Bincang Alkitab | Hortensius F. Mandaru, SSL.
Perdebatan mengenai mukjizat Yesus bukanlah isu modern; ia telah muncul sejak kekristenan mula-mula. Menariknya, perdebatan awal bukan soal apakah Yesus benar-benar melakukan perbuatan ajaib, sebab baik literatur Kristen maupun non-Kristen sama-sama mengakui adanya tindakan luar biasa dalam diri Yesus, melainkan apa hakikat dari tindakan-tindakan itu. Sejak abad kedua dan ketiga, sejumlah rabi Yahudi, penulis Romawi, dan polemis anti-Kristen menuduh bahwa Yesus adalah seorang magos, seorang pelaku praktik magis atau tukang sihir yang menyesatkan umat Israel. Dengan kata lain, perdebatan klasiknya adalah: Apakah tindakan Yesus harus dipahami sebagai mukjizat yang berasal dari Allah, atau sebagai magic yang bersumber dari kuasa lain?
Magos, Magic, dan Miracle
Dalam Perjanjian Baru dan literatur kuno, terdapat sejumlah istilah Yunani yang digunakan dalam konteks praktik magis:
μάγος (magos)
Kisah Para Rasul 13:6,8 → diterjemahkan sebagai tukang sihir atau magician.
Matius 2:1–12 → digunakan untuk orang majus, kelompok cerdik pandai dari Timur.
Konteks menentukan: apakah ia berarti “orang bijak” atau “pelaku sihir”.
μαγεύω (mageuō): “melakukan sihir” (Kis. 8:9,11).
μαγεία (mageia):“perbuatan sihir” (Kis. 8:11).
γόης (goēs): “penipu”, “imposter”, atau “tukang sihir” dalam arti peyoratif (2 Tim. 3:13). Istilah ini paling dekat dengan konotasi negatif: manipulatif, menipu, menyesatkan.
Istilah-istilah ini memperlihatkan bahwa dunia Yunani-Romawi mengenal beragam spektrum praktik magis, dari astrologi dan ramalan hingga manipulasi kekuatan supranatural demi keuntungan pribadi.
Istilah Perjanjian Lama untuk Mukjizat
Menariknya, dalam bahasa Ibrani Perjanjian Lama, istilah untuk “mukjizat” nyaris tidak pernah menekankan sisi “ajaib”-nya:
מוֹפֵת (mōpēt): tindakan simbolis, perbuatan yang membangkitkan rasa kagum.
אוֹת (’ôt): “tanda”; menunjuk pada intervensi Allah sebagai komunikator makna teologis.
Dalam Septuaginta (LXX), kata-kata ini diterjemahkan ke dalam istilah τέρατα (terata), perbuatan yang menimbulkan kekaguman, yang kelak menjadi salah satu istilah Yunani penting dalam diskusi mukjizat.
Istilah Perjanjian Baru untuk Mukjizat
Perjanjian Baru hampir tidak memakai istilah “mukjizat” dalam pengertian modern. Sebaliknya, terdapat tiga istilah dominan:
δύναμις (dynamis): “tindakan berkuasa”, “manifestasi kuasa”. Istilah ini banyak kita temukan dalam Injil Sinoptik.
σημεῖον (sēmeion): “tanda”; yang menunjuk pada fungsi teologis mukjizat.
ἔργον (ergon): “pekerjaan”, menekankan bahwa mukjizat adalah karya Allah. Istilah ini sangat khas dalam Yohanes. Hanya sekali, dalam Kisah Para Rasul 2:22, ketiganya digabung: dynamis - terata - sēmeia, untuk menegaskan bahwa karya Yesus adalah campuran kuasa, keajaiban, dan tanda.
Perlu kita perhatikan, bahwa dalam Alkitab sesungguhnya yang lebih ditekankan adalah makna teologis mukjizat, yaitu sebagai tanda dan pekerjaan Allah, alih-alih menonjolkan fenomena supernatural-nya.
Pola Pikir Dunia Kuno: Alam Bukan Sistem Tertutup
Jarak antara cara berpikir modern dan dunia Alkitab sangat besar. Kita memandang alam sebagai sistem fisik tertutup dengan hukum alam, sehingga “intervensi ilahi” tampak tidak wajar. Namun dalam dunia kuno:
Alam tidak dipahami sebagai sistem tertutup.
Allah atau dewa dianggap langsung bekerja dalam segala hal, yang “biasa” dan “luar biasa” bukanlah kategori terpisah.
