Perjalanan mengantarkan kabar baik untuk umat Tuhan di pedalaman Kepulauan Mentawai pada 02 – 09 Desember 2024.
Perjalanan SDK ini di mulai dengan perjalanan laut dari Pelabuhan Bungus Padang menuju Tuapejat, Mentawai. Perjalanan ditempuh selama 10 jam dengan Kapal Ferry KMP. Gambolo yang sebelum kami mengalami ketertundaan keberangkatan selama 10 jam di Pelabuhan Bungus karena badai yang membuat ombak dan angin kencang. Tiba di Tuapejat pkl. 15.00 WIB bersamaan dengan hujan ringan, kami harus menunggu lebih lama karena menunggu Alkitab sekitar 30 dus keluar dari proses bongkar muat di Pelabuhan Tuapejat.
Hari pertama perjalanan di Tuapejat kami berkoordinasi dengan Pdt. Eukharistia dari GKPM Tuapejat untuk mendampingi kami selama pendistribusian Alkitab di wilayah Sipora Selatan dan Sipora Utara ke gereja GKPM (Gereja Kristen Protestan di Mentawai) sekitar 10 gereja yang berada di desa Sioban, Bosua, Saureinu, Bagan Lelet, dan Pebobokat. Perjalanan dari Tuapejat ke Kecamatan Sipora Selatan menempuh perjalanan sekitar 1 jam dengan sepeda motor dan Alkitab dibawa menggunakan mobil pick up.
Tiba di GKPM El-Bethel yang posisi gerejanya berada di bawah jalan utama, disamping sungai dan atasnya jembatan besi. Bangunan gereja ini terbangun dari pohon bakau yang sudah berdiri selama 23 tahun. Kondisi gereja sangat senderhana, sedikit kumuh dan untuk tempat duduk jemaat juga terbuat dari kayu. Kami disambut dengan sepasang suami istri yang merupakan majelis gereja. Mereka sangat bahagia dan bersyukur akan hadirnya Alkitab di gereja mereka.
Kondisi rumah di Sipora sebagian besar terbuat dari kayu. Untuk gereja ada yang dibangun dari kayu dan adapula dalam tahap pembangunan, belum di cat, masih semen dan atapnya masih terbuka, apabila hujan itu bisa masuk ke dalam.
Kami melanjutkan pendistribusian Alkitab SDK ke Siberut bersamaan dengan hujan ringan. Kami berangkat dengan Mentawai Fast kapal cepat ferry pkl. 07.00 dan tiba pkl. 09.00 WIB. Laut yang kami lalui cukup berombak. Tiba di Pelabuhan Maileppet Siberut, kami bertemu dengan Pdt. Hasan Saguntung dari GKPM Muara dan Pdt. Barnabas Sukryanto dari GBI Kasih Karunia Muntei.
Infrastuktur Siberut belum sebaik Tuapejat dan Sipora. Jalannya rusak ringan dan becek saat hujan. Setiba di GKPM Muara yang dipimpin oleh Pdt. Hasan Saguntung, kami melangsungkan penjemaatan TB2. Singkat cerita, informasi dari istri pak Pdt. Hasan (GKPM Muara) bahwa guru-guru di Siberut kalau ke Sumatra untuk pergi saja mengeluarkan biaya sebesar 1 juta untuk biaya speedboat. Hal ini sebagai informasi bahwa masyarakat di Siberut membutuhkan biaya yang besar untuk memperoleh kebutuhannya yang tidak ada di desanya. Mereka harus ke Sumatra atau Padang untuk membeli Alkitab.
Tim LAI lanjut pembagian Alkitab ke GBI Kasih Karunia Muntei, Siberut Selatan yang dipimpin Pdt. Barnabas Sukryanto, S.Pdk. Kami disambut dengan tarian tradisional Siberut bernama Turuk goukgouk sipatabli yang memperagakan tarian ayam sedang berantem. Kemudian kami dikalungkan kalung bernama Inu atau Ngalou yang terbuat dari manik-manik. Setelah itu dilanjut dengan kata sambutan, doa dan pujian dari Pak Pdt. Barnabas. Jemaat GBI turut hadir dalam pembagian Alkitab ini mulai dari anak-anak hingga orang tua.
