Banyak orang sukses dalam karir tetapi rumah tangganya berantakan, atau ada orang kaya tapi fisiknya sakit-sakitan, menurut saya karena tidak menjaga keseimbangan enam bidang kehidupan,”terangnya. 

Setiap pagi Regowo bangun pukul setengah lima pagi. Setelah itu selama sekitar satu jam dirinya akan berolahraga di sekitar perumahannya hingga alun-alun kota Purworejo. Selesai berolahraga ia menyempatkan diri merawat dan menyiram tanaman di muka dan taman rumahnya. Ini merupakan bagian dari caranya menikmati dan mensyukuri hidup. Regowo berangkat bekerja pukul setengah tujuh pagi. Meskipun sekarang sudah memasuki usia pensiun, namun Yakkum masih memintanya untuk mendampingi beberapa rumah sakit dan klinik kesehatan di bawah Yakkum. “Jadi setelah pensiun saya diminta menjadi pendamping bagi dua rumah sakit dan dua klinik di bawah Yakkum. Mendampingi artinya melakukan observasi, membimbing, ,”terangnya. 

Sebagai seorang dokter sejak dahulu Regowo menetapkan diri untuk tidak membuka praktik pribadi di sore hari selepas jam kerja. Menurutnya itu juga cara menikmati dan menjaga keseimbangan hidup. Dengan tidak praktik sore, Regowo bisa menikmati hari di rumah bersama keluarga selepas bekerja. Ia bisa mengobrol dengan anak, istri dan juga cucunya. 

“Ada seorang rekan dokter yang di luar praktik rutinnya di rumah sakit, masih praktik pribadi di tempat lain hingga malam, dan masih menerima jadwal melakukan operasi malam hari. Akhirnya uangnya memang banyak, tetapi pertanyaan saya adalah: uang rekan saya ini banyak, tetapi kapan dia bisa menikmati hidupnya?”terangnya sambil tertawa. “Bisa jadi itu kacamata atau cara pandang orang luar, tapi bagi seseorang ada yang caranya menikmati hidup dengan bekerja keras,”lanjutnya. Tiap orang menikmati dan menjalani hidup dengan caranya masing-masing. 

Sebagai Ketua Umum Pelkesi

Sejak 2018, Regowo dipercaya menjadi Ketua Umum Pelkesi, Persekutuan Pelayanan Kristen untuk Kesehatan di Indonesia. Pelkesi merupakan wadah persekutuan dari Lembaga-Lembaga dan Insan Kristen dalam bidang pelayanan dan pendidikan kesehatan se Indonesia, dalam usahanya mewujudkan cita-cita dan tugas panggilan gerejawi. Seperti PGI yang merupakan wadah gereja-gereja di Indonesia, Pelkesi wadah lembaga-lembaga pelayanan kesehatan kristiani. Anggota Pelkesi tersebar di seluruh wilayah Tanah Air. Untuk memudahkan koordinasi dibentuk lima wilayah koordinasi, yang dipimpin ketua atau koordinator wilayah. 

Pelkesi hadir untuk mengajak Gereja-gereja di Indonesia untuk mengembangkan pelayananan kesehatan secara holistik meliputi fisik, sosial, ekonomi dan spiritual. Disamping memfasilitasi pengembangan kerja sama di antara lembaga pelayanan Kristen di bidang kesehatan. Pelkesi menyadari kasih Allah di dalam Kristus tersedia untuk semua manusia. Pelayanan kesehatan lembaga-lembaga kristen pada hakikatnya merupakan upaya mengembalikan manusia ke dalam kedudukan dan fungsinya, mencapai martabatnya yang penuh menurut peta dan gambar Allah (Kejadian 1 : 26).

“Pelkesi memiliki dua kegiatan utama. Pertama, hal-hal yang berkenaan dengan kebutuhan anggota, misalnya: akreditasi rumah sakit. Pelkesi menjembatani dengan mengadakan pelatihan-pelatihan, misal: pelatihan pengendalian infeksi. Kedua, Pelkesi terutama berkoordinasi dan menjembatani hubungan dengan mitra, misalnya pihak donor atau donatur pelayanan,”terangnya. 

“Ambil contoh, sewaktu terjadi bencana di Sulawesi Barat atau yang lebih besar di Palu, Pelkesi menerima bantuan besar dari ACT Alliance. Jadi tugas Pelkesi adalah menyalurkan bantuan ke titik-titik bencana, dan kemudian mengirimkan tenaga-tenaga medis ke temat tersebut,”katanya. “Dari sejak terjadinya bencana hingga selesai masa-masa pemulihan, kadang bisa memakan waktu hingga dua tahun di lapangan. Dari mulai melayani pengobatan, terapi lanjutan, trauma healing, hingga melatih penduduk bagaimana mampu bertahan di dalam situasi bencana,”lanjutnya. 

Pelkesi juga melakukan kerja sama dengan pemerintah dalam melakukan pelayanan dan sosialisasi di berbagai tempat, terutama di kantong-kantong kristiani. Dengan Global Fund yang bekerja sama dengan pemerintah, Pelkesi juga menjadi jembatan dalam pelayanan memberantas TBC di berbagai tempat di tanah air. 

Peran Pelkesi sebagai sarana persekutuan dan saling menopang di antara anggotanya tampak sekali pada masa-masa awal pandemi. Waktu itu terjadi kelangkaan masker dan APD. Pelkesi menjembatani dengan mengupayakan tersedianya masker, hand sanitizer dan APD, dan menyalurkannya ke rumah sakit-rumah sakit anggotanya. Pernah pula ketika terjadi kelangkaan oksigen di berbagai kota, Pelkesi membantu koordinasi dan informasi ketersediaan oksigen. Puji Tuhan di tengah situasi sulit tersebut ada donor Pelkesi yang membantu menyediakan oksigen concentrator, yaitu alat penghasil oksigen. Bantuan ini boleh dikatakan menyelamatkan nyawa banyak pasien di tengah situasi yang sangat darurat. 

