Dengan nada menggugah, Ayub membuka segmen ini seperti seorang nabi yang hendak menyampaikan nubuatan ilahi. Ia tahu bahwa para sahabatnya telah melihat jejak kekuasaan Allah, tetapi tetap mengucapkan omong kosong (ayat 12). Maka ia memilih untuk menutup perdebatan dengan suatu pengajaran yang keras namun penuh kebenaran, bahwa takdir orang fasik yang tak terelakkan. Ayub melukiskan takdir orang jahat tidak hanya sebagai kehancuran personal, tetapi juga kolektif. Anak-anak mereka akan binasa oleh pedang, keluarga mereka tak lagi menangisi mereka. Ini bukan sekadar imajinasi apokaliptik, melainkan gema dari struktur moral dunia menurut iman Ibrani, bahwa kejahatan memiliki batas waktu dan akhir yang pasti.
Kekayaan digambarkan dengan bahasa paradoks, perak sebanyak debu, pakaian bertumpuk seperti tanah. Namun semua itu rapuh, rumahnya seperti terbuat dari jaring laba-laba, seperti gubuk yang dibuat oleh penjaga. Bayangan kemegahan berubah menjadi simbol kefanaan, kekayaan yang dikumpulkan oleh orang fasik justru akan diwarisi oleh orang benar (ayat 17).
Selanjutnya, Ayub menghadirkan angin timur (ayat 21), yang dikenal sebagai lambang kekuatan destruktif dan penghukuman ilahi, berperan sebagai pelaksana takdir akhir si jahat. Angin ini bukan sekadar cuaca, tetapi personifikasi kuasa besar yang menghantam tanpa ampun, membawa si jahat ke dalam kehampaan. Lalu dunia, yang pernah menyaksikan kemegahannya, berbalik menghina dan bertepuk tangan mencemooh. Gambaran ini mengguncang, si fasik bukan hanya binasa, tapi juga dilupakan dengan tawa sinis dari sejarah.
Sahabat Alkitab, kisah hidup Ayub bukanlah kisah yang dangkal dan terlalu menyederhanakan perkara dengan mengungkapkan bahwa penderitaan pasti sebuah ganjaran ilahi. Allah bekerja dalam cara yang dinamis dan tidak selalu seperti “teknisi” yang punya tahap demi tahap terperinci untuk menciptakan sebuah mesin. Ia menyingkapkan keadilan-Nya tidak serta merta begitu gamblang dengan menampakkannya melalui pengalaman sehari-hari. Seringkali Ia bekerja dalam kehingan. Seolah-olah tidak ada jawaban atas pertanyaan-pertanyaan iman kita yang mencakup alasan derita dan keadilan Allah. Namun di balik keheningan ilahi, terselip rencana yang menyingkap kefanaan kuasa duniawi dan memperlihatkan kesinambungan keadilan ilahi yang lambat namun pasti.