Horatio Gates Spafford: S'lamatlah, S'lamatlah Hai Jiwaku.

Horatio Gates Spafford: S'lamatlah, S'lamatlah Hai Jiwaku.

 

Banyak dari kita yang mungkin pernah menyaksikan film lawas penghasil box office terbesar pada masanya, Titanic, karya James Cameron. Dalam salah satu adegan klimaksnya, diceritakan kapal besar nan mewah yang menjadi elemen utama cerita film ini mengalami kecelakaan menabrak gunung es yang sangat besar di lautan Atlantik yang sangat luas. Salah satu momen paling mengharukan ialah saat Rose, karakter utama wanita di film ini selamat dan mengapung di sebuah balok kayu, sementara Jack, kekasihnya harus meregang nyawa di hadapannya karena dinginnya samudra. 

Pengalaman menyedihkan dan menyesakkan inilah yang dialami dalam kondisi nyata oleh Anne Spafford, istri dari seorang komposer salah satu lagu himne terkenal, 'It Is Well With My Soul'. Atau dalam bahasa Indonesia kita kenal dengan judul ' Kendati Hidupku Tent'ram'. Kisah tragis sesungguhnya dialami oleh sang komposer, Horatio Spafford. Seoarang yang juga berprofesi sebagai pengacara dan memiliki banyak bidang usaha. Bisa dikatakan cukup sukses saat itu. 

Horatio Gates Spafford, lahir pada 20 Oktober 1828 di New York, Amerika Serikat. Ia adalah seorang Kristen yang boleh dikatakan cukup berpengaruh pada saat itu. Bersama sang isteri, anggota gereja Prebisterian ini dikenal cukup aktif bukan hanya di gereja tetapi juga dalam kehidupan sosialnya. Keluarganya bahagia, juga orang-orang yang bersama mereka merasakan dampak dari berkat yang terpancar dari kehidupan mereka. 

Namun, hal ini tidak berlangsung lama. Setidaknya itu yang tersirat di pikiran kita saat mengetahui tragedi yang serta merta datang menimpanya. Kejadian menyedihkan pertama datang dari berita tentang wabah penyakit yang menimpa anak pertamanya. Dalam usia yang cukup muda, pergumulan ini berakhir dengan kondisi sang anak harus meregang nyawanya. Belum selesai sampai di situ, setahun setelahnya di bulan Oktober 1871 kebakaran besar melanda Chicago. Komplek perusahaannya habis terbakar. Bersamaan dengan banyak pengusaha lainnya, ia mengalami kerugian hingga kebangkrutan yang cukup parah. Lebih dari 100 ribu orang kehilangan tempat tinggal mereka.

Setelah beberapa saat pulih, Horatio dan istrinya akhirnya memiliki kesempatan lain untuk kembali melakukan pelayanan mereka. Hidup mereka sudah kembali dalam kondisi baik, bersamaan dengan usaha dan bisnis yang kembali berjalan. Ia juga membantu banyak orang yang terdampak insiden kebakaran besar itu. Kali ini, bersama keempat anaknya, Horatio dan istrinya hendak kembali melakukan perjalanan. Mereka sesungguhnya akan pergi berlibur, namun karena semangat pelayanannya, Horatio memutuskan untuk berlibur sambil melakukan misi gereja. Ia berencana untuk pergi ke Inggris sekeluarga. Namun karena satu dan lain hal terkait perusahaannya, ia harus menetap dahulu sementara isteri dan keempat anaknya; Anna, Margaret Lee, Elizabeth, dan Tanetta pergi mendahuluinya, bertransportasi Kapal SS Ville du Havre. Ia akan menyusul setelah urusan bisnisnya selesai. 

Tragedi kembali terjadi. Sebagaimana cerita di awal tentang kapal Titanic yang naas di Samudra Atlantis, di November 1973, di tempat yang sama kapal Ville du Havre megalami kecelakaan. Akibat bertabrakan dengan kapal layar besi yang juga sedang berlayar saat itu, Ville du Havre tenggelam dalam kondisi rusak parah. Hampir seluruh penumpang kehilangan nyawa, hanya tersisa beberapa orang yang selamat karena mengambang di atas sisa-sisa kayu kapal. Salah satunya adalah Anna Spafford. Anak-anaknya sudah tiada, tenggelam bersama banyak penumpang lainnya.