Dokter Regowo menjabat sebagai Ketua Umum Pelkesi dalam posisinya sebagai Direktur RS Panti Waluyo di Purworejo, Jawa Tengah. Sebelum pandemi, pertemuan-pertemuan pengurus Pelkesi acapkali secara onsite dan memakan biaya besar dan berkorban waktu. Karena pengurus dan koordinator wilayah harus berangkat dari tempatnya masing-masing menuju ke lokasi pertemuan, di Jakarta ataupun kota lainnya. Di masa pandemi, sekarang para pengurus dan koordinator wilayah malah lebih mudah berkoordinasi, karena adanya teknologi Zoom Meeting ataupun Google Meet. Maka, bagi Regowo memimpin dari Purworejo tidak terlalu menjadi kendala lagi.

 

Menikmati Hidup dan Mewariskan Nilai

Menikmati hidup dengan santai dan bersukacita menurut Regowo bisa diwujudkan dengan berbagai cara. Pernah dalam pelayanannya, Regowo sedang menyetir mobil, tiba-tiba ban mobilnya lepas. Agaknya sekrup yang menguncinya kurang kencang. Sembari menunggu teknisi dari bengkel datang di pinggir jalan, Regowo menikmati suasana dengan memotret dan membagikan pengalamannya. Beberapa rekan kaget, situasi yang mestinya membuat kesal dan marah bisa dihadapi Regowo dengan santai dan tetap bersukacita. “Bahwa masih selamat masih bisa dinikmati dan disyukuri. Karena saya marah, roda tetap saja sudah lepas. Setelahnya baru dilakukan follow up, bagaimana bisa terjadi dan menghindari kejadian serupa terulang,”tuturnya. “Hidup sangat indah dan menyenangkan, tidak perlu kita jalani dengan marah-marah.”

Regowo juga sering mengajak keluarganya untuk berlibur ke berbagai tempat baik di dalam maupun luar negeri. “Kita perlu menikmati anugerah dan berkat yang diberikan Tuhan bersama keluarga. Kalau kita tahu trik dan caranya, bepergian ke luar negeri tidak selalu mahal. Yang penting kita siap seperti seorang backpacker, termasuk tinggal di penginapan-penginapan sederhana,”terangnya. 

“Sekarang di rumah saya tinggal berdua dengan istri. Jadi kami sekarang lebih sering menikmati waktu berdua. Pernah kemarin ada undangan pernikahan di Jakarta, saya dan istri naik mobil bersama dari Purworejo ke Jakarta, sambil menikmati pemandangan, mengenang kembali masa muda. Setelah hadir di acara pernikahan, kami pun langsung pulang ke Purworejo,”katanya. 

Sebagai seorang kepala rumah tangga, Regowo sedari dini mengajarkan anak-anaknya untuk mencintai firman Tuhan dan tekun dalam kehidupan doa. Bahkan setiap harinya ada ibadah bersama di tengah keluarganya. “Ini sudah kami mulai ketika anak-anak masih kecil, bahkan ketika mereka belum bersekolah,”katanya. “Sebelum makan malam semua berkumpul. Kita membaca Alkitab bergantian dan mengajar anak-anak lagu-lagu Kidung Jemaat,”lanjutnya. Lewat ibadah dan persekutuan dalam rumah tangga, Regowo sekaligus menanamkan nilai-nilai iman dan kebaikan kepada anak-anaknya. 

“Setelah anak-anak mulai SMA dan kuliah, menyamakan waktu dan kesempatan semakin sulit. Beberapa bersekolah di luar kota. Tetapi saya bersyukur di masa anak-anak masih kecil hingga remaja mereka kami biasakan Ibadah Keluarga,”katanya. Regowo tidak pernah memaksa anak-anaknya dalam memilih cita-citanya. Namun, ternyata ketiga anaknya meniru ayahnya menjalani panggilan sebagai dokter. Buah ternyata jatuh tidak jauh dari pohonnya. Yang luar biasa mereka ternyata juga melayani lewat Yakkum, mengikuti panggilan misi: Melayani dengan Hati. Seperti pesan firman Tuhan,” Apa pun juga yang kamu perbuatperbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia(Kolose 3:23).

Logo LAILogo Mitra

Lembaga Alkitab Indonesia bertugas untuk menerjemahkan Alkitab dan bagian-bagiannya dari naskah asli ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah yang tersebar di seluruh Indonesia.

Kantor Pusat

Jl. Salemba Raya no.12 Jakarta, Indonesia 10430

Telp. (021) 314 28 90

Email: info@alkitab.or.id

Bank Account

Bank BCA Cabang Matraman Jakarta

No Rek 3423 0162 61

Bank Mandiri Cabang Gambir Jakarta

No Rek 1190 0800 0012 6

Bank BNI Cabang Kramat Raya

No Rek 001 053 405 4

Bank BRI Cabang Kramat Raya

No Rek 0335 0100 0281 304

Produk LAI

Tersedia juga di

Logo_ShopeeLogo_TokopediaLogo_LazadaLogo_blibli

Donasi bisa menggunakan

VisaMastercardJCBBCAMandiriBNIBRI

Sosial Media

InstagramFacebookTwitterTiktokYoutube

Download Aplikasi MEMRA

Butuh Bantuan? Chat ALIN


© 2023 Lembaga Alkitab Indonesia