Kami lanjutkan pendistribusian Alkitab ke Peipei dan Taileleu mengunakan perahu sampan milik pak Pdt. Hasan. Sekitar 30 menit perjalanan kami dengan perahu sampan yang anginnya lumayan kencang dan ombaknya yang cukup aman dan tenang. Kami tiba di Dusun Malilimok, Desa Katurei dan bertemu dengan majelis jemaat GKPM Malilimok dan langsung melanjutkan perjalanan ke Peipei-Taileleu yang ditempuh 30 menit. Sesampai di Peipei kami lanjutkan perjalanan kami dengan sepeda motor menuju Taileleu.
Sangat sepi di hari kerja karena para penduduk bekerja di Pulau. Untuk Pulaunya tidak tahu pastinya.
Menurut informasi mereka akan kembali ke Taileleu pada hari Sabtu dan kembali lagi ke Peipei atau Pulau pada hari Minggunya. Berlaku juga dengan Anak sekolah yang berasal dari Taileleu, mereka akan menginap di asrama Peipei selama sekolah dan kembali ke Taileleu saat hari libur kerja.
Namun, masih ada anak sekolah yang harus menempuh perjalanan 4 km dari Taileleu ke Peipei untuk bersekolah setiap hari, maka pulang pergi mereka menumpuh perjalanan 8 km. Sepinya jalanan saat hari kerja ini bisa berbahaya khususnya bagi anak-anak karena mereka jalan sendiri tanpa adanya pengawasan orang tua. Meski memang ada anak sekolah yang berjalan dengan pendamping.
Musin penghujan ini dirasakan di Mentawai khususnya di Peipei-Taileleu. Infrastruktur dalam pembangunan jalan di desa ini belum terbantu. Jalanannya masih bebatuan dan tanah, hanya beberapa jalanan yang cukup bagus. Para pejabat daerah disana belum memperdulikan pembangunan jalan yang padahal jalanan ini sebagai akses utama untuk bekerja dan juga sekolah.
Setiap jembatan yang kami lewati terbuat dari papan. Ada satu jembatan yang wajib menurunkan penumpang demi keselamatan karena hujan licin bisa terpeleset jatuh langsung ke sungai yang cukup dalam dan saat hujan cukup deras, jembatan itu tertutup air dan bisa menghambat akses perjalanan Peipei-Taileleu. Untuk Alkitab dukungan SDK di Taileleu ini sudah dikirim sebelumnya oleh Pak Pdt. Hasan ke Taileleu, jadi kami tidak lagi membawa Alkitab. Saat perjalanan pulang dari Taileleu ke Peipei ditemani dengan hujan yang deras. Saat ditengah perjalanan kami melalui jalan yang sangat becek tanah merah, sangat sulit untuk dilalui baik pejalan kaki maupun kendaraan motor bahkan Pak Pdt. Hasan hampir tergelincir.
Saat kami ke GKPM Uma Pasakiat Taileleu yang dipimpin oleh Pdt. Andronikus, S.PAK. Para jemaat yang menerima alkitab ini sangat bersuka cita. Mereka memberikan info bahwa untuk membeli alkitab mereka harus ke Padang, tentunya biaya perjalanan untuk membeli Alkitab sangat besar. Kalau badai atau ombak sedang tinggi, kapal ke Padang sering tertunda berlayar. Tertundanya berlayar kapal membuat harga sembako menjadi naik dan pasokan kebutuhan pangan yang datang dari Padang ke Mentawai hanya 2x seminggu yang seharusnya 3-4x seminggu. Hal itu yang membuat harga menjulang naik.
Desa yang jemaatnya mengandalkan hasil bumi seperti kelapa, cengkeh dan sebagai nelayan untuk menujang kehidupan mereka. Tempat tinggal penduduk disana dibangun seperti rumah panggung dan terbuat dari kayu. Sementara di Tuapejat sebagai pusat kota, para penduduknya banyak yang berjualan. Untuk di daerah Sipora dan Mara para penduduknya banyak yang bekerja ke kebun hutan.
Perjalanan SDK Mentawai ini Tim LAI telah mendistribusikan sebanyak 2622 eks Alkitab dan bagian-bagiannya kepada umat di Kepulauan Mentawai yang terdiri dari Tuapejat, Sipora, Mara, Siberut, Malilimok, Peipei dan Taileleu.
Ada Pendeta yang bercerita bahwa jemaat mereka masih banyak yang percaya dengan animisme. Khususnya di Mentawai memiliki kepercayaan terhadap Sikerei atau dukun suku Mentawai yang ahli dalam mengobati penyakit. Maka para Pendeta disana memiliki tantangan untuk menyadarkan jemaat untuk kembali dan semakin percaya kepada Tuhan melalui hadirnya Alkitab yang kami berikan kepada jemaat dan mereka lebih mendalami firman Tuhan.