Dengan demikian, tindakan ajaib tidak otomatis dipahami sebagai “pelanggaran hukum alam”, melainkan sebagai ekspresi kuasa dari satu entitas adikodrati. Namun pertanyaannya adalah entitas mana? Karena itu, perdebatan di zaman Yesus bukan tentang apakah mukjizat itu mungkin, tetapi sumber kuasanya berasal dari siapa.
Tuduhan Magis terhadap Yesus dalam Literatur Abad Kedua–Ketiga
Sejumlah sumber kuno menunjukkan bahwa tuduhan terhadap Yesus sebagai “pelaku sihir” memang beredar luas.
Flavius Josephus (37-100 M)
Dalam Testimonium Flavianum, Josephus menggunakan frasa: παραδόξων ἔργων ποιητής (paradokson ergon poiētēs)→“ melakukan sejumlah tindakan yang mengagumkan”.
Sebagian penafsir menerjemahkan frasa itu sebagai “memperdaya orang”, tetapi mayoritas ahli saat ini membaca secara netral: Yesus melakukan tindakan yang mengagumkan dan luar biasa.
Celsus
Filsuf anti-Kristen abad kedua ini secara eksplisit menyebut Yesus:
μάγος (magos): tukang sihir
γόης (goēs): tukang tipu dengan kekuatan magis
Tuduhan ini dibantah oleh Origenes dalam Contra Celsum. Ia secara tegas membantah tuduhan Celsus yang menyebut Yesus sebagai tukang sihir (magos, goēs) dan karya-Nya sebagai sihir (μαγεία, mageía). Menurut Origenes, tuduhan itu keliru karena kuasa Yesus sama sekali tidak sejalan dengan karakter seorang magician. Ia menulis, “… μαγεία οὐχ, ὡς οἴονται… γόης δύναται εἶναι ὁ Ἰησοῦς…” (CC I.38), yaitu: “bukanlah sihir, seperti yang dibayangkan… Yesus tidak mungkin seorang penyihir.” Ia menegaskan bahwa pesulap biasanya melakukan trik untuk tontonan atau keuntungan pribadi, sementara Yesus memakai tanda-tanda untuk memanggil manusia kepada pertobatan dan hidup benar, sesuatu yang tidak pernah dilakukan para ahli magis. Lebih jauh, ketika membahas istilah-istilah yang sering dikaitkan dengan praktik magis, Origenes justru menunjukkan bahwa apa yang disebut “sihir” di sini bukanlah manipulasi gelap, tetapi memiliki kedalaman teologis: “ἡ καλουμένη μαγεία … οὐ πράγμα ἀσύστατον … ἀλλὰ μέλος θεολογίας ἀπορρήτου, “apa yang disebut sihir itu bukanlah sesuatu yang absurd, melainkan bagian dari teologi yang tersembunyi.” Dengan demikian, Origenes membalik tuduhan Celsus: jika mukjizat Yesus dianggap mirip sihir, maka perbedaan moral, tujuan, dan buahnya membuktikan kebalikannya. Kuasa Yesus bukan berasal dari trik manipulatif, melainkan dari Logos ilahi yang membawa manusia pada pembaruan hidup, bukan penyesatan.
Literatur Rabi Yahudi (Talmud Babylonia)
Satu teks terkenal mencatat, “pada sore menjelang Paskah, Yeshu digantung. Sebab, 40 hari sebelum eksekusi, ada utusan yang keliling dan berseru: Dia akan dirajam sampai mati sebab ia mempraktikkan sihir (kishuf) dan mempengaruhi Israel untuk murtad...”
Ini jelas menyamakan mukjizat Yesus dengan praktik magis yang menyesatkan umat.
Para Apologet Kristen Awal
Justin Martyr, Quadratus, dan penulis lain secara konsisten menolak tuduhan-tuduhan tersebut. Pembelaan mereka merupakan bukti bahwa tuduhan itu memang eksis dalam wacana publik abad kedua dan ketiga.
Apakah Orang pada Zaman Yesus Juga Menganggap Mukjizat-Nya sebagai Sihir?
Pertanyaannya kini bergerak ke abad pertama, Apakah orang-orang sezaman Yesus mengidentifikasi tindakan-Nya sebagai sihir?
Jawabannya: Ada indikasi kuat bahwa sebagian memang demikian, dan ini terekam dalam Injil.
Tuduhan Penyesatan (Mat. 27:62–66)
Di Matius 27:63, para pemimpin Yahudi menyebut Yesus ὁ πλάνος (ho planos), “si penyesat”. Jika kebangkitan-Nya tersebar, hal itu dianggap sebagai “penyesatan yang terakhir”. Ini mencerminkan pola yang sama dengan tuduhan magis: mukjizat → penyesatan → ancaman terhadap umat Israel.