Dalam kondisi yang menghancurkan hati dan pikirannya, ia terheran. Setelah berhasil diselamatkan, ia menulis telegram kepada sang suami: "Diselamatkan sendirian. Saya tidak tahu harus bagaimana...". Kabar ini menggundahkan hati Horatio, yang saat itu segera pergi menemui sang istri. Ia melaju ke tempatnya berada.

 

Di tengah pelayaran, kapten kapal memanggil Horatio. Kapten mengatakan bahwa mereka sedang melintasi tempat di mana Villa du Havre tenggelam. Inilah lokasi makam abadi para putrinya. Hatinya sungguh bergejolak. Ia tidak mengerti, namun ia harus tetap menyadari bahwa kehidupan ini tidaklah luput dari pandangNya. Imannya kepada Yesus Kristus, Tuhan dan Juru Selamatnya, menyiratkan rangkaian kata curahan hati kepadaNya. 

 

"Kendati hidupku tent'ram dan senang,

Dan walau derita penuh...

Engkau mengajarku bersaksi tegas:

S'lamatlah, s'lamatlah jiwaku...

S'lamatlah... Jiwaku...

S'lamatlah, s'lamatlah jiwaku."

 

Sebuah pernyataan yang dalam bahasa aslinya berbunyi 'It is well with my soul". Imannya kepada Yesus tidak berubah. 'Tidak apa-apa, atau baiklah. Sebuah pernyataan bahwa ada hal-hal dalam hidup yang tidak bisa ia kendalikan. Sebuah rangkaian kisah yang membuat hidupnya mempertanyakan kembali apa yang dipegangnya hingga kini. Tetapi dalam segala keterbatasan pemikirannya, ia memilih untuk melaluinya dengan baik, dengan keyakinan teguh bahwa Tuhan tetap bersamanya, dan Ia Mahatahu segala hal yang terjadi.

Horatio dan Anna kembali menjalani kehidupan bersama. Mereka tetap berkomitmen untuk melayani-Nya. Mereka membantu orang-orang yang miskin, sakit, tuna wisma, dan yang membutuhkan. Mereka melakukannya bukan hanya di Amerika, melainkan juga di luar Amerika Serikat. 

Musibah kembali terjadi pada tahun 1880. Anna Spafford kembali melahirkan tiga orang anak. Namun, anak lelaki mereka satu-satunya meninggal dunia. Berbagai penderitaan yang harus dilewati tidak menyurutkan semangat Horatio dan Istrinya untuk tetap melayani-Nya. Horatio meninggal pada 16 Oktober tahun 1888. Sepeninggal suaminya, Anna tetap setia melayani-Nya. Ia aktif melayani di Yerusalem dan sekitarnya, hingga akhir hayatnya pada tahun 1923. Seperti Horatio, Anna dikuburkan di pemakaman yang sama di Yerusalem.

Dalam sebuah kesaksian oleh Pastor Nathaniel Weiss, diceritakan bahwa saat kehilangan anaknya pada peristiwa kapal Ville du Havre, Anna mengatakan: "Tuhan menganugerahkan empat putri padaku. Namun mereka diambil dari padaku. Saat ini mungkin aku sulit memahami rencana-Nya. Tetapi suatu saat aku akan memahami."

Jalan hidup manusia memang dipenuhi cerita tentang bahagia dan derita. Bagi orang-orang percaya, semua penderitaan mengokohkan iman dan mendekatkan mereka kepada Tuhan. Mereka yakin bahwa Tuhan memiliki tujuan yang indah di balik semua peristiwa. Seperti pernyataan Horatio Spafford, “kendati hidup berjalan tentram dan senang, atau sebaliknya penderitaan datang….jiwaku baik-baik saja….tidak masalah. Karena Tuhan menyertai dan tidak pernah meninggalkan kita.(hiz)