Kunjungan LAI Ke Percetakan Alkitab Braille di Bandung

Kunjungan LAI Ke Percetakan Alkitab Braille di Bandung

 

Dalam mewujudkan visi Alkitab hadir untuk semua orang, lembaga-lembaga Alkitab di seluruh dunia tidak hanya melakukan pelayanan mendasar seperti penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa daerah maupun penyebaran (distribusi) Alkitab. Mereka juga terus berusaha melakukan berbagai inovasi dan memperluas jangkauan pelayanan kepada mereka yang selama ini terabaikan, salah satunya penyandang disabilitas netra. Upaya pengalihhurufan Alkitab dari aksara Latin ke aksara Braille, memastikan para kaum disabilitas netra mendapatkan kemudahan akses kepada firman Tuhan sambil menawarkan cinta, perhatian dan persahabatan. 

Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) sebagai lembaga yang diberi mandat oleh Pemerintah Republik Indonesia(RI) untuk menerjemahkan, mencetak, dan menerbitkan Alkitab bagi umat Kristiani, juga memiliki komitmen untuk memberi perhatian kepada para penyandang disabilitas. Pesan ini ditegaskan oleh Pdt. Anwar Tjen, selaku Kepala Departemen Penerjemahan LAI dalam kunjungannya ke Percetakan Sentra Wyata Guna (SWG), Bandung. Hadir pula dalam kunjungan tersebut Aloma Sarumaha, mewakili Dirjen Bimas Katolik, Kementerian Agama RI dan Antonius Ary dari Lembaga Bliblika Indonesia. Rombongan diterima dengan antusias oleh Kepala Percetakan SWG Iri Sapria. 

Kunjungan ke Percetakan SWG di Bandung ini menindaklanjuti kunjungan pihak Bimas Katolik-Kementerian Agama ke LAI sekitar satu minggu sebelumnya dalam rangka kemitraan pencetakan Alkitab Braille. Sebagai informasi, dalam rangka memenuhi permintaan dari Bimas Katolik-Kementerian Agama, untuk pengadaan 37 set Alkitab Braille yang akan didistribusikan kepada 37 keuskupan, Percetakan SWG telah melaksanakan pengalihhurufan dan prosesnya sudah hampir final. Hanya saja, sebagai pemegang hak cipta Alkitab Terjemahan Baru, LAI belum pernah menerima surat permohonan pengalihhurufan dari pihak-pihak yang terkait. 

Pdt. Anwar juga mengingatkan agar semua pihak menghormati rambu-rambu perizinan teks sesuai yang tertulis dalam Undang-undang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Sebagai pemegang hak cipta atas teks dasar Alkitab Terjemahan Baru, pihak-pihak yang ingin menggadakan maupun mengalihaksarakan perlu mengajukan izin resmi kepada LAI.

Lebih lanjut, karena Kitab-kitab Braille yang sudah tercetak telah menyerap sumber daya dan dana yang tidak sedikit (dalam hal ini anggaran dikeluarkan oleh Kementerian Sosial melalui Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial), maka langkah koreksi awal yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak terkait adalah dengan menyurati Pengurus LAI untuk menggunakan Alkitab TB dalam rangka memenuhi permintaan Dirjen Bimas Katolik. Pada tahap berikutnya, Pdt. Anwar mewakili LAI mengusulkan ke depannya untuk merespons kebutuhan umat Kristiani penyandang disabilitas sensorik netra akan Alkitab, termasuk edisi Deuterokanonika, dapat dipertimbangkan dan disepakati bersama bentuk kemitraan antara LAI dan Kementerian Sosial RI. Mengenai level kerja sama ini dapat dibicarakan lebih lanjut (apakah dengan Kementerian Sosial, Dirjen Rehabilitasi Sosial atau cukup dengan pihak SWG). 

Atas penjelasan dari Pdt. Anwar, semua pihak baik dari SWG maupun Bimas Katolik dapat menerima dengan baik dan dengan segera mengirimkan surat permohonan izin pengalihhurufan Alkitab Terjemahan Baru kedalam aksara Braille. Ke depannya pihak SWG menyampaikan, seluruh proses perizinan tekait penggunaan teks LAI maupun LBI (untuk Deuterokanonika) akan selalu dilakukan secara formal dan transparan kepada LAI maupun LBI. 

Seusai pertemuan, Iri Sapria, selaku Kepala Percetakan SWG mengajak rombongan untuk mengunjungi Percetakan mereka yang mengusahakan berbagai materi Braille (majalah-majalah, bahan ajar pendidikan bagi tunanetra, materi penyuluhan kesehatan, pendidikan, ketrampilan, juga kitab-kitab suci, termasuk di dalamnya Alkitab dan Alquran). Kunjungan ini membuka wawasan bagi LAI mengenai karya-karya di balik layar yang dilakukan oleh SWG dalam rangka menjawab kebutuhan berbagai kalangan penyandang disabilitas. Proses produksi materi-materi Braille tersebut dilakukan dengan baik dengan memanfaatkan mesin-mesin alih-huruf manual, mesin-mesin buatan luar negeri maupun mesin alih-huruf karya anak bangsa (Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya). 

Semoga melalui kemitraan antara Percetakan SWG dan LAI, sahabat-sahabat disabilitas netra di seluruh Indonesia memperoleh kemudahan untuk mendapatkan Alkitab Braille maupun bacaan-bacaan rohani bermutu lainnya, agar mereka dapat berjumpa dengan Juruselamat mereka secara pribadi dan iman mereka semakin diteguhkan dalam menjalani kehidupan sehari-hari di tengah dunia. 

Menjelang 70 tahun pelayanan LAI di Indonesia, kemitraan antara SWG dan LAI boleh jadi merupakan bukti bahwa melalui LAI, Tuhan terus melakukan perbuatan-perbuatan yang besar bagi umat-Nya. Salam Alkitab untuk semua.