Perdebatan di Masyarakat Yahudi (Yoh. 7:12)
Yohanes mencatat reaksi beragam: Ada yang berkata,” Ia orang baik.” Namun, ada pula yang berkata, “Tidak, ia menyesatkan orang banyak.”
Istilah “menyesatkan” (πλανᾷ, plana) berkaitan dengan tuduhan okultisme: seseorang dapat menyesatkan dengan “tanda-tanda”.
Tuduhan Kuasa Setan (Yoh. 10:20–21)
“Ia kerasukan setan dan gila.” (Yohanes 10:20)
“Dapatkah setan mencelikkan mata orang buta?” (Yohanes 10:21)
Frasa Yunani: Δαιμόνιον ἔχει καὶ μαίνεται (Daimonion echei kai mainetai) = “Ia kerasukan setan dan tidak waras.” Konteksnya adalah mukjizat penyembuhan orang buta (Yohanes 9).
Tuduhan ini sangat penting secara historis, karena:
Tidak mungkin penulis Injil sengaja menciptakan tuduhan bahwa Yesus gila atau “kerasukan setan”.
Tradisi ini lebih mungkin berasal dari memori historis yang kuat, reaksi asli dari orang yang menyaksikan mukjizat Yesus.
Artinya, sebagian orang memang memandang tindakan Yesus sebagai berasal dari kekuatan setani, sebuah kategori yang dalam budaya kuno sangat dekat dengan sihir.
Magic vs Miracle dalam Tradisi Kristiani
Secara teologis, pembeda utama antara magic dan miracle terletak pada dua aspek:
Sumber kuasa
Magic : kuasa manipulatif, bersifat teknis, sering dikaitkan dengan roh-roh atau kekuatan setani.
Miracle : tindakan Allah yang mengkomunikasikan maksud dan kerajaan-Nya.
Tujuan tindakan
Magic : keuntungan pribadi, manipulasi, atau penyesatan.
Miracle : menyatakan belas kasih, mengungkap identitas Mesias, dan membuka mata rohani.
Dalam Perjanjian Baru, mukjizat Yesus tidak pernah bertujuan memamerkan kuasa, tidak didasarkan pada ritual magis atau formula, selalu menunjuk kepada Bapa, dan merupakan bagian dari pewartaan Kerajaan Allah.
Penutup
Perbedaan antara magic dan miracle bukan sekadar persoalan istilah, tetapi persoalan hakikat. Magis atau sihir bertumpu pada teknik manusia, sedangkan mukjizat bersumber dari inisiatif Allah. Sihir menguasai, mukjizat memulihkan. Sihir menonjolkan pelaku, mukjizat memusatkan pada Allah. Karena itu, tuduhan sihir terhadap Yesus tidak berdasar dan bertentangan dengan karakter pelayanan-Nya yang penuh belas kasihan.
Pesan ini penting untuk konteks gereja masa kini. Pertama, mukjizat tidak pernah dilepaskan dari komunitas. Tuduhan terhadap Yesus muncul karena karya-Nya melampaui batas-batas tradisi yang selama itu dipertahankan komunitas-Nya. Maka setiap bentuk “mukjizat” pada masa kini harus ditempatkan dalam kerangka pelayanan dan misi gereja, bukan pameran kehebatan atau popularitas individu. Sejarah membuktikan bahwa fokus pada karisma personal (tanpa akuntabilitas komunitas) dapat berujung pada penyimpangan serius, bahkan tragedi. Kedua, pola mukjizat masa kini harus selaras dengan pola mukjizat Yesus: berasal dari dan dikerjakan oleh kuasa Roh Kudus, bukan dari sumber-sumber gelap atau motivasi manipulatif. Mukjizat sejati membawa pemulihan, mengembalikan martabat, dan meneguhkan iman, bukan mengaburkan batas antara kuasa Allah dan kuasa yang menyesatkan.
Pada akhirnya, mukjizat Yesus adalah tanda bahwa Kerajaan Allah sedang menembus dunia. Ia menunjukkan bahwa Allah dekat, aktif, dan bekerja memulihkan ciptaan-Nya. Di tengah dunia yang dipenuhi manipulasi spiritual dan haus sensasi, mukjizat Yesus mengajak kita kembali melihat dengan iman: bahw
a karya Allah selalu bertujuan memulihkan, menyembuhkan, dan membawa terang bagi dunia yang gelap.
























