Seminar Alkitab | Pdt. Dr. Mesakh A.P. Dethan, M.Th, MA
Pertanyaan “Di manakah Allah saat umat menderita?” terus bergema sepanjang sejarah umat manusia. Dari bencana alam, pandemi, perang, hingga perdagangan manusia dan ketidakadilan struktural. Dalam konteks Indonesia yang rawan bencana, kaya dinamika sosial-politik, dan terus bergumul dengan isu kemanusiaan seperti kemiskinan dan perdagangan orang, pertanyaan ini menjadi pergumulan nyata umat, bukan sekadar teori. Gereja dipanggil bukan hanya memberikan jawaban teologis, tetapi menghadirkan aksi nyata. Ia tidak boleh berhenti sebagai responder yang muncul setelah bencana, melainkan dipanggil untuk menjadi transformator yang proaktif mencegah penderitaan, membangun sistem mitigasi, dan membentuk struktur sosial yang lebih adil. Dalam konteks NTT, misalnya, tragedi para TKI/TKW non-prosedural yang kembali sebagai jenazah memanggil gereja bukan hanya untuk menguburkan mereka dengan hormat, tetapi mencegah tragedi semacam itu melalui pendidikan, advokasi, dan jejaring kolaboratif. Gereja juga tidak tabu berbicara mengenai politik; ia harus bersuara secara pedagogis dan profetis. Mendidik umat agar berpolitik dengan integritas dan menolak eksploitasi, termasuk kebijakan atau praktik ekonomi yang merusak martabat manusia dan lingkungan. Seperti diingatkan David Bosch, gereja mesti hidup dalam “ketegangan kreatif antara teks dan konteks,” sementara Walter Brueggemann menekankan tugas gereja menghadirkan imajinasi alternatif tentang tatanan dunia yang adil dan penuh pengharapan.
Inkarnasi: Allah yang masuk ke dalam realitas yang terluka
Perjanjian Baru memberikan kerangka biblis yang kuat untuk memahami kehadiran Allah di tengah dunia yang terluka. Yohanes 1:14 menyatakan bahwa Firman menjadi manusia dan tinggal (ἐσκήνωσεν – eskenōsen: berkemah) di antara kita. Istilah eskenōsen menunjukkan bahwa Allah menempatkan diri-Nya di tengah kehidupan manusia, bukan dari kejauhan tetapi “mendirikan tenda” dalam dunia yang rapuh dan penuh luka. N. T. Wright menafsir inkarnasi sebagai deklarasi bahwa Allah tidak mengamati derita dari kejauhan, melainkan mengalaminya secara langsung; Richard Bauckham menegaskan bahwa inkarnasi adalah penyataan Allah yang paling radikal. Karena itu, Allah hadir bukan hanya dalam sejarah Israel, tetapi dalam setiap wilayah dunia yang bergumul: di NTT, Palestina, Ukraina, di tempat-tempat yang dilanda bencana ekologis maupun sosial.
Salib: Allah yang turut menderita
Kesaksian inkarnasi mencapai puncaknya dalam peristiwa salib. Dalam Markus 15:33-39, teriakan Yesus “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” menyingkapkan solidaritas Allah yang terdalam terhadap penderitaan manusia. Jurgen Moltmann dengan tegas menyatakan bahwa melalui salib, Allah bukan hanya mengetahui penderitaan manusia, tapi Ia sendiri masuk ke dalam penderitaan itu. Fleming Rutledge menambahkan bahwa salib adalah titik temu antara keadilan dan kasih Allah: Allah menanggung kejahatan dunia untuk menebusnya. Salib tidak menutupi realitas derita, tetapi justru menyingkap bahwa Allah tidak steril dari luka; Allah turut terluka bersama manusia.
Roh Kudus: Allah yang menopang di tengah keluhan dunia
Perjanjian Baru juga menunjukkan bahwa kehadiran Allah berlanjut melalui Roh Kudus. Dalam Roma 8:22–27, seluruh ciptaan digambarkan sebagai tubuh yang mengerang dalam rasa sakit bersalin. Roh Kudus hadir sebagai parakletos, Penolong yang menopang umat dalam kelelahan rohani dan emosional, bahkan berdoa dengan “keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.” Susan Eastman menyebut Roh Kudus sebagai partisipasi aktif Allah dalam penderitaan, sementara Amos Yong menekankan peran Roh dalam mentransformasi dunia, bukan sekadar menghibur. Roh Kudus memberi energi moral, keberanian, dan daya tangguh untuk menghadapi situasi yang menghimpit.
Pengharapan Eskatologis: Bencana bukan kata terakhir
Keseluruhan narasi Perjanjian Baru bergerak menuju pengharapan eskatologis yang nyata. Wahyu 21:1–5 mengumumkan pembaruan kosmis: Allah akan menghapus segala ratap tangis, menggantikan dunia lama yang penuh dukacita dengan segala sesuatu yang baru. Craig Koester menyatakan bahwa pengharapan ini bukan pelarian dari realitas, melainkan keberanian untuk tetap hidup dan bekerja di dunia yang terluka, sambil tahu bahwa penderitaan tidak memiliki kata terakhir. Elizabeth Johnson menyebut pengharapan eskatologis sebagai pemberontakan spiritual terhadap keputusasaan dan sebagai energi moral bagi gereja untuk terus berjuang melawan ketidakadilan dan keterpurukan.
Gereja: Tubuh Kristus yang solider di tengah dunia
Peran gereja menjadi sangat penting dalam menghadirkan kehadiran Allah. Paulus dalam 1 Korintus 12:26 menegaskan bahwa ketika satu anggota menderita, seluruh tubuh turut menderita. Solidaritas adalah identitas, bukan opsi tambahan. Michael Gorman menyebut etika Kristen sebagai cruciformity (etika yang dibentuk oleh salib), sementara Leonardo Boff menekankan bahwa gereja harus turun ke jalan penderitaan sebagai tanda kehadiran Allah. Contoh konkret dapat dilihat dalam respon GMIT terhadap bencana erupsi Lewotobi Laki-laki, di mana gereja hadir bukan hanya dalam bentuk bantuan tetapi sebagai agen pengharapan dan pemulihan. Ini menunjukkan bahwa gereja adalah modal sosial yang luar biasa bagi bangsa Indonesia.
Gereja yang menghadirkan Allah di dunia yang terluka
Akhirnya, Perjanjian Baru tidak memberikan jawaban yang simplistik atas pertanyaan mengenai penderitaan. Namun ia memberikan kehadiran: Allah yang berinkarnasi, Allah yang tersalib, Allah yang bekerja melalui Roh Kudus, dan Allah yang hadir melalui gereja-Nya. Bencana dan penderitaan bukan bukti ketidakhadiran Allah; justru di ruang-ruang luka itulah Allah menyatakan diri dan memanggil gereja untuk menghadirkan kasih, keadilan, dan pengharapan-Nya. Dipimpin oleh Roh Kudus, gereja dipanggil untuk bersuara profetis, menghidupi iman yang aktif, menjaga keadilan, serta membangun masyarakat yang damai dan penuh belas kasih. Dengan demikian, gereja tidak hanya berbicara tentang Allah, tetapi sungguh-sungguh menghadirkan Allah di tengah dunia yang menderita